Pagi ini, kesibukan hadir di rumah keluarga Maxwell. Bukan hanya anggota keluarga dan pekerja tapi ada beberapa orang luar yang datang. Petugas catering, dekor dan juga teknisi yang akan mengatur perangkat elektrik.
Di kamar Kirana sendiri tiga orang wanita tengah sibuk merias wajah dan menata rambutnya. Jelas Kirana yang tak terbiasa dengan perlakuan seperti ini merasa canggung. Kulit dan rambutnya terasa sedikit berat karena belum terbiasa.
Hari ini adalah hari istimewa baginya. Keluarga besar Maxwell akan memperkenalkan dirinya sebagai calon istri Darell di depan kerabat dan rekan bisnis mereka.
Rasa gugup tak juga menjauh dari Kirana, meski semalam ia sudah belajar menyesuaikan diri dengan sepatu tumit tinggi pemberian Mom. Entahlah semenjak bangun tidur tadi ia merasa tidak tenang. Sepertinya takut kalau ia akan menjadi bahan tertawaan tamu-tamu orang tua Darell karena tak terbiasa dengan kemewahan yang melekat pada tubuhnya.
Dengan bantuan perias, Kiran
Kirana terus saja berlari masuk ke dalam dengan linangan air mata. Tak peduli langkahnya yang terseok karena sepatu tumit tingginya dan membuatnya tersungkur.Siapapun yang melihat kejadian itu pasti ingin beraksi entah itu tertawa, menahan tawa atau iba. Termasuk Jenny dan juga Darell yang tertawa melihatnya sambil mencibir dengan sebutan anak kampung. Sedangkan Audrey memalingkan wajah agar tidak tertawa."Tu vas bien (Kau baik-baik saja)?" tanya Louis yang sedari tadi pelan-pelan mengikuti Kirana.Kirana hanya memandang ke arah pria asing berambut pirang yang mengejutkannya itu."Louis," katanya perlahan.Louis pun mengusap bawah mata Kirana dengan punggung tangannya. Kemudian melepaskan sepatu pada kedua kaki Kirana secara perlahan."Ini bisa membuatmu berlari lebih baik," balas Louis setelah melepaskan kedua sepatu Kirana."Aku tidak tahu apa yang dibicarakan perempuan itu, tapi sepertinya itu tak bagus. Apa kau ingin bercerita pa
"Kak Kirana! Kakak mau kemana?" seru Audrey saat mendapati Kirana baru turun dari tangga dengan membawa tas besar.Kirana berhenti dengan sedikit melengos. Senenarnya dia malas untuk bertemu dengan anggota keluarga Maxwell lagi, namun bagaimanapun ia harus berusaha menyembunyikan kekesalan."Kak, apa Kakak mau pulang?" Audrey meraih pergelangan tangan Kirana."Maafkan saya kalau sudah merepotkan keluarga kalian. Terima kasih karena telah mengundang saya menginap di sini.""Kakak kecewa soal tadi?"Kirana hanya memandang wajah Audrey yang sedikit tirus kemudian mengalihkan pandangan pada tas yang ia bawa tadi. Lalu kembali pada Audrey yang kali ini tampak berbeda dari biasanya. Ingin rasanya ia mengungkapkan kekecewaannya pada adik perempuan Darell ini, namun entah kenapa ia tak bisa."Maaf Audrey, aku tak ingin membicarakannya, permisi!"Hanya itu kalimat yang mampu meluncur dari bibir Kirana yang kini sudah tak lagi diolesi lupstick.
