***
Pagi-pagi buta, Senja sudah berada di dalam angkot. Bersama dengan Aura--si cerewet yang selalu berada di samping Senja. Keduanya sangat menikmati suasana hening selama di perjalanan, karena angkot itu tidak begitu banyak penumpang.
Namun, suara dari seseorang telah menghilangkan keheningan itu. Tampak Devan dengan motornya, berteriak dari arah belakang angkot. Ia terus mengikuti angkot yang Senja tunggangi bersama Aura, dan tanpa jeda ia memanggil nama Senja.
"Ja, itu Devan kenapa?"
"Senja, juga nggak tahu, Ra." Senja mengedikkan kedua bahunya, hanya memandang Devan dari balik kaca angkot.
"SENJA!!" panggilnya mulai mengetuk kaca angkot.
"Aduh, itu siapa sih. Udah bosan hidup, apa gimana?!" decak supir angkot yang resah, akibat perlakuan Devan.
"Devan, kayanya mau ngomong sesuatu sama kamu, Ja," kata Aura.
"Tapi, Senja nggak m
***"Tolong telepon ambulance!" seru Devan membuat Senja dan Aura menatapnya."Ini semua itu karena Devan!" sembur Senja dengan kedua pipinya yang basah, akan air mata yang terus menderas.Tampak napas Devan tersengal-sengal, ia membalas tatapan Senja dengan raut cemas. Melihat Senja menangis, ia berniat untuk mendekati. Namun, Aura lebih dulu mencegah langkah Devan."Jangan pernah dekati Senja, ataupun Langit.""Ra, gue minta maaf. Gue nggak sengaja," kilah Devan.Aura diam, kemudian ia berbalik dan menghampiri Senja lagi. "Hallo ambulance, tolong ke sekolah SMA Nusa Bangsa. Ada orang yang terluka di sini, tolong cepat, ya.""Langit, jangan tinggalin Senja!" teriak Senja menyentuh kedua pipi Langit, dengan telapak tangannya yang penuh bercak darah."Langit, nggak akan pergi. Ja, kamu harus percaya, ya. Langit itu kuat, dia nggak akan pergi secepat ini," ujar Aura membuat tangisan Senja semakin menjadi-jadi.Bebera
***"Bu, Senja berangkat, ya." Pagi-pagi sekali, Senja sudah bersiap dengan kaos dan celana jeans panjangnya."Kamu ke sekolah nggak pakai seragam?" tanya Mawar menghampiri."Senja, nggak sekolah, Bu. Senja mau ke rumah sakit, jagain Langit."Mawar mengembuskan napasnya berat. "Jadi kamu lebih pilih untuk bolos sekolah?""Bukan bolos, Bu. Senja nanti izin kok sama guru yang mengajar hari ini, kalo Senja nggak bisa berangkat sekolah.""Tapi, Ibu nggak kasih izin." Mawar melipat kedua tangannya, di depan dada."Kenapa, Bu? Lagian, Senja nggak sekolah itu karena ada alasan lain.""Cuman karena mau menjaga Langit, kamu harus bolos sekolah?" tanya Mawar mengintimidasi. "Dengar, ya, Senja. Kamu akan ketinggalan pelajaran, dan Ibu nggak mau kamu tertinggal. Sekolah kamu itu yang utama, Ibu susah payah cari uang biar kamu bisa sekolah," lanjutnya.
*** "Ja, mau makan apa?" Senja terdiam, saat langkah keduanya tiba di area kantin. Dan, Senja terdiam di belakang Devan. "Ja, mau makan apa?" tanya Devan kedua kali, menengok ke belakang. "Kenapa? Gue nggak boleh pegang tangan lo?" tanya Devan. "Gakpapa." Sejak tadi, Senja terus memandang tangannya yang digenggam oleh Devan. "Yaudah sekarang lo mau makan apa?" Senja melepaskan tangannya dari genggaman Devan, dan terduduk di bangku panjang yang kosong. "Apa aja," jawab Senja setelahnya. "Yaudah, lo tunggu di sini dulu, ya. Biar gue yang beli makanan buat lo," ujar Devan beranjak pergi. Selama menunggu, Senja dibalut dengan kebosanan. Ia duduk seorang diri di meja itu, sedangkan beberapa meja di sekelilingnya tampak ramai. Sekumpulan anak berada di area kantin, pada jam pelajaran. Mereka sepertinya sedang membolos, dan lebih memilih
***"Ja, dermaganya sepi banget hari ini," ujar Devan menghentikan laju kendaraannya."Iya, mungkin karena besok hari Minggu jadi nggak banyak kapal yang singgah.""Lo biasanya melihat Senja, di mana?" tanya Devan membuka helm dari kepala Senja.Senja tersenyum. "Senja, biasanya lihat matahari tenggelam di dekat laut.""Kenapa lo menyebut Senja sebagai matahari tenggelam?" tanya Devan lagi."Karena matahari tenggelam lebih cantik, daripada Senja.""Masa sih? Menurut gue, Senja lebih cantik dan bola matanya juga indah," goda Devan menangkup bahu Senja."Devan, jangan bercanda. Maksud Senja itu, matahari tenggelam yang sering disebut Senja sama kebanyakan orang.""Gue serius kok, lo memang cantik, Ja." Devan, telah membuat Senja tersipu malu. Rona merah pun tampak di kedua pipinya, ketika senyuman itu mengembang.
