Gina mengerutkan keningnya begitu dia melihat satu notifikasi di salah satu aplikasi yang ada di ponselnya.IM_Sri"Siapa?" ujarnya pelan begitu melihat nama akun."Bodo amatlah!" lanjutnya tanpa membuka pesan itu karena dia pikir, itu pasti akun akun yang mempromosikan suatu produk.Sementara orang yang mengirim pesan sudah mondar mandir seperti setrikaan menunggu pesannya di baca dan di balas. Tangannya bahkan masih belum di cuci dan bungkus nasi padangnya masih terpampang nyata di atas meja sofa di ruang tamu."Baca dong, Pela!" ujarnya geram ke arah ponselnya.Bolak balik buka pesan yang di kirim tetap belum terbaca. Melda sampai geram pada ponselnya sendiri sampai sampai dia ingin mencampakkan ponselnya tapi urung karena teringat ponsel baru."Kurang ajar, apa dia sengaja nggak baca yah?" gumamnya sedikit marah.****Dua hari tidak ada balasan membuat Melda uring-uringan.Karena sudah tidak sabar, dia mengirimkan pesan sekali lagi dan kali ini di sertai dengan sebuah foto.Sapu t
Aneh tapi nyata.Akhir akhir ini pandangan beberapa teman sekantor Gina sedikit berbeda. Entah karena apa, Gina tidak tahu.Kadang mereka serius sekali bergosip tapi ketika Gina mendekat, mereka langsung diam dan berdehem lalu mengganti topik.Gina bukan wanita bodoh yang tidak bisa mengerti bahasa tubuh seperti itu.Jujur saja, perasaannya tidak nyaman.Pengen labrak tapi kalau dugaan salah kan gawat. Pokoknya serba salah."Bodo amatlah. Terserah mereka mau jadiin aku bahan gosip. Menggosip lah sampai bibir kalian dower. Toh, kalau kalian gosipin aku berkahnya sama aku."Kalimat penguatan untuk diri sendiri setiap kali dia melihat rekan rekannya berkumpul dan seperti berbisik bisik apalagi saat dirinya lewat.Sebenarnya,Gina juga sedikit stress akhir akhir ini di karenakan teror yang terus menerus datang melalui akun akun tak jelas di media sosialnya. Bahkan untuk menghindari itu semua, dia sudah setting private semua akunnya.Aplikasi messenger yang sering menerima pesan kini sudah
Tetes demi tetes air mata mengalir dari mata Gina.Hari ini, dia dapat kabar berita dari Rafael kalau Melda sudah melahirkan bayi laki-laki.Walau sebenarnya dia sudah benar-benar memutuskan hubungan dan berusaha membuang perasaan pada Abian, tapi mendengar kabar ini, dia masih merasa sedih.Walau selama bersama Abian belum ada pembicaraan mereka pada hal hal pernikahan dan rumah tangga sewaktu pacaran, tapi sesekali Gina sudah membayangkan bagaimana dia menjadi istri lalu menjadi ibu dari anak anak lucu Abian.Bahkan dia sudah mengarang beberapa nama untuk anak laki-laki dan perempuan."Selamat Abian, tapi jujur, ini sangat sakit!" ucapnya seraya mengusap dadanya yang terasa sesak karena menahan kesedihan.Butuh waktu sedikit lama untuk merenungi nasibnya yang tidak jadi menjadi ibu dari anak-anak Abian.Karena lelah, dia langsung terlelap tanpa sadar belum menjawab pesan Rafael dari sejam yang lalu.****Matanya sedikit bengkak namun bisa di akali dengan mekap yang di pertebal dari
"Nggak lah, Bu. Gina senang kok," ujar Gina sambil tersenyum.Biasalah, perasaan seorang ibu. Ibunya Gina selalu saja khawatir melihat Gina yang betah di rumah selama tiga bulan ini tanpa ada penghasilan. Padahal biasanya gadis itu akan mendapat gaji bulanan. Tentu saja hal ini membuat perasaan sang ibu tidak enak dan merasa bersalah. Itu sebabnya dia selalu menanyakan apakah Gina senang atau tidak tinggal bersamanya."Gina juga udah jenuh sebenarnya kemarin itu, Bu. Lingkungan kerja Gina udah nggak menyenangkan lagi. Disana saling menjatuhkan agar bisa naik jabatan. Biasalah, jadi penjilat," ujar Gina berbohong."Mau cari kerja di tempat lain, susah. Kalau di panggil wawancara, segan sama boss mau minta ijin. mau langsung berhenti kerja, belum tentu bisa dapat kerjaan baru dnegan segera. Karena sekarang sangat susah Bu dapat kerja. Banyak bangat yang pengangguran. Teman satu kos Gina aja ada tiga atau empat ornag perempuan yang tiap hari kesana kemari cai kerja tapi nggak dapet-dapet
