"Apa maksudmu dengan menjadi teman ranjang?" Syok mendengar perkataan mantan suaminya. Hal aneh apalagi yang Ethan minta dari dirinya. Perbuatan keji ini saja, Evelyn begitu sangat malu. Apalagi harus menemani pria ini di atas ranjang tanpa sebuah ikatan apa-apa. "Kau tidak bodoh, kan? Apa perlu aku membayarmu setiap kali kau melayaniku?" Evelyn terbelalak. Dengan cepat, ia memutar tubuhnya, "plak!" Evelyn memberikan tamparan telak di pipi Ethan hingga tangannya bergetar. "Aku bukan pelacur!" Evelyn berteriak tepat di depan wajah mantan Suaminya itu. Air matanya luruh, bibir Evelyn kini bergetar. Mau sampai kapan dirinya diperlakukan seperti ini? Dan bodohnya, kenapa hati malah memilih cinta yang salah? Kenapa logika Evelyn seakan tumpul saat berhadapan dengan Pria yang bernama Ethan. "Lancang! Kau berani menamparku?" Ethan mencengkram leher Evelyn dengan kuat. "Uhuk— bunuh saja aku… jika kehadiranku kau perlakukan seperti sampah," ucap Evelyn terbata saat ia merasakan sesak d
"Apakah kau akan terus berada di sini? Kau tidak ingin pulang?" Rully menatap Delisa yang sedang duduk di depannya. Rully tidak habis pikir, bagaimana remaja seperti Delisa menyukainya. "Paman mengusirku?" tanya Delisa. "Tidak! Aku tidak mengusirmu. Tapi, kamu sudah terlalu lama berada di sini. Bagaimana jika orang tuamu mencarimu?""Orang tuaku tidak akan pernah mencariku, Paman, mereka tidak peduli dengan diriku. Kenapa Paman mengalihkan topik? Yang aku bahas, adalah perasaanku kepada Paman. bukan masalah orang tuaku." "Aku sedang tidak mengalihkan topik. Jadi, berdiri dari situ. Aku akan mengantarmu pulang," kesal Rully saat melihat betapa keras kepalanya gadis itu. Rully berjalan lebih dulu di depan. Berharap Delisa mengikutinya. Alih-alih mengikuti Rully, langkah Rully terhenti ketika Rully merasakan sebuah pelukan dari arah belakang tubuhnya. "Paman, aku tidak mau pulang. Tolong biarkan aku tetap disini," ucap Delisa sambil memeluk tubuh pria itu.Rully membuang nafas bera
"Daddy!" Alice melangkah ke dalam kediaman Gloria dengan tangis yang pecah. Suaranya melengking memanggil-manggil sang Ayah. "Dear, apa yang terjadi? Kenapa kamu menangis begitu hebat?" Alberto menghampiri putrinya. "Daddy, Ethan…," Alice memeluk tubuh pria paruh baya dengan tangisnya. "Ethan menceraikanku!"Tangisan Alice semakin menjadi tatkala ia mengatakan perihal tersebut kepada Ayahnya. Seketika, asap dan tanduk pun keluar dari hidung dan kepala Alberto saat mendengar perkataan Alice. Jika Ethan berini menceraikan anak semata wayangnya."Lancang! Apa dia lupa dengan perjanjian antar orang tua?" geram Alberto. Alice menggeleng manja. "Aku sudah memperingati itu kepada Ethan. Tapi, dia menantang. Ethan bilang, dia akan melawan Daddy," Alice mengadu di sela tangisnya. "Apa, dia berani mengatakan hal itu?" Alice mengangguk menanggapi pertanyaan Ayahnya. Alice sengaja memancing kemarahan Ayahnya agar Ayahnya segera bertindak. Dan benar, belum apa-apa, Alberto sudah kepanasan.