***"Ja, jangan, ya. Kalo hati kamu menolaknya," ucap Langit."Tapi, Senja itu mencintai Devan," sambar Aura."Senja memang mencintai Devan, tapi Senja juga nggak mau merelakan mimpi-mimpi Senja, untuk menikah sama Devan.""Kalo kamu nggak mau menikah sama Devan, terus buat apa kamu menerima Perjodohannya?" Mawar tiba-tiba saja datang, bersama dengan Dani di sampingnya."Ibu." Senja menoleh, tangannya ia lepaskan dari genggaman Langit."Sebenarnya mau kamu itu apa, Senja? Jangan mempermalukan Ibu seperti ini, Ibu juga nggak mau kamu menderita karena Ibu jodohkan.""Maaf, Bu. Senja, cuman nggak mau terlalu terburu-buru buat menikah," kata Senja pelan."Ibu, juga nggak mau kamu menikah secepatnya. Ibu mau kamu mencapai impian kamu, dan melanjutkan pendidikan kamu dulu.""Jadi, Ibu nggak akan memaksa Senja buat menikah secepa
***"Tuh 'kan!!!" Aura mendekat, ia menjatuhkan diri di atas kasur. Tatapan tajam, ia tujukan kepada kedua sahabatnya itu--Senja dan Langit."Langit, lepasin." Senja terus memberontak, namun sepasang tangan Langit masih menggegamnya kuat."Lepasin, Senja ...." Aura ikut menarik-narik tangan Langit, dengan dirinya yang setengah tersadar. Setelah, terbangun dari tidurnya.Aura mengambil bantal, dan memukulkannya pada Langit. Mereka bertiga tertawa bersama, sementara Senja ikut memukul Langit dengan bantal yang lain. Di atas tempat tidur, sebuah kegaduhan terjadi antara Senja, Langit serta Aura."Senja!"Suara di ambang pintu, membuat canda-tawa itu terhenti. Ketiga menatap sengit seseorang yang datang, dengan kemeja rapih. Senja beranjak, dan menghampiri laki-laki itu."Devan, kenapa ke sini?" tanya Senja bingung."Ikut gue," ajak Devan mera
***"Mah, kenapa Mamah ngomong kaya tadi?" tanya Devan membuat langkah Anggun terhenti, dan berbalik."Ngomong apa, Devan?""Kenapa, Mamah mau membantalkan perjodohannya?!""Karena Mamah kesel sama Senja dan ibunya itu, mereka sudah dikasih jantung minta yang lain." Anggun melipat tangannya, sambil memutar bola mata malas."Maksud, Mamah?" tanya Devan bingung."Devan, ibunya Senja baru saja dipecat dari pekerjaannya. Dan, Mamah kamu sudah mempekerjakan dia di perusahaannya itu," sambar Nirwan dari belakang.Ketika mereka tiba di rumah, perdebatan sewaktu di rumah Senja. Dilanjutkan kembali, akan tetapi kali ini hanya dengan keluarga intim saja."Kenapa Devan nggak tahu masalah ini?""Karena kamu lagi suruh Senja buat pulang ke rumahnya.""Terus, kalo ibunya Senja bekerja di perusahaan Mamah. Apa hubunganny
***Pagi itu, Senja sudah bersiap diri untuk berangkat sekolah. Bahkan, tampak Langit dan Aura yang sejak tadi berada di meja makan, bersama dengan Senja dan Mawar."Masakan, Ibu memang the best.""Iya, ini enak banget."Berbagai pujian terlontar, pada saat makanan itu masuk ke dalam perut. Setelah menghabiskan makanan itu, Langit dan Aura bergegas keluar rumah. Sedangkan, Senja masih berada di meja makan, untuk membantu membersihkan piring sebelum pergi ke sekolah."Bu, udah dapat pekerjaan?" tanya Senja pelan."Kenapa memangnya, Sayang?" Mawar balik bertanya pada Senja."Ibu, udah masak sebanyak ini, dan suruh Langit sama Aura buat sarapan sama kita di sini.""Alhamdulillah, Ibu udah dapat pekerjaan." Senja terbelalak, ia tersenyum lebar saat mendengarnya."Alhamdulillah, kapan Ibu mulai bekerja?""Sekar