Halo! Ketemu lagi sama aku di sini. Aku tau, ada beberapa ceritaku yang belum dilanjutkan sampai sekarang. Aku minta maaf. Nah, ini cerita terbaruku. Semoga, kalian terhibur dan ikutan baper sama kisah si bos galak Senja Abimana dan sekretaris tengilnya Mentari Chrysalis, ya! Mohon dukungannya selalu ^^ Terima kasih banyak buat yang sudah membaca dan jangan lupa masukkin cerita ini ke library kalian, ya! Terima kasih sekali lagi. God Bless you all!
Suasana canggung dan tegang itu tercipta, membuat Mentari panas-dingin di tempatnya. Dia menyesal karena sudah menyuarakan isi pikirannya, walaupun Mentari sendiri tidak sadar sudah melakukannya. Cewek itu berdiri dari duduknya, lantas menunduk. Tidak berani menatap Senja yang terlihat sangat marah kepadanya. Awan yang juga menyadari kemarahan Senja, langsung ikut berdiri dan buru-buru mengambil alih situasi. Dia mendekati sahabatnya, kemudian menepuk pundaknya beberapa kali. Senyumnya muncul ke permukaan. “Sen, udah. Dia pasti nggak sengaja ngomong kayak tadi dan gue yakin, dia nggak punya maksud buruk.” Senja menepis tangan Awan dari pundaknya dan tidak menggubris ucapan sahabatnya itu. Dia masih saja memberikan tatapan tajam dan dinginnya untuk Mentari yang semakin menciut di tempatnya. Mentari yang sadar bahwa dia belum meminta maaf, buru-buru melakukan hal tersebut. “Mm, maaf Pak Senja. Saya benar-benar nggak bermaksud ngomong kayak
Mentari terkesiap, ketika dia menyadari apa yang baru saja dia ucapkan di hadapan bos galaknya itu. Cewek itu meringis dan berdeham. Dia jadi salah tingkah. Mentari bingung harus bersikap bagaimana, hingga yang dilakukannya hanyalah mengajak Angelica mengobrol dan sesekali melirik ke arah Senja yang sejak tadi hanya diam saja. Menatapnya bak hewan buruan. Bak seorang kelinci. Di tempatnya, Senja mendesah berat dan berkacak pinggang. Cowok itu menunduk dan nampak berpikir. Mungkin benar kata Awan, dia sudah bersikap sangat keterlaluan kepada Mentari, hingga sekretarisnya itu sangat terkejut akan permintaan maafnya barusan. Senja juga menyadari kedua mata Mentari yang memerah, yang menandakan bahwasannya, mungkin saja, Mentari sempat menangis akibat ucapannya sebelum ini.&
“Honeymoon?!” seru Mentari, ketika kekagetannya sudah mereda. Sungguh, mereka hanya akan menjadi pasangan suami-istri pura-pura di hadapan Surya Sanjaya. Lantas, kenapa bos galaknya ini justru membicarakan masalah bulan madu segala? Apa... apa sebenarnya Senja Abimana ingin memiliki tubuhnya? Menggerayanginya? Benar-benar ingin menaruh janin di dalam rahimnya?! Serius?! Bos galaknya itu punya hasrat seksual terpendam untuknya?! Sadar jika pikiran di dalam kepala mungil Mentari itu sudah melantur ke mana-mana, ditambah pula dengan tatapan bak pisau yang dilemparkan oleh cowok bernama Samudra yang mengaku sahabat dari Mentari, Senja buru-buru berdeham. Dia juga tahu, dia sudah salah mengucapkan kalimat, hingga membuat Mentari salah paham. Tapi, Senja juga tidak ingin memperbaiki ucapannya atau menjelaskan maksud perkat
“Gini-gini, Pak, saya juga tau soal teknik-teknik bikin anak dari novel-novel romansa dewasa yang saya baca!” Alis Samudra terangkat satu ketika dia mendengar hal tersebut. Kemudian, Mentari sadar jika dia sudah mengucapkan rahasia gelapnya. Bahwa dia senang membaca novel romansa dewasa. Wajahnya memanas dengan cepat dan rona merah itu mulai menguasai wajah cantiknya. “Hm....” Senja bergumam. Wajahnya menunjukkan betapa dia sangat serius memikirkan kalimat Mentari barusan. Cowok itu mengusap dagunya dan memberikan tatapan ingin tahu kepada sekretarisnya tersebut. “Berarti, kalau saya mau bikin anak sama kamu dan minta dengan teknik—“ “Don’t you dare, Sir,” geram Mentari, memotong ucapan Senja yang
Demi Dewa Kronos! Mentari ingin sekali waktu berhenti detik ini juga, membekukan semua orang, sehingga dirinya bisa kabur dari tempat ini. Dia sedang mencium bibir bos galak garis miring tampannya itu. Kekenyalan bibir Senja Abimana membuat Mentari terlena, tapi dia buru-buru mengembalikan kewarasannya lagi. Dengan satu gerakan cepat, Mentari menjauhkan tubuhnya dan berdiri tegak. Panas menjalar di wajahnya dan jantungnya kemungkinan besar sebentar lagi akan meledak saking kencangnya dia berdetak. Sementara itu, Senja berdeham. Dia bangkit dan membersihkan tepung terigu yang ada di pakaiannya. Cowok itu melirik Mentari yang sudah berubah menjadi boneka rusak di tempatnya, sibuk mengalihkan pandangannya ke arah lain. Senyum simpul itu muncul di bibir Senja, kemudian dia menarik napas panjang dengan berlebihan. Tentu saja hal itu menarik p
“Oke. Ini sandiwara yang udah gue siapin buat lo dan sekretaris aneh lo itu.” Kalimat Awan membuat Senja menaikkan satu alisnya. Cowok itu melempar beberapa lembar kertas ke atas meja, di hadapan Senja. Dia memeriksa semua hasil tulisan Awan, lalu mengulum senyum. Lalu, terdengar suara langkah kaki dan ketika Senja serta Awan menoleh, Mentari muncul dari arah dapur sambil membawa sekotak es krim di tangannya. Wajahnya terlihat kesal, begitu juga dengan tatapan matanya. Dia menyuapkan sesendok penuh es krim ke dalam mulutnya, lalu duduk di sofa terjauh dari Senja dan Awan. “Siapa yang ngebolehin kamu ambil es krim di kulkas saya?” tanya Senja dengan nada geli sambil menaikkan satu alisnya lagi. “Bapak lupa kalau barusan Bapak baru aja n
Mentari mengerang keras, setelah sebelumnya dia meggebrak meja dan berteriak ke arah Senja. Hilang sudah kewarasan dan kesopanannya di hadapan sang bos. Masa bodoh! Harapannya mendapatkan gaji berkali-kali lipat sudah membuatnya terbang ke langit tertinggi, eh, barusan, hanya dengan beberapa kalimat dari Senja Abimana yang sudah seperti bom itu, menghempaskan Mentari ke kerak bumi. Memang, sih, Mentari menyuruh Senja untuk mengaku di hadapan Surya Sanjaya bahwa dirinya adalah istri kedua. Tapi, Mentari kan tidak pernah bilang kalau mereka harus jujur yang sejujur-jujurnya. Sementara itu, di tempatnya, Senja Abimana mengerjap. Mentari Jingga, sekretarisnya yang tengil dan ajaib ini, selalu bisa membuat hari-harinya dipenuhi kejutan. Bukannya marah dengan sikap tidak sopan dari Mentari, yang saat ini sudah seperti kebakaran jenggot, Senja
Lima menit yang lalu....Mentari tidak sengaja menutup pintu ruangan Senja dengan bantingan. Mendengar itu, Mentari meringis dan mematung di tempatnya. Mellanie yang juga sedang membaca laporan-laporan di komputernya, terlonjak dan menoleh. Dia melotot, membuat Mentari terkekeh pelan dan mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya ke udara. Membentuk tanda damai. Lalu, Mentari menatap rekan-rekannya yang lain sambil menggaruk kepalanya dan mengangguk berulang kali guna meminta maaf. Mereka semua, yang sudah tidak asing lagi dengan kelakuan ajaib Mentari dan juga perseteruan di antara Mentari dan sang bos galak, hanya bisa mengulum senyum dan menggeleng geli. “Sori, Mbak. Gue ganggu, ya?” “Untung deh