"Pak Agas?" ujar Nara yang terkejut setelah melihat sosok yang berada di dalam mobil itu.
"Ayo masuk," ucap Agas sekali lagi. "Atau perlu saya membukakan pintu untukmu?"
Nara buru-buru menggelengkan kepala yang diartikan Agas bahwa Nara bisa membuka pintu mobil sendiri. "Ya sudah, cepat masuk. Sudah malam, saya antar kamu pulang."
Ternyata Nara justru menolaknya. "Enggak perlu, Pak. Saya bisa pulang sendiri."
Melihat Nara tampak segan untuk masuk, Agas pun keluar dari mobilnya lalu berjalan ke sisi pintu di dekat Nara dan membukakannya tanpa bicara. "Ayo masuk!"
Nara kaget bukan main mendapatkan perlakuan seperti itu. Dia sampai tidak bisa bereaksi dengan cepat. Ekspresinya yang berlebihan, seakan-akan baru saja bertemu dengan alien saja.
"Kenapa? Apa segitu bencinya kamu dengan saya sampai tidak mau semobil sama saya?" tanya Agas dengan serius.
"Tidak Pak. Tidak seperti itu, Kok." Buru-buru Nara menyanggah. "Tapi coba lihat pakaian saya kotor begini."
"Saya juga tahu kok. Bahkan saya tadi lihat langsung gimana pakaianmu bisa kotor begitu." Agas berkata dengan entengnya, sampai Nara malu sendiri karena lagi-lagi Agas melihat 'Kesialan' Nara.
"Kenapa malu begitu. Saya sudah sering lihat kamu kena sial," ujar Agas yang langsung membuat Nara semakin muram karena diingatkan kembali dengan banyak kejadian konyol yang dulu sering dialaminya sewaktu SMP.
"Ayo masuk!" Agas yang masih setia berdiri sambil memegang pintu mobil.
Melihat Agas yang seperti itu, Nara menjadi tidak enak sendiri jika dia terus-terusan menolak. Akhirnya Nara menurut masuk ke mobil Agas.
Mobil pun melaju setelah Nara memberitahu alamat rumahnya kepada Agas. Sepanjang perjalanan, keduanya hanya diam. Agas tampak menikmati kesunyian itu sedangkan Nara diam karena terlalu canggung untuk bicara. Apalagi mengingat dia sempat terpergok menertawakan Agas di kafe.
Mereka bertahan dengan kebungkaman sampai tiba mobil Agas sampai di depan gang dekat rumah Nara.
"Yakin di sini turunnya?" tanya Agas yang akhirnya bicara.
Nara mengangguk mantap. "Mobil bapak gak bisa masuk ke gang juga kan?"
"Jangan panggil saya bapak. Kita ini seumuran," ujar Agas yang nampak tidak terlalu suka dipanggil bapak.
"Tapi bapak kan atasan saya," jawab Nara.
"Jam kerja sudah selesai kan? Jadi panggil aja Agas."
Karena Agas sendiri yang meminta seperti itu Nara tidak punya alasan untuk menolak. "Oke. Terimakasih sudah diantar sampai sini, Agas."
"Kalau begitu saya pamit dulu," kata Agas kemudian mulai menyalakan mesin mobilnya.
Nara masih berdiri di depan gang sampai mobil Agas menghilang dari pandangan.
~~~
Minggu pagi, Nara sedang libur. Dia menikmati waktu luangnya untuk pergi ke taman untuk jogging.
Di sana sudah ada beberapa orang yang juga datang dengan tujuan yang sama seperti Nara.
Jalur lari Nara hanya mengelilingi taman saja namun tetap saja itu terasa begitu luas untuk Nara yang jarang berolahraga.
Jelas sekali dari tampilan luarnya. Keringat sudah membanjiri dari wajah sampai ke leher. Napasnya juga sampai terengah-engah seperti orang yang akan kehabisan napas.
"Duh, capek banget." Nara memutuskan untuk beristirahat dulu di bangku taman, membiarkan orang-orang melewatinya. .
"Harusnya tadi beli minum dulu ya," gumam Nara agak menyesal.
Sekarang tenggorokkannya terasa kering ingin minum namun malas rasanya jika harus pergi mencari pedagang air minum.
"Nih ambil!"
Nara tersentak kaget begitu mendapati seseorang meletakkan sebotol minuman utuh di sampingnya, tapi tidak berhenti mengobrol dulu dengan Nara, melainkan melanjutkan jogging.
Namun meski Nara tidak sempat melihat wajahnya, dia bisa mengenalinya dari suara dan postur tubuh orang itu meski dari belakang.
"Agas!" seru Nara yang langsung mengejar Agas sambil membawa minuman yang tadi.
Lari Agas ternyata lebih cepat dari yang Nara kira. Sampai Nara agak kesulitan mengejarnya, meski tampaknya Agas hanya lari santai saja.
Sadar kalau Nara mengikutinya, Agas sontak berhenti lalu menunggu Nara tiba di tempatnya sebelum akhirnya berkata, "Kenapa kamu ngikutin saya? Bukannya tadi lagi istirahat?"
"Ini kenapa minumanmu ditinggalin di sana?" jawab Nara yang agak segan menggunakan 'lo-gue' kepada Agas. Padahal kalau sama teman lain, Nara tidak sungkan sama sekali.
"Itu kan sengaja saya taruh di sana buat kamu," jawab Agas dengan santai.
"Tapi kenapa?" tanya Nara heran. Mempertanyakan sikap Agas yang sudah dari beberapa kali bersikap seakan menaruh perhatian lebih pada Nara.
"Memangnya kenapa? Apa salahnya kalau saya mau membantu orang lain?" Agas balik bertanya yang membuat Nara jadi merasa malu sendiri.
"Benar juga," pikir Nara dalam hati. Agas hanya ingin berbuat baik kenapa Nara harus mencurigainya?
"Kalau begitu makasih," ucap Nara sembari membuka tutup botol lalu meminumnya tanpa sungkan lagi karena memang dia sudah sangat kehausan.
Belum selesai minum, Nara melihat Agas sudah melanjutkan joggingnya. Sempat ada pikiran untuk bergabung dengan Agas supaya bisa jogging bersama tetapi segera dia urungkan lagi karena dia ragu apa bisa mencairkan situasi canggung yang mungkin terjadi saat bersama Agas, mengingat Agas bukan orang yang banyak bicara.
Jadi Nara biarkan saja Agas melanjutkan larinya sementara dia sendiri kembali ke bangku taman yang tadi dia duduki.
Setelah istirahat beberapa saat, Nara melanjutkan joggingnya satu putaran lagi sebelum memutuskan untuk pulang. Karena hari pun sudah semakin siang. Dia masih ada janji dengan Mbak Lia untuk pergi ke toko buku berburu novel terbaru dari penulis favoritnya.
Jalanan masih ramai dengan orang-orang yang selesai berlari. Ada juga yang sedang duduk di pinggir-pinggir jalan sambil mengobrol dengan teman mereka sendiri. Nara melewati mereka itu semua dalam diam. Dia berencana pulang dulu untuk ganti baju sambil menunggu Mbak Lia menjemputnya nanti.
Baru saja Nara keluar dari taman dan berjalan sedikit lewat trotoar menuju ke perempatan di depan. Nara berniat untuk pulang naik bus saja karena sepertinya dia tidak cukup tenaga untuk berlari kembali menuju rumahnya, maklum saja dia memang tidak rajin berolahraga.
Nara menunggu di halte bus, bersama dengan beberapa orang yang nampak juga baru selesai jogging. Setelah menunggu beberapa saat, bus pun datang dan berhenti di hadapannya.
Orang-orang buru-buru masuk dengan cepat karena mungkin takut tidak kebagian kursi. Sementara Nara mengantre dengan santai sampai ada gilirannya untuk masuk.
Sayang sekali, lagi-lagi nasib sial kembali menimpanya. Saat kaki kanan Nara baru saja saja naik ke bus, tidak disangka bus itu justru sudah bergerak. Sontak Nara kehilangan keseimbangan dan tubuhnya limbung. Nara sudah pasrah jika dia harus jatuh dan terluka.
Dia memejamkan mata dengan niat untuk bersiap akan rasa sakit yang akan datang.
Brukk!!!
°•• Bersambung ••°
Brukkk!!!Nara merasa ada yang janggal, dia merasa tubuhnya bukan terjatuh ke tanah. Tetapi sesuatu yang lain."Sampai kapan kamu dalam posisi begini?" Suara pelan familiar menggelitik Nara, sontak membuka matanya. Dia menoleh ke belakang dan terkejut ternyata dia jatuh menimpa Agas.Nara buru-buru bangun dan kemudian membantu Agas berdiri. "Maaf, Pak. Eh, maksud saya Agas. Kamu gak papa kan? Gak ada yang luka?"Agas tidak langsung menjawab tetapi dia menatap Nara dengan intens, sampai membuat Nara grogi sendiri."Saya heran deh sama kamu. Kenapa ya setiap ketemu, ada aja kesialan yang kamu alami," kata Agas dengan nada serius.Nara yang mendengarnya, tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Mau tersinggung tapi apa yang dikatakan Agas memang benar. Namun dia juga merasa tidak nyaman dengan perkataan itu.Kalau dipikir-pikir, Nara juga heran pada dirinya sendiri. Kenapa dari dulu, dia sering sekali terkena sial seperti ini. Seperti ada saja hal-hal yang membuat Nara kesulitan. Apa mema
Nara mengernyit sambil berkata, "Dia itu kan orang yang kencan buta sama Agas kan?"Setelah diingat-ingat memang benar tadi itu orang yang sama yang pernah Nara lihat sedang bersama Agas di kafe Star waktu itu. Dia cukup heran dengan kehadiran perempuan itu di sini. Nara pikir setelah diperlakukan dingin oleh Agas perempuan itu akan menyerah ternyata tidak."Ternyata si mbak itu masih gak kapok meski dicuekin Agas di kafe waktu itu," gumam Nara sambil menunggu lift sampai di lantai tujuan. "Tapi gak heran juga sih, Agas itu dari tampang oke, apalagi dari duitnya. Siapa perempuan yang bisa nolak?"Ting!Pintu lift terbuka, Nara keluar dari sana sambil mendorong troli kembali ke kantin untuk melanjutkan pekerjaannya.~~~"Aldi bilang kamu yang menolong saya sewaktu saya pingsan kemarin?" tanya Agas keesokan harinya saat Nara mengantar makan siang Agas ke ruangannya."Saya cuma bantu sedikit, Pak. Selebihnya itu Pak Aldi yang mengurus." Nara menjawab dengan sopan."Biar begitu pun kamu t
Tiba-tiba Agas menyodorkan sebotol minuman mineral pada Nara."Eh?" Nara jadi terbengong-bengong. "Maksudnya apa ini, Pak?""Minum dulu nih. Siapa tahu kamu kurang fokus karena kurang minum air putih," jelas Agas.Sekarang Nara baru mengerti maksud Agas. Untuk kesekian kalinya, Agas kembali menyaksikan tingkah konyol Nara yang terus-terusan membuat dirinya sendiri malu."Saya balik kerja dulu, Pak. Permisi!"Kali ini Nara benar-benar keluar dengan cepat karena tidak tahan terus berada di sana. Dia takut wajahnya benar-benar terbakar karena merasa malu.Baru setelah menutup pintu dan berada di luar ruangan Agas, dia akhirnya bisa bernapas lega."Aduh, Naraaaa ... Sampai kapan lu terus-terusan bikin malu diri sendiri?" Nara mendesah lelah.Tanpa disadari ucapan Nara didengar oleh Pak Aldi yang sudah berada di depannya sambil membawa berkas untuk dibawa masuk ke ruangan Agas."Kenapa Mbak Nara?" tanya Pak Aldi.Nara terkejut dengan kehadiran Pak Aldi. Buru-buru menjawab, "Gak ada apa-apa
"Harusnya aku sadar diri," batin Nara dengan sedih. Pasalnya, dia baru saja menyaksikan Agas berduaan lagi dengan perempuan yang pernah Nara lihat di kafe sebelumnya."Dari penampilannya aja, bisa dilihat kalau dia itu dari keluarga kaya," gumam Nara pelan sekali yang didengar samar oleh Lia, sahabatnya."Ada apa sih? Kok kamu aneh banget dari tadi?" tanya Lia yang masih tidak mengerti apa yang terjadi dengan Nara."Gak ada apa-apa," jawab Nara singkat.Lia tentu tidak percaya pada perkataan Nara namun ekspresi suram di wajah sahabatnya itu, akhirnya Lia memilih untuk memberi Nara waktu."Apa jangan-jangan tadi kamu lihat gebetanmu sama cewek lain?" celetuk Lia asa.Namun justru membuat Nara bereaksi. Tampak matanya melebar karena terkejut dengan celetukan Lia yang tepat pada sasaran."Ah, bener begitu ya?" ujar Lia yang tidak menyangka kalau tebakannya ternyata benar. "Cantik gak ceweknya?" Nara sontak cemberut dengan pertanyaan Lia yang membuatnya makin down. "Cantik banget. Cantik
"Siapa?" ujar Nara pelan sekali saat melihat perempuan hamil itu.Pikirannya mulai menebak-nebak dengan perasaan was-was. Siapa perempuan itu? Apakah istri Agas? Tapi bukannya waktu itu Agas berkencan buta dengan perempuan lain?"Sudah ditungguin dari tadi terus kok gak bawa apa-apa?" kata bumil itu tampak kesal dengan Agas."Loh bukannya tadi kamu yang nyuruh saya masak. Jadi saya gak bawa makanan dong," jawab Agas yang semakin membuat perempuan itu kesal."Maksudnya bahan masakannya Agas," tandas perempuan itu.Agas tampak terpaku. Rupanya dia baru sadar kalau di dapur apartemennya ini tidak pernah diisi bahan masakan karena memang Agas jarang datang ke sini."Nah loh? Baru sadar kan?" sindir perempuan itu, "Ini dedek bayiku udah kelaperan eh malah suruh nunggu lagi.""Salah sendiri kenapa gak makan yang gampang-gampang aja. Apa susahnya sih pesen makanan?" balas Agas yang ikutan jengkel dengan omelan perempuan itu."Ini aku kan lagi ngidam, Gas. Nanti kalau bayiku lahir ileran gima
"Enak banget Gas. Gak nyangka ternyata kamu pinter banget masak ya," ungkap Tasya yang tampak sangat menikmati masakan Agas.Nara mengangguk-angguk setuju. "Iya Pak. Ini benaran enak banget.""Syukurlah kalau suka. Jadi masakan saya tidak dibuang," ucap Agas sambil tersenyum lega.Nara yang melihat senyum itu tampak terpesona. Dia masih benar-benar takjud karena sosok Agas yang biasanya hanya berekspresi datar, ternyata bisa tersenyum juga. Meski ini bukan pertama kalinya Nara melihat senyuman Agas tetapi tdak menghentikannya untuk merasa kagum."Sering-sering aja masak deh Gas. Sayang kalau bakatmu ini tidak digunakan.""Emang kamu pikir saya bukan orang sibuk?" ujar Agas menanggapi perkataan Tasya."Eh, iya juga. Kamu itu kan Pak Ceo terkenal," timpal Tasya dengan nada mengejek."Minta dimasakin suami sendiri aja sana. Heran banget. Biasanya orang ngidam, yang repot itu suaminya kenapa giliranmu saya yang direpotin?" gerutu Agas meski begitu dia tidak memasang ekspresi kesal."Salah
Nara sampai mengucek kedua matanya untuk memastikan apa yang dilihatnya namun tetap tidak berubah."Beneran Mas Adam ternyata," ucap Nara tidak percaya. "Kok bisa-bisanya dia selingkuh dari Mbak Lia?"Mata Nara terus mengikuti pergerakan seorang pria yang Nara sebut sebagai 'Mas Adam' sedang bergandengan tangan dengan seorang perempuan yang berpakaian kurang bahan.Dia terus mengikuti dua orang yang sedang berselingkuh itu dari jauh sambil sesekali merekam dan mengambil foto mereka untuk dijadikan bukti saat dia melaporkan hal ini pada Lia.Nara mengikuti mereka sampai tiba ke apartemen yang sangat Nara kenali. Siapa lagi kalau bukan apartemen sahabat Nara, Lia."Bener-bener keterlaluan Mas Adam," ujar Nara dengan kesal.Pasalnya Adam ini membawa perempuan lain ke tempat tinggal milik Lia. Meski tidak sering ditinggali karena Lia lebih sering tinggal di rumah orangtuanya untuk menemani sang ibu. Tetap saja apartemen ini milik Lia.Kemudian yang terjadi selanjutnya, Nara dibuat terngan
"Maksudnya gimana, Pak?" tanya Nara tidak mengerti dengan perkataan Agas."Saya denger dari obrolan karyawan katanya dia ngasih kamu hadiah.""Hadiah? Kapan?" Nara bertanya balik karena dia tidak merasa pernah mendapatkan hadiah dari Pak Aldi.Tunggu dulu."Maksud bapak, hadiah yang diberikan Pak Aldi itu? Bukannya itu titipan dari Pak Agas sendiri?" jawab Nara apa adanya."Dari saya?" Agas tampak tercengang namun segera sadar. "Maksudnya itu hadiah yang saya titipkan ke Aldi untuk kamu?"Nara mengangguk mengiyakan."Ternyata begitu," ucap Agas dengan canggung. "Saya salah sangka.""Memangnya dari siapa Pak Agas denger gosip seperti itu?" tanya Nara penasaran karena selama ini dia sama sekali tidak mendengar gosip itu."Ada di suatu tempat. Saya minta maaf karena salah sangka," ujar Agas dengan malu."Tidak apa-apa, Pak," jawab Nara dengan santai. "Tapi Pak.""Ya?" Agas memandang Nara seakan menunggu apa yang akan selanjutnya dikatakan."Saya enggak nyangka ternyata bapak juga suka go