"Gimana akting gue tadi Rel?" tanya Jenny sambil menyeruput mojito di hadapannya.Pasangan suami istri palsu itu tengah duduk di sebuah cafe merayakan keberhasilan mereka."Not bad. Gue akui kehebatan loe Jen," balas Darell dengan senyum."Loe lihat gimana waktu cewek udik itu mewek, itu lucu banget tahu Rell.""Yah semoga aja dia tahu diri setelah kejadian ini.""Sepertinya dia marah sama keluarga loe juga Rel. Dia pasti ngerasa Bokap, Nyokap loe udah ngebohongin dia. Tapi pantes juga sih cewek udik itu dipermalukan, walaupun tarohannya gue dibenci ama Nyokap loe.""Emang loe pernah ketemu nyokap gue?""Pernah lah, gak sengaja ketemu di butik, waktu beliin baju yang dipakai cewek udik itu. Kita sempet ribut gara-gara masalah baju. Nyokap loe akhirnya borong semua baju yang ada di sana," Pengakuan Jenny ini membuat Darell tersenyum meremehkan."Eh tapi beneran gue nggak tau kalau itu Nyokap loe," balas Jenny merasa tak enak."Uda
"Kirana, kamu kembali ke sini Sayang," seru Iswari merangkul Kirana seperti menemukan putrinya yang telah hilang.Kirana pun balas memeluk wanita paruh baya itu dan menyambutnya dengan senyum."Mom dan Dad benar-benar tidak tahu soal pernikahan Darell.""Saya sudah tahu Mom, Audrey mengatakan semuanya," Kirana membalas dengan senyuman dan helaan napas. "Saya pun tak merelakan Mas Darell bersamanya, terlebih saya tahu seperti apa perempuan itu."Sudah tak ada lagi harapan dari Kirana akan Darell. Rasanya sia-sia mencoba menarik perhatian Darell karena pemuda ini tak akan pernah tertarik padanya. Namun melihat kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan didapat oleh keluarga Maxwell membuat Kirana akhirnya memutuskan untuk menunjukkan pada Darell."Mom juga tak menyukai perempuan tak punya tata krama itu."Kirana hanya tersenyum mendengar keluh Is
"Sayang," panggil Jenny memeluk pinggangnya setelah mereka menikmati wake up sex pagi ini."Apaan?" balas Darell ketus."Kamu kenapa sih sayang kok galak banget sama istri sendiri?""Daripada loe ribut mending loe sekarang bangun buatin gue sarapan.""Kok loe jadi gitu sih, setelah loe pake badan gue terus loe suruh-surug gue jadi pembantu loe!" balas Jenny kesal."Denger ya! Nggak ada yang nyuruh loe buat tinggal di tempat gue, semua kemauan loe sendiri. Loe juga yang selalu ngerengek supaya tinggal di sini.""Gue kan istri loe Rel!""Istri yang gue bayar. Istri yang gue nikahin untuk ngelakuin tugas dari gue.""Kejam banget sih loe jadi orang!"Darell mendesis memperhatikan perempuan yang ada di sampingnya. Mata hazelnya menatap dengan tajam, tak setuju dengan pernyataan istrinya. 
Sekilas Kirana melirik Darell yang terbatuk. Ingin sekali ia menertawai sikap Darell yang tak biasa kali ini. Bersikap kikuk.Kirana menyimak setiap pembahasan saat rapat berlangsung. Sesekali ia menanyakan hal yang tak diketahuinya dan mengemukakan pendapat."Saya rasa kita bisa pasang logo perusahaan pada paper bag supermarket," seru Kirana."Paper bag supermarket?"Tanpa ragu, Kirana pun berdiri dan mulai menyampaikan presentasi untuk efektifitas promosi mereka."Saya menilai paper bag supermarket sangat efektif karena bisa langsung kena sasaran. Produk yang kita buat bukankah ditujukan untuk wanita, terutama Ibu Rumah Tangga?" kata Kirana sambil melempar senyum."Ibu rumah tangga paling sering datang ke supermarket," tambah Kirana."Saya rasa ide Anda sangat tepat, Nona," jelas Pak
Darell membuka pintu ruang kerjanya dengan kasar dan menghempaskan tubuhnya pada kursi. "Sial!" runtuknya memukulkan kepalan tangan pada meja kerjanya yang keras. Darell benar-benar tak habis pikir akan kejadian hari ini. Persiapan rapat yang semalam dilakukannya ternyata kalah telak dengan sosok seorang perempuan desa bernama Kirana. Meski semua argumen yang disampaikan Kirana dinilai masuk akal oleh Darell, namun egonya terlalu tinggi untuk mengakui kehebatan perempuan berkulit langsat itu. Mengakui kehebatan Kirana, itu sama saja dengan mengaku kalau dia kalah. Tak pernah disangka olehnya kalau Kirana mampu membuatnya tak berkutik dengan ucapannya. Kirana seperti paranormal, mampu menebaknya yang diam-diam memperhatikan paha Kirana yang tersingkap. "Kenapa pikiran kotor gue malah ke situ. Huuh aku benci pikiranku!" Pikiran Dar
"Wita, ada Budhe Ning itu di ruang tamu," kata Bu Leli, Ibu Juwita membuka sedikit pintu kamar putri sulungnya."Ada apa sih Bu, Budhe Ning datang?" tanya Juwita malas untuk menemui wanita yang dulu pernah angkuh itu."Ibu nggak tahu, Nak. Budhe cuma bilang ada perlu.""Huh. Iya deh Bu, abis ini Wita temuin, Wita mau ganti baju dulu."Wita pun segera mengganti pakaiannya begitu Ibunya menutup pintu. Mengganti dengan dress bermerk dan tak lupa perhiasan emas pada kalung dan pergelangan tangannya. Baru ia menemui Budhe Ning, kakak dari ayahnya."Eh Budhe, ada apa?" tanya Juwita langsung duduk di sofa ruang tamunya yang empuk, tanpa perlu salam seperti saat masih kecil dulu. Bahkan perempuan di samping budhenya pun hanya ditoleh sekilas.Sesekali, wanita bertubuh biola itu menyibakkan rambut lurusnya ke belakang telinga.