"Apa maksudmu?" tanya Abian dengan suara tertahan.Dia sedang menggendong anaknya Arion ketika mendengar barisan kalimat yang keluar dari mulut istrinya."Keluar kota terus kerjamu. Sengaja kau pasti kan? Mau singgah singgah juga kau di tempat mantanmu itu," jawab Melda.Benar benar wanita gila. Bisa bisanya di berpikir begitu padahal ada surat elektronik jelas yang masuk ke email Abian dan dia juga membacanya.Memang, akhir akhir ini, Abian semakin sering di tugaskan ke luar kota selama tiga atau empat hari bahkan satu minggu.Awalnya Melda senang, karena akan ada banyak pemasukan.Abian akan menagihkan biaya perjalanan dan biaya penginapan ke kantor padahal dia akan mengemudikan mobilnya sendiri dan sering menginap di tempat yang bayarannya murah.Sejak menikah, ketika dia di utus ke luar kota, dia tidak dapat menikmati fasilitas yang di berikan oleh kantor lagi karena harus memikirkan setoran yang lebih banyak ke kas negara rumah tangganya.Bahkan jika hanya dua hari satu malam, di
Tiga tahun berlalu.Gina kembali ke kota dengan tujuan untuk mengais rejeki yang lebih baik dari pada rejeki yang dia dapatkan di kota kelahirannya.Kali ini, dia datang tidak sendirian tapi bersama ibunya setelah seminggu lalu dia datang untuk mencari rumah kontrakan.Tidak mungkin kamar kos lagi karena dirinya akan tinggal berdua dengan ibunya.Ya.Hanya berduaAyahnya kemana?Hampir dua tahun setelah kepergian sang ayah menghadap sang pencipta.Hal yang tidak pernah terpikirkan oleh siapa pun karena ibunya lah yang selama ini sakit sakitan.Setelah kepergian sang ayah, Gina bertahan di rumah ibunya karena ibunya masih bersedih dan tidak mau pergi jauh dari rumah yang sudah di tempati puluhan tahun bersama sang suami. Karena itu, Gina mencoba mencari pekerjaan di kota kelahirannya walau dengan upah yang sedikit karena kota ini tidak sebesar kota sebelumnya dia merantau.Melihat Gina yang bekerja dari pagi hingga sore tapi tidak banyak penghasilan.Kasihan sekali!Dan baru baru ini,
CanggungPertemuan dua orang yang 'mungkin' masih saling mencintai tetapi harus berpisah karena suatu hal yang mereka tidak inginkan."Apa kabar?"Gina tersenyum simpul, "As you see, aku baik," jawabnya tanpa berniat mengajukan pertanyaan yang sama pada Abian.Di pikirannya sekarang, bagaimana cara agar Abian segera pergi dari hadapannya. Tidak mungkin dia yang pergi karena pesanannya saja belum datang sementara perutnya sudah minta di isi juga."Dulu, Rafael pernah bilang kalau kamu pulang kampung dan menetap di sana. Kapan balik kesini lagi?" tanya Abian memulai. Masih tetap terasa canggung dan mereka berdua seperti orang asing yang baru saja di pertemukan di sebuah blind date."Baru sebulanan. Mau mencoba cari peruntungan lagi disini."Kali ini Gina menjawab lebih panjang."Terima kasih," ujarnya pada pelayan yang mengantarkan pesanannya."Mau makan juga? Sudah pesan?" burunya pada Abian."Hmm, silahkan duluan."Gina menyuapkan satu sendok makanan ke mulutnya. Mengunyah pelan dalam
Cerahnya matahari pagi tidak bisa mengalahkan kecerahan yang terpancar dari wajah Gina.Akhirnya, setelah penantian panjang, hari ini dia akan mulai bekerja lagi di sebuah perusahaan besar di kota ini.Kemarin dia sudah di panggil untuk wawancara lagi dan dinyatakan di terima bekerja mulai hari ini."Anak bontot Ibu makin cantik saja," ujar ibunya saat wanita tua itu melihat Gina berputar di sebuah cermin untuk memastikan penampilannya."Siapa dulu dong ibunya," balas Gina tak kalah memuji. "Lihat ini, Gina mirip sekali sama ibu, kan?"Dia memeluk ibunya dan membawa ibunya untuk melihat diri mereka berdua di dalam cermin.Memang benar, keduanya sangat mirip. Dari tiga bersaudara, Gina lah yang paling mirip dengan ibunya. Kedua kakaknya paling hanya mengambil sedikit dari ibu, entah itu rambut atau bentuk hidung, selainnya semua di comot dari ayah mereka."Ya, karena miripnya. Ibu takut kamu bernasib sama dengan Ibu," ujar wanita tua itu dengan sendu.Gina memandang ibunya melalui cerm