Mengandung konten 21++______________"Apalagi yang Mama katakan?" Ethan nampak penasaran mengenai apa saja yang Evelyn katakan kepada Raizel selama 6 Tahun terakhir. Sepertinya, Evelyn sangat membenci dirinya. Sampai-sampai, perkataan Evelyn kepada Raizel adalah sebuah kutukan."Hm… kata Mama, wajah Papa mirip kardus. Dan kaki—tangan Papa, mirip ranting pohon," jawab Raizel polos. "Uhuk—" Ethan terbatuk dengan air liurnya sendiri. Saat dirinya Membayangkan wajahnya seperti kardus dengan kombinasi ranting pohon, membuat Ethan menggelengkan kepalanya kasar. "Grrr…!" Ethan merinding. Setelahnya, ia menatap Raizel. "Apa ada lagi yang dikatakan oleh Mama?" tanya Ethan. "Hanya itu, Papa. Yang lainnya, Mama hanya mengatakan, banyak belajar dan menjadi Anak yang baik. Biar seperti Papa yang hebat!" Seru Raizel penuh semangat. Seulas senyum terukir di bibir Ethan. Nyatanya, tidak semua yang dijabarkan oleh Evelyn adalah hal yang buruk. Hal itu membuat Ethan semakin bangga dengan mantan I
Mengandung konten dewasa 21++ (bisa di skip)—-----------Setelah Rully mengantar Delisa ke rumah gadis itu dengan paksa, kini Rully duduk di meja bar sambil meneguk tequila sekedar menghilangkan rasa sakit hatinya kepada Evelyn. Harus berapa lama lagi Rully menghapus wanita itu dalam pikirannya. "Paman, bagaimana kalau kita duduk di pojokkan?" Rully tersentak mendengar suara yang tidak asing. Mata Rully liar menyorot keadaan bar tersebut. Hingga netranya tertuju ke arah gadis yang mengenakan dres cream merangkul seorang pria yang jauh lebih tua dari usia gadis tersebut. "Delisa…," panggil Rully pelan. Delisa, gadis itu melewati tubuh Rully begitu saja. Seakan, Delisa tidak mengenal siapa Rully. "Kau terlihat sangat cantik, Delisa," ucap Pria tua itu kepada Delisa. "Terima kasih, Paman. Nanti, setelah di sini, kita ke hotel mana, Paman?" tanya Delisa manja. Seperti tersengat listrik, perasaan Rully begitu perih saat melihat Delisa seperti itu. Ternyata, Delisa memang bukan gadis
Setelah melakukan aktivitas panas di kamar mandi, kini Evelyn masih tetap terjaga saat malam kian larut. Evelyn mencoba untuk tetap fokus namun tidak bisa. Sedangkan Ethan yang sudah sangat lelah, akhirnya tertidur dengan pulas dengan deru nafas yang terdengar teratur di samping tubuh Evelyn."Ethan, apakah kau sudah tidur? Dari tadi kita hanya berdiam diri, " Evelyn mencoba membuka pembicaraan.Namun tidak ada jawaban dari pria yang sedang terlentang di sampingnya itu. Evelyn pun menoleh ke arah samping, "Sudah tidur, ya?" gumam pelan Evelyn.Evelyn menatap lekat wajah pria yang sedang terlelap itu dengan kagum. Selama 6 tahun berlalu, wajah yang Evelyn tatap mampu membuatnya jatuh cinta. Dia pria yang selama ini tidak pernah bersikap hangat. Namun di saat ini, Pria yang dulunya beku tiba-tiba mencair karena adanya Raizel.'Seandainya aku tahu dari awal, kehangatanmu hadir karena Anak, aku akan tetap bertahan dan tidak ingin menandatangani surat perceraian yang kau berikan, Ethan,' Ev
"Apa! Morning kiss? Apa aku harus melakukannya?" Pipi Evelyn bersemu merah. Dirinya merasa ini adalah awal yang baik untuk hubungannya dengan Ethan. Berharap di kemudian hari tidak ada lagi yang penghalang pada hubungan mereka. "Mulai detik ini, untuk setiap pagi. Kau harus memberikanku morning kiss," tutur Ethan.Evelyn dengan ragu-ragu, memberi kecupan di pipi Ethan dengan wajah yang sudah terlihat memerah. Ethan dengan cepat meraih pinggul Evelyn hingga tubuh mereka berdua menyatu. "Aku bukan memintanya di pipi. Aku sudah menunjuk bibirku. Apa kau bodoh, Evelyn?" Ucap Ethan saat wajahnya dan Evelyn seperti tidak ada sekat. "Mm… maaf, aku pikir—"Ethan mengecup lembut bibir Evelyn dengan sekilas lalu mengusap pipi Evelyn. "Nanti malam kita akan makan di luar," ucap Ethan sambil melepaskan pelukannya dari tubuh Evelyn.Evelyn tak bergeming, seperti di hipnotis dengan senyum yang terukir, rasa bahagia sungguh bahagia ketika Evelyn memiliki keluarga seperti ini."Evelyn, Hei… kau
"Jauhkan tanganmu dari wajahku! Kau pikir aku sudi disentuh oleh dirimu, Alice!" Ethan memekik kesal saat Alice meraih dagunya. Tidak heran jika Alice dapat masuk di dalam ruang Direktur. Sebab, semua orang tentu tahu jika Alice merupakan Nyonya Zoldyck, Istri dari Ethan Zoldyck."Tidak ingin disentuh? Ethan, aku masih ingat bagaimana kau menggoyangkan pinggulmu di atas tubuhku. Dan kau begitu lincah. Aku, ingin mengulang kembali masa-masa itu." Alice, melepaskan blazer yang ia kenakan. Hingga tinggal lapisan tanktop yang kini menempel pres pada tubuh sintal miliknya.Ethan berjalan memutari meja, menghampiri Alice yang ingin menggodanya. Sebelum wanita itu melepaskan semuanya pakaiannya, dan membuat Ethan hilang kendali, Ethan harus segera menendang wanita itu lebih dulu dari ruangannya. "Keluar! Jangan mengungkit sesuatu yang sudah tidak pernah aku lakukan!" Ethan menarik kasar tangan Alice—memaksa wanita itu agar keluar dari ruangannya. Alih-alih ketakutan, Alice memanfaatkan k