Share

3. CEPATLAH DATANG

"Hufff!"

Gina mendesah setelah dia terbangun dan menyadari keadaannya sendiri. Ingatannya kembali ke kejadian tadi malam dan dia semakin mendesah lagi karena kecewa dan malu pada diri sendiri.

Apakah dia sebegitu rindunya bermesraan sampai sampai membayangkan hal romantis dan panas tadi malam? Memanasi diri sendiri dan membayangkan tangan Abian yang membelai tubuhnya.

"Memalukan sekali!" umpatnya pelan seraya meninju bantalnya beberapa kali hingga dia kelelahan dan menelungkupkan badannya beberapa saat dengan nafas yang tersengal.

Dia meraih ponselnya dan melihat tanda ceklis satu di room chatnya dengan Abian.

"Tidak bisa di biarkan, aku harus cek kesana," gumamnya seraya bergegas dari kasur dan berjalan langsung ke kamar mandi dengan keadaan telanjang.

Gina langsung membersihkan dirinya dan sudah bertekad akan mengunjungi Abian di rumahnya karena khawatir. Dalam pikirannya, mungkin saja Abian sakit karena lupa makan sampai-sampai ponselnya power off.

Sementara, pria yang sedang dia khawatirkan juga buru-buru ke kamar mandi dan membawa ponselnya yang satu lagi.

Tidak lupa dia silent ponsel dan mengunci pintu kamar mandi dari dalam untuk menghindari Melda tiba-tiba masuk.

Abian:

[Yang, sorry tadi malam nggak kabarin kamu. Ibuku lagi di rumah. Jadi aku nggak perhatikan ponsel yang lowbat]

Abian segera mengirim pesan dan tak sabar karena pesannya tidak langsung berubah centang biru.

Pria itu menekan tombol panggil karena khawatir Gina tidak mendengar bunyi pesan masuk di ponselnya. Yang lebih di khawatirkan sekarang adalah, bagaimana jika Gina sedang dalam perjalanan ke rumahnya seperti biasanya ketika dia tidak bisa di hubungi.

"Yang, kamu dimana, sih? Jangan sampai kamu kesini," gumamnya seraya mondar mandir di dalam kamar mandi.

Kaki Abian sudah bergetar karena dia benar-benar takut Gina datang ke rumahnya. Tiga kali panggilan tidak terjawab menambah ketakutannya. Dia berharap pesan yang dia kirim di baca oleh Gina. Karena, Abian tahu, jika Gina sudah membacanya, kekasihnya itu akan langsung putar arah. Alasannya, Gina belum mau bertemu dengan keluarga Abian, siapapun itu. Baik adik perempuan, adik laki-laki bahkan paman dan bibi Abian yang tinggal di kota yang sama.

Bagi Gina, jika sudah bertemu keluarga, berarti sudah menuju jenjang pernikahan. Sementara, wanita itu masih ingin menikmati masa muda untuk tiga tahun lagi.

Sama halnya dengan Abian, Gina juga tidak pernah memperkenalkan Abian kepada keluarganya. Dan beruntung bagi keduanya, karena keluarga inti masing-masing tinggal di kota yang berbeda dengan mereka.

Abian:

[Yang, kamu dimana? Baca pesan aku]

Pria itu mendesah lega begitu pesannya tercentang biru dan tak lama, masuk panggilan video dari Gina.

"Pagi Yang!" sapa Abian dengan memelankan suaranya.

"Kamu lagi dimana? Kok buka baju?" tanya Gina melihat keadaan Abian.

"Lagi di kamar mandi, mau mandi. Kamu baru mandi?" tanya Abian balik melihat handuk yang bertengger membungkus kepala kekasihnya itu.

Gina mengangguk membalas. Lalu wanita itu meletakkan ponselnya di atas meja rias kecil di kamar kosnya dan mulai ritual merawat tubuhnya.

"Yang, belum pake baju?" tanya Abian menelan ludahnya sendiri begitu melihat paha Gina yang sedang di oles body care.

"Baru aja keluar kamar mandi karena dengar suara hape. Belum sempat pake baju. Kenapa?" tanya Gina dan dia iseng menaikkan sedikit handuknya hingga ke pangkal pahanya.

"Ibu kamu kapan datangnya?" tanyanya pura-pura tidak melihat penderitaan Abian di seberang sana.

"Kemarin sore. Datang tanpa bilang-bilang. Padahal aku udah semangat bangat berangkat ke bukit. Aku udah olah raga biar kuat hadapin kamu malamnya, eh, malah ambyar," ujar Abian dan menunjukkan raut sendu.

Gina hanya tersenyum polos menanggapi karena sudah tahu apa maksud dari kalimat kekasihnya itu.

Dia meneruskan kegiatannya, mengoles seluruh kaki dan tangannya lalu bagian leher turun hingga ke dadanya.

"Ibu kamu sampai kapan disini?" tanya Gina

"Kenapa? Udah kangen aku yah!" ledek Abian sambil menaik turunkan alisnya.

"Hmmm,"

Gina gadis polos yang sangat mencintai Abian tidak bisa berbasa-basi. Mengatakan sejujurnya apa yang tengah dia rasakan.

"Tadi malam aku gak bisa tidur karena nungguin chat kamu. Pengen rasanya aku kesana tapi udah kemalaman. Kamu kok bisa lupa sih ngabarin aku? Padahal aku udah packing buat ke bukit, udah beli cemilan dan beli itu," ujarnya merengek manja.

"Apa?" tanya Abian dengan wajah nakal.

"Iniiiii," kata Gina sambil meraih sesuatu dari saku tas di atas meja rias.

Bian tersenyum melihat kekasihnya itu. Benda keramat pesanannya ternyata di sediakan ternyata.

"Buka handuk kamu dikit, Yang!" pintanya memelas. Dia juga menurunkan arah kamera hingga sedikit mengintip area bawahnya.

"Pegang dia untukku!" titahnya lagi pada Gina begitu Gina membuka handuknya dan wanita itu mengikuti kemauan Abian.

"Angkat tinggi, Yang!" pinta Abian lagi.

Gina berdiri dan melepas handuknya hingga terjatuh dan dia berjalan ke arah tempat tidur. Membaringkan tubuhnya dalam keadaan polos dan menyorot dari kepala hingga kaki, menunjukkan pada Abian bahwasanya dia sangat indah membuat Abian menegang di ujung sana dan melakukan solo running.

Keduanya memuaskan diri masing-masing dengan erangan seolah-olah kedua kutup mereka saling bertemu.

"Tunggu aku hari ini, siang atau sore aku ke kost kamu dan bersiaplah!" ujar Abian dan di jawab dengan senyuman malu-malu oleh Gina.

"Cepatlah, aku udah tidak tahan lagi," ujar wanita itu sangat berani.

****

"Iya," jawab Abian cuek saat kalimat demi kalimat ibunya menyapa gendang telinganya.

Tangannya tak berhenti memainkan game di ponselnya sementara Melda duduk di sampingnya dengan tatapan tidak suka karena Abian begitu mengabaikan semua wejangan orang tuanya.

"Hape kamu, Beb. Turunin!" titah Melda sambil memukul pelan lengan Abian.

"Ck! Nanggung!" jawab pria itu seraya terus memainkan gamenya membuat sang ibu menggeleng karena hal ini sudah ribuan kali ia lihat bahkan mulutnya sudah berbuih menasehati putra sulungnya itu tetapi sampai hari ini masih sama juga.

"Nggak sopan, Beb!" ujar Melda dan langsung merampas ponsel itu. Menyembunyikan di dalam bajunya karena yakin Abian tidak akan menggeledah bagian dalam pakaiannya.

"Kalau orang tua lagi bicara, dengarkan dengan baik dan sopan lah sedikit. Kebiasaan kamu ini harus di rubah sedikit-sedikit. Ingat, kamu udah menikah dan mungkin akan punya anak sebentar lagi. Apa yang akan di tiru anak kamu dari papanya kalau kamu masih tetap seperti ini?"

Roma tersenyum bangga pada menantunya itu. Benar, harus ada yang bisa melawan kebiasaan Abian. Dan ternyata, menyetujui Melda menikah dengan Abian bukanlah keputusan yang salah.

Walau menggerutu, Abian tidak bisa berbuat apa-apa. Dia melipat tangan di dada dan menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.

Sambil menatap ibunya dia bertanya, "Ibu sama Bapak kapan pulang?"

Puk

Satu pukulan kembali mendarat di lengan Abian dan kali ini lebih keras dari yang sebelumnya.

"Kamu yah Beb, pertanyaan kamu kayak kamu mau usir Mama dan bapak aja. Emangnya kenapa kalau mereka tinggal disini? Kamu keberatan?"

"Bukan karena keberatan. Mereka kan belum pensiun. Masa cuti terus, nanti di kira makan gaji buta."

"Tap--"

"Hallah, alasan kamu Abian. Bilang aja kamu mau menikmati masa-masa pengantin baru," ledek ibunya sekaligus memotong ucapan Melda.

Sebenarnya, Melda hanya sedang akting. Dalam hati, dia juga sudah berharap agar kedua mertuanya pulang ke kota mereka sendiri.

Kan segan juga kalau masih ada orang tua. Mau mendesah keenakan pun harus di tahan-tahan. Mau raba-raba sedikit di segala penjuru rumah juga tidak bebas. Jangankan raba meraba, tiduran di paha Abian sambil nonton tivi kayaknya gak pas karena pasti mata orang tua langsung menajam di ikuti dengan wejangan yang menyangkut tata krama jaman purba kala.

"Besok Ibu dan bapak pulang. Udah izin satu hari bolos kerja," lanjut Roma.

Roma dan suaminya -Ilham adalah seorang pegawai negeri. Roma di kantor pemerintah sementara Ilham sebagai guru di sebuah sekolah dasar.

Keduanya memiliki tiga orang anak, Abian adalah yang pertama dan Daniel yang kedua di ikuti Lastri paling bungsu.

Daniel dan Lastri masih tinggal bersama kedua orang tua karena mereka bekerja di kota yang sama sebagai guru honor. Sementara Abian, dari selesai wisuda sudah memutuskan untuk tidak kembali ke kota asalnya dan mencari peruntungan di kota tempat ia kuliah.

Imelda Sri adalah seorang anak kuliahan yang sering lewat dari rumah Abian dulu. Sering saling pandang akhirnya membuat dua orang itu memutuskan untuk berkenalan dan semakin nyaman setiap harinya lalu memutuskan untuk mulai berpacaran.

Selama kuliah tiga tahunan dan bekerja setahun mereka melewati berbagai tantangan dalam hubungan percintaan. Ego masing-masing sangat kuat hingga membuat mereka memutuskan hubungan karena tidak ada yang mengalah.

Saat mereka masih berpacaran, Melda sudah bertemu beberapa kali dengan orang tua dan adik-adik Abian.

Kedua adiknya dulu tinggal bersama Abian karena sekolah di kota yang sama membuat orang tua Abian memutuskan untuk membeli rumah tempat tinggal anak-anaknya dan itulah yang di tinggali Abian sekarang.

Ketika bertemu dengan orang tua Abian, Melda adalah gadis ceria dan penyayang. Sangat piawai mengambil hati orang lain dan itulah yang membuat keluarga Abian sayang padanya dan berharap agar wanita itu yang menjadi menantunya.

Lama menunggu, ternyata Melda sendirilah yang datang pada ibunya Abian. Meminta restu karena Abian mulai berubah. Jika mereka sudah terikat, maka Melda berjanji akan mengubah Abian menjadi orang yang lebih baik lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status