"Halah. Yakin kamu Cand, Ulahnya dia semakin membuatmu jatuh cinta?" tanya Heni mulai kembali sinis.
Candra mengangguk cepat,"Inshaallah Candra yakin,"
"Mamah sih gak percaya, paling nanti kamu juga gak tahan dengan berbagai macam ulahnya Ayana. Secara dia kan beda dari kedua anak mamah ini, dia bandelnya gak ketulungan. Pintar juga kagak, cinta apanya kamu?" cerocos Heni.
Nafsu makan Ayana seketika turun drastis. Ia cepat-cepat meneguk segelas air untuk menetralisir rasa sakit hatinya mendengar ucapan sang ibu.
"Saya mencintainya karena Allah, saya menerima dia apa adanya sejak akad pernikahan kita. Saya suaminya yang akan merubah sikap buruknya, mamah tenang saja, karena saya mencintainya setulus dan sepenuh hati saya karena Allah" jawab Candra dengan tenang. Seketika suasana berubah seketika, kecanggungan tercipta diantara mereka.
"Ah, rupanya ayah gak salah memilih kamu sebagai pendamping putri saya" ucap Herlan lega.
"Yakin kamu C
"Nanti gue turun sekitar sepuluh langkah dari acara itu, lo boleh pulang" ujar Ayana ditengah-tengah perjalanan mereka."Kenapa?" tanya Candra heran. Untuk apa ia pulang jika tak bersamanya? Bukankah ini kali pertamanya kembali bisa berdua dengan Ayana setelah beberapa hari lalu ia menghindar tanpa alasan padanya."Eh lo gila! Gue kan gak mau semua teman-teman gue tau kalau lo sama gue itu suami istri. Kitakan musuh, apa kata mereka coba" jawab Ayana nada tinggi. Tangannya mengetuk keras helm Candra."Iya deh, yang penting kamu gak jauhin saya lagi" gumam Candra pasrah.Ia pun menurunkan Ayana tepat di tempat yang Ayana mau, sepuluh langkah dari keramaian."Thanks, lo boleh pulang gih. Gue juga paling sampai jam sepuluh," ujar Ayana mengembalikan helm yang ia pakai pada Candra."Enggak, kita pulang bareng. Saya tunggu kamu, tenang saja saya akan menjauh dari siapa pun yang kamu kenal. Saya akan memperhatikan kamu dari kejauhan," Candra menol
Dikediaman Herlan ...Herlan nampak berkacak pinggang memandang tajam ibu dan anak yang sama-sama meremehkan putri bungsunya itu."Apa tujuan dan maksud kalian menjelekkannya?" tanya Herlan masih menahan emosi.Heni menunduk, ia tak berani menjawab pertanyaan suaminya yang jika ia menjawab akan selalu dianggap salah."JAWAB!" bentak Herlan membuat keduanya tersentak. Asa yang baru saja kembali memasuki rumah, hanya melirik sekilas kemudian ia pergi begitu saja kedalam kamar. Enggan untuk ikut campur dalam masalah ini."Adinda kenapa kau diam? Bukannya tadi kau lancar sekali berbicara menjelekkan adikmu sendiri di depan suaminya" seru Herlan menghampiri Adinda yang masih terdiam dengan memendung air mata.Dihadapkannya Adinda kearahnya sehingga membuat tubuh kecilnya bergetar ketakutan."Ayah kecewa sama kamu, mengapa kamu bisa bertingkah sejauh ini? Apa yang pernah adikmu lakukan hingga kamu membencinya?" tanya Herlan menatap serius p
Sebaliknya Candra dari kamar mandi, Ayana masih saja berada ditempat yang sama dengan degup jantung yang berpacu begitu cepat. Pipinya bahkan masih merah merona bak tomat rebus."Mau tidur lagi atau ikut shalat sunah dulu dengan saya?" tanya Candra.Ayana mendongak. "Emm ... Ti ...ti ... dur saja deh" jawab Ayana gugup."Yakin nih tidur atau mau buka internet. Biasanyakan malam kenceng banget sinyalnya, yakin nih tidur?" tanya Candra dengan tatapan tak yakin jika Ayana akan kembali tidur dengan pemikiran yang masih semberaut seperti itu."Ya, ya ... Iya emang kenceng banget. Bagus nih lo ingetin, bisa lanjut nonton film action nih" seru Ayana cepat. Ia seakan mendapat pencerahan, kembali diingatkan dengan tontonan film action yang belum sempat ia selesaikan.Candra menggeleng, tak habis pikir dengan tingkah Ayana yang hampir semua isi otaknya didominasi dengan urusan dunia. Ya walau tak sepenuhnya sih, tapi tetap saja kebiasaan itu haru
Pancaran sinar mentari pagi ini begitu sangat cerah menghangatkan jiwa, namun tidak bagi Adinda yang masih terpenjara rasa.Ia begitu tak bersemangat sekali menjalani pagi ini, memulai harinya tanpa ikut bersarapan bersama ayah ibu dan abangnya ia lakukan. Kali ini sengaja ia berangkat agak siang menuju rumah sakit, tak seperti biasanya yang berangkat lebih awal demi melihat Candra lebih lama lagi.Langkah kakinya mengayun lambat menuju ruangan dengan kepala sengaja ia tundukan. Rasanya tak begitu berani berjalan tegak seperti biasanya, menyapa beberapa nakes dengan ramah."Dokter Adinda, kenapa baru datang?" tanya Dokter Qori ketika mereka berpapasan dilorong rumah sakit.Adinda mendongak lesu. Ia menatap dokter Qori malas, kemudian berjalan melewatinya tanpa menjawab pertanyaan dokter Qori."Aneh," gumam dokter Qori berbalik mengikuti langkah Adinda."Tunggu dokter, hari ini tugas kamu banyak. IGD hari ini penuh," ucap do
Lain halnya dengan Adinda yang suasananya hatinya kini tak karuan, Ayana kini justru merasakan sesuatu hal yang berbanding dengan sang kakak.Hari ini dirinya begitu sangat merasa bahagia setelah apa yang dilakukan Candra padanya. Begitu lembut dan sopan, bahkan kebahagiaan itu turut ia bawa kekampusnya.Semua para penghuni kampus pun merasa kebingungan saat melihat Ayana yang begitu ramah, sisi kegarangannya pun nampak nyaris tak ada hari ini.Semua orang nampak bertanya-tanya dalam hati, ada apa dan kenapa kok bisa seorang preman kampus hari ini nampak begitu ramah sekali bahkan sam adik kampus pun Ayana tak segan menyapa dan membantu beberapa orang yang membutuhkan bantuannya."Ekhem tumben nih seorang Ayana mau berbaik hati membantu sesama," sindir Guntur saat ia sengaja menemui Ayana yang tengah membantu pak Tama memindahkan bangku ke gudang."Kagak usah nyindir deh, lo mending bantu kita gotong nih bangku" seru Ayana."Eh, eh hati-hati
Suasana cafe milik Ilham, sahabat geng Aster itu kian petang semakin kian ramai pengunjung. Asep dan teman-temannya pun begitu takjub dengan apa yang terjadi, hampir semua meja terisi penuh dengan para anak remaja dan sepasang kekasih yang sedang asik menikmati hidangan di cafe ini maupun asik berfoto di spot-spot yang instagramabel banget."Wah Ham, bener-bener nih lo jiwa pengusahanya emang ada," takjub Leo dengan mengacungkan kedua jempolnya.Ilham pun mengibaskan rambut sebahunya dengan begitu so kerennya. "Harus dong, orang kaya itu terlahir dari orang miskin tersakiti" jawab Ilham dengan kedua tangannya bersedekap dada."Sombong amat!" seru Asep dan Marteen bersamaan. Cengiran kuda Ilham berikan mereka sebagai jawaban dari ucapannya barusan.Sedikit bercerita tentang Ilham, sahabat mereka yang dulu pernah bergabung di geng Aster sewaktu SMA namun Ilham yang terlahir dari keluarga tak mampu mengharuskannya bekerja keras setiap hari untuk memenuhi keb
"Hoam ..." Ayana terbangun dari tidurnya saat udara dingin ia rasakan kali ini.Matanya mengerjap-ngerjap melihat jam dinding yang baru saja menunjukkan pukul setengah empat pagi."Belum pagi, tidur lagi aja deh" gumam Ayana kembali menggulung selimut tebalnya pada tubuh mungilnya.Udara yang teramat dingin begitu terasa mendukungnya untuk terus berlama-lama bergelung di selimut tersebut.Baru saja matanya terpejam, rasa mulas yang tak tertahankan di perutnya membuat ia terpaksa untuk kembali membuka mata. Lantas ia terbangun dan segera berlari menuju kamar mandi.Sepuluh menit berlalu, Ayana pun kini baru saja keluar dari kamar mandi. Langkah kakinya sengaja ia perlambat saat untuk kesekian kalinya Ayana kembali mendengar suara merdu Candra yang tengah melantunkan ayat suci Al-qur'annya.Diam-diam ia berdiri di ambang pintu kamar Candra yang terbuka. Melihat Candra yang begitu fokus membaca ayat demi ayat dengan begitu lancar membuat diriny
Perdebatan kecil menemani langkah Ayana dan Candra saat ini, kala keduanya berjalan menyusuri lorong rumah sakit.Setiap orang yang berpapasan dengan mereka hanya tersenyum geli, sedangkan Ayana kini nampak begitu cemberut."Tau gini, gue tadi jalan kaki aja sekalian atau minta si Guntur buat jemput!" Ayana terus saja menggerutu kesal saat mengingat ucapan Haris tadi yang mengatakan bahwa motor Candra sedang dalam perbaikan di bengkel."Udahlah gak usah marah-marah gitu, Mas kