"Apa maumu?" tanya gadis itu sambil memberi isyarat dengan telapak tangan pada pria berdasi yang berdiri tak jauh darinya.
"Huh si pelakor ini punya nyali ternyata?" cibir Jenny diikuti tertawaan teman-temannya.
"Aku nggak ada urusan denganmu, asal kau tahu kalau aku tak berminat dengan suamimu," jawab gadis itu ketus kemudian berbalik meninggalkan Jenny dan antek-anteknya.
Namun Jenny meraih pundak gadis itu dan menariknya mundur hingga hampir terjungkal. Beruntung gadis penjaja makanan itu bisa menjaga keseimbangan.
"Mau apalagi?"
"Heh anak kampung, aku belum selesai. Aku peringatkan sekali lagi ya, jangan coba-coba untuk mengganggu suamiku!" katanya sambil mengulurkan telunjuk di wajah gadis itu.
Tanpa takut gadis itu pun meraih telunjuk Jenny dan menepiskannya. Lalu menatap Jenny dan kawan-kawannya satu per satu dengan tatapan nanar.
"Kamu bilang aku gadis kampung lalu perbuatanmu padaku saat ini
"Masuklah Ki!" pinta Mas Darell membukakan pintu mobilnya untukku."Mas kita mau kemana?" Kirana masih bingung dengan sikap Darell yang tiba-tiba manis.Ada prasangka kurang baik darinya jika melihat Darell seperti ini. Sekali Darell melakukannya beberapa waktu lalu. Untung saja ada Louis yang saat itu menyelamatkan dirinya."Apa Mas mau menurunkan aku di jalan?" tanya kirana hati-hati.Jelas gadis berambut panjang ini harus waspada. Bukankah Darell pernah menelantarkannya di stasiun, saat pria itu seharusnya menjemput.Darell tertawa mendengar penuturan Kirana yang polos. Walaupun penampilan Kirana saat ini telah berubah dan menunjukkan kecerdasan yang dimiliki. Namun kepolosannya tak pernah hilang.Terus terang, melihat Kirana seperti ini membuat Darell merasa gemas. Ingin sekali pria berusia tiga puluhan itu mencubit pipi Kirana."Lucu juga dia," batin Darell kemudian menggeleng kepala
Beberapa Jam sebelumnya, saat Darell belum berangkat ke kantor.Jenny bergelanyut manja di lengan Darell. Tentu saja ini membuatnya sangat risih dan menepiskan tangan perempuan yang terpaksa dinikahi olehnya."Apaan sih?" protes Darell."Iih galaknya gak kelar-kelar.""Bilang aja apa yang loe mau, gue mau berangkat ngantor.""Ok, gini Rell, gue mau ajak temen-temen gue ke sini, ya cuma ngobrol-ngobrol aja sambil pesen menu delivery, boleh ya please!" rayu Jenny."Karena hari ini gue lagi seneng, jadi gue ijinin loe untuk ngundang temen loe tapi ada saratnya.""Apaan?""Pertama, gue nggak mau ada orang lain masuk kamar atau ruang kerja gue. Kedua, gue mau begitu temen-temen loe pulang, tempat gue bersih lagi.""Ok deal," jawab Jenny kemudian segera mengirim pesan pada teman-temannya.Kali ini Jenny memang minta izin pada Darell tak seperti sebelumnya. Sebab sebelumnya Darell me
"Darell! Tungguin!" panggilnya, namun Darell tetap bergeming. Menganggap panggilan Jenny hanya angin lalu.Pria itu justru memilih berbelok menuju entrance room."Kau sudah mendengar semuanya?" tanya Darell."Sudah Mas, aku sudah tahu semuanya. Aku akan bicarakan dengan Dad.""Tak perlu Ki, ayo kita pergi dari sini!" ajak Darell yang tanpa disadari meraih pergelangan tangan Kirana."Heh kamu!" panggil Jenny tiba-tiba mencengkeram bahu Kirana.Kirana kemudian melepas tangan Darell dan berbalik menghadap Jenny."Ada apalagi Mbak? Apa Mbak nggak puas sudah buat Mas Darell dimarahi Ayahnya?" tanya Kirana."Loe bener-bener nggak tahu malu ya. Loe pikir dengan penampilanmu sekarang yang udah seperti orang kantoran bisa bikin laki gue milih loe daripada gue?"Kirana hanya tersenyum sinis dan menoleh pada Darell yang
Rachel mengalihkan pandangan pada dua perempuan di sampingnya. Berdiri sambil melipat tangan di dada.Gadis itu tertawa meremehkan. Ia terlihat bahagia karena keinginannya menjatuhkan Jenny terlaksana sudah.Sejak kedatangannya ke apartemen pertama kali sesungguhnya ia sudah menduga ada yang janggal. Sangat aneh jika mesin cuci masih dibiarkan menyala dan peralatan makan masih terlihat basah. Sementara tak ada seorang asisten rumah tangga di sana.Kuat dugaan Rachel saat itu, bahwa Jenny bekerja di rumah Darell. Namun melihat foto pernikahan yang diposting Jenny dan terlihat asli, Rachel pun sedikit sangsi. Meragu akan status pernikahan Jenny.Hari ini semuanya terkuak dari mulut Darell. Namun Jenny tetap bungkam, merasa sangat malu sepertinya."Laki loe? Laki yang bayar loe maksudnya?" balas Rachel diikuti tawa yang tertahan oleh kedua t
"Tenang ... Tenang ya Ki," Darell tampak berusaha untuk membuat Kirana tenang. Akan tetapi Kirana tak Henti-hentinya menangis sesenggukan.Perlahan Darell pun mulai mengambil ponselnya dan menyalakan senter untuk menyalakan lampu dan lift kembali. Namun, setiap kali Darell bergerak, Kirana semakin mencengkeram tangan Darell erat.Mungkin jika lampu menyala, wajah Kirana sudah terlihat sangat pucat sekali. Sambil menggandeng tangan Kirana, Darell pun menekan tombol lift, tapi sayang tombol itu tak juga berfungsi."Huh sial!" maki Darell."Mas," panggil Kirana masih terisak."Kamu tenang ya Ki, kita terjebak dan tak punya pilihan lain selain menunggu."Seketika itu tubuh Kirana terasa lemas. Gadis itu pun kembali menangis sejadinya. Darell yang sigap pun langsung menahan tubuh Kirana.Perlahan-lahan ia membimbing Kirana untuk duduk di ata
Darell memutuskan untuk mengantar Kirana pulang setelah kejadian di lift tadi. Kembali memperlakukan Kirana dengan lembut seperti saat akan ke apartemen tadi.Sesekali Kirana melirik Darell yang asyik mengemudi. Menikmati betapa indahnya wajah pria blasteran di sampingnya.Saat sudut mata Darell mengarah pada Kirana, saat itulah ia menunduk dan mrmainkan jemari seorang diri. Tak hanya Kirana, Darell pun sama, sesekali mencuri pandang ke arahnya. Saat kepergok, Darell kembali konsentrasi pada kemudi."Ki, kamu mau sesuatu?" tanya Darell."Nggak Mas.""Coklat atau ice cream mungkin. Katanya coklat bisa memberi ketenangan. Aku ada rekomendasi cafe yang menyediakan dessert enak sih," tawar Darell sambil menyunggingkan senyum namun Kirana tetap mematung."Atau mungkin lain kali kita bisa ke sana?" tawar Darell.&nbs
Taxi Online yang membawa Jenny melaju cepat membelah jalanan ibukota. Kata-kata pedas dan sumpah serapah terngiang-ngiang terus di kepalanya.Rencana yang mulai muncul semenjak pertemuan dengan Darell pun musnah sudah. Kebahagiaan yang dikira akan diraihnya kembali kini kembali menjadi angan."Menyebalkan sekali, apa aku tidak berhak untuk berbahagia?" batinnya.Kehilangan harta, orang tua, teman-teman dan popularitas. Mengharap pernikahannya dengan Darell bisa membuatnya mendapatkan perusahaan ayahnya kembali, namun sia-sia."Semua gara-gara gadis bodoh itu. Baiklah, jika aku tak bisa mendapatkannya dengan cara halus, akan kudapatkan dengan cara kasar."Perusahaan yang kini menjadi salah satu anak perusahaan Maxwell Group memang pernah dimiliki oleh Ayah Jenny. Perusahaan yang dulu rencananya akan diwariskan untuknya. &n
Di depan Balkon sambil menghembuskan rokok putihnya Darell memandang ke arah kolam renang. Mengingat-ingat apa yang terjadi padanya hari ini.Dimulai dari menarik tangan Kirana lalu memanggulnya hingga kejadian dalam lift yang membuat mereka berpelukan sangat erat. Tanpa disadari CEO tampan itu tersenyum-senyum sendiri."Lucu juga dia," gumamnya.Memori bersama Kirana benar-benar memenuhi pikiran Darell saat ini. ***Kirana yang lapar pun keluar dari kamar tidur. Ia tak ikut makan malam tadi.Sekilas Kirana melirik pintu kamar Darell dan mendekat ke sana. Bermaksud untuk menawarinya makanan.Tok! Tok!Darell yang kini sudah berada di tepi ranjangnya pun segera bangkot dan mendekat ke arah pintu. Melihat sosok Ki