Ketika mereka dalam perjalanan pulang, suasana hati Devano tampaknya lebih buruk dari sebelumnya. Raina mengernyit menatapnya. Apakah Devano selalu melalui hari-harinya dengan marah-marah seperti ini? Lelaki itu pasti akan mati muda, pikirnya dengan puas Perjalanan itu berlangsung sedikit lama dan Raina mengantuk mungkin karena pengaruh anggur dari makanan tadi, Raina mulai memejamkan mata dan godaan untuk tidur terasa sangat nikmat. Sebenarnya Raina ingin mengomel kepada Devano apa daya rasa kantuk tidak bisa tertahankan. sepertinya dia mulai mabuk. Sial, Devano memberikan banyak alkohol ke dalam minumannya.Devano mulai khawatir karena rem yang dia injak tidak berfungsi. Berkali-kali Devano mencoba mengerem mobilnya namun tidak ada reaksi. “Sial, siapa yang memotong kabel rem ini?” Devano marah. Lelaki itu coba mengendalikan mobilnya agar tidak terlalu oleng. Sekilas dia melihat Raina yang santai dengan keadaan yang mulai mencekam. Devano menggerutu dalam hati, bisa-bisanya istrin
Raina membuka matanya perlahan. Kepalanya masih ousing bau rumah sakit tercium sangat jelas di hidungnya. Gadis itu masih mengingat dirinya dan Devano mengalami kecelakaan hebat dan suaminya tersebut sempat melindungi dirinya. Apa kabar dengan casanova tersebut? Raina terbangun ketika lengannya merasakan sakit dan tersengat di bagian lengannya.Dia merintih kesakitan. Seorang dokter berpakaian rapi lengkap dengan kemeja putihnya sedang menyuntikkan obat lewat infus. Obat tersebut terasa sakit saat masuk ke dalam tubuhnya. Dokter berkacamata, tampan dan ramah tersebut tersenyum kepadanya."Maaf aku membangunkanmu." lelaki itu tersenyum ramah, "Aku sedang menyuntikkan obat untuk lukamu. Aku sudah berusaha melakukannya selembut mungkin, tetapi sepertinya aku tak selembut yang kukira.” Dokter tesebut terkekeh."Pekenalkan, aku Dokter Richard, aku dokter yang merawatmu kemarin ketika kau dibawa ke sini, Kepalamu pasti sakit ya? Kau terbentur cukup keras, aku menjahit 12 jahitan di sana" Do
Raina masih duduk dan menatap pemandangan dari luar jendela. Perempuan itu merenungi nasib yang sedang dia jalani saat ini. Menikah dengan orang yang tidak dia cintai. Pernikahan ini membuat dia dilema. Seandainya saja kedua orang tuanya hidup pasti Raina tidak akan berhubungan lagi dengan Devano. Sekilas dia melihat bucket mawar merah yang di berikan oleh Roland. Harum sekali bunga ini."Selamat sore, sepertinya kau sudah lebih sehat?” Dokter Richard tiba-tiba masuk kedalam ruangannya sehingga membuyarkan fikiran Raina. Raina hanya membalas dengan senyuman tipis yang ada di bibirnya. Dokter Richard tidak pernah absen untuk memeriksanya. Raina merasa sekarang tubuhnya lebih baikan. Hanya satu yang dia inginkan. Pulang.Dokter Richard dengan jas putih yang melekat di tubuhnya serta steteskop warna hitam yang melingkar di lehernya terlihat sangat mempesona. Raina jadi teringat sosok Roland Orlando. Dokter tersebut sedang memeriksa Raina.“Kondisi anda sudah lumayan stabil tapi saya ha
Devano masih berbincang serius dengan Austin, direktur GND sekaligus teman baik di perusahaan yang telah melesatkan kariernya. Jika Devano menduduki posisi CEOdengan susah payah mengikuti berbagai rangkaian tes, maka Austin sebaliknya. Jabatan direktur yang sekarang dipegangnya karena ayahnya salah satu pemegang saham. Devano atau Austin mungkin sama-sama tak pernah habis pikir bagaimana mereka bisa menjadi teman akrab. Sifat mereka bagai bumi dan langit. Devano yang selalu santai, Austin yang serius. Kesamaan diantara mereka, tentu ketampanan dan daya pikatnya yang membuat.para wanita rela berbaris dan mengejar-ngejar untuk diajak kencan. Austin memiliki postur tubuh jangkung dan atletis, hasil latihan di gym selama bertahun-tahun, rambut cokelat yang selalu terpangkas rapi, iris mata hijau yang mengingatkan pada warna air di Pantai Green Bay, serta kedua lesung pipi yang terlihat bukan hanya saat tersenyum tapi juga ketika dia bicara. Sorot mata yang tajam, membuat dirinya semakin
Raina tidak bisa membendung rasa sakitnya saat ini. Mungkin jalan terbaik adalah pergi meninggalkan Devano. Kali ini dia malu dengan dirinya sendiri. "Kau tampak sedih?”Suara itu membuat Raina terlonjak kaget, dia menoleh dan mendapati Dokter Richard berdiri di pintu, menatapnya cemas, "Apakah kau baik-baik saja?” Tanyanya kembali dengan sorot mata yang tajam.Dokter tersebut tersenyum dan segera memeriksa kondisi Raina, dia penasaran dengan kehidupan Raina meskipun terlalu ikut campur urusan rumah tangga orang lain tetapi ada satu hal yang membuat dia makin penasaran.Kenapa hidupku tidak bisa biasa-biasa saja? Tiba-tiba Raina merasa sedih atas perjalanan hidupnya. Dihadapkan pada Dokter Richard yang selalu tampak ceria dan tanpa beban membuat Raina ingin menangis, dan matanya mulai berkaca-kaca. Ingin sekali dia terjun di dunia medisnya bukan terjerumus di dunia Devano yang arogan."Hei... Hei…!” Seketika dokter Ricahard mendekati ranjang dan menyentuh lengan Raina, "Kenapa, Rain
Hospital 19.00Malam ini Paris turun hujan dengan deras. Kilatan petir terlihat di balik jendela rumah sakit. Tidak ada bintang dan bulan. Raina paling takut dengan suara gelegar petir yang memekakkan telinga. Sebelum orang tuanya ada setiap kali ada petir Raina selalu bersembunyi di balik tubuh hangat mereka meskipun umurnya diatas belasan tahun. Sunyi. Hanya jam dinding yang bersuara. Raina sudah tidak sabar lagi untuk kabur dari Devano. Sesekali dia memainkan jarinya menunggu dokter Richard datang. Raina menggerutu dalam hati, kenapa si dokter ini Ama sekali? Raina takut jika ketahuan dengan Devano. Pasalnya Casanova tersebut seperti memiliki indra ke enam.Malam ini adalah jadwal pemeriksaan Raina oleh Dokter Richard, lelaki itu datang tepat waktu, kali ini membawa perawat perempuan. Raina langsung mengernyitkan dahinya. Untuk apa dia membawa seorang perawat perempuan?Ketika Lana menyadari Dokter Richard memasuki ruangan, dia langsung terduduk tegak dan waspada."Dokter..." Rain
Suasana kota Paris saat ini lumayan sepi. Hujan masih turun dengan derasnya. Raina lega bisa kabur dari Devano, tapi apakah Devano akan menemukannya karena sudah beberapa kali dia kabur selalu tertangkap basah olehnya. Di lain sisi dia senang bisa memakai baju seorang perawat. Dokter Richard mengendarai mobilnya dengan tenang menembus kensunyian jalan raya, mereka lalu tiba di belokan ke luar kota, menuju jalanan yang masih sepi. Raina yang selama ini diam karena menahan rasa tegang dalam perjalanan menoleh dan menatap Dokter Richard penuh rasa ingin tahu,"Terima kasih atas bantuannya. Saya tidak tahu harus bilang apa lagi selain rasa terima kasih saya. Oh iya, kita akan kemana dokter?" Rasa penasaran muncul di otak Raina. Apakah dia akan membawanya di rumah atau hotel. Astaga, jika hotel Raina sedikit trauma.Dokter Richard menoleh lalu tersenyum manis, "Ke rumah di pinggiran kota, tempatnya seperti villa di pegunungan, kau akan aman di sana dan Tuan Devano tidak akan bisa menjangk
Suasana di ruang CCTV terlihat sangat tegang. Para IT rumah sakit masih sibuk menyelusuri kejadian di mana Raina kabur dari rumah sakit. Devano dengan muka yang serius masih terus menatap layar. Segera mungkin Devano tahu dengan siapa Raina kabur. Setelah lima belas menit barulah terlihat Raina dengan memakai baju perawat sedang di gandeng tangannya oleh Mr Kay alias Dr Richard.Devano sangat geram apa yang di lakukan mereka. Terutama Raina. Bodoh sekali perempuan itu. Tangannya tidak henti-hentinya mengepalkan kedua tangannya. Urat nadi terlihat jelas di tubuh Devano. Devano menggebrak meja. Kemarahannya tidak bisa dia bendung. Raina harus di beri pelajaran karena sudah mulai melawan Devano.“Apakah CCTV ini real?” Tanya Devano sedikit terengah, berharap kalau ini tidak nyata adanya.“CCTV ini sangat real, Tuan Devano. Di gambar itu terlihat jelas bahwa istri anda tengah bersama dokter Richard.”Devano langsung bangkit dan memegang kerah petugas IT. Jawaban yang dia lontarkan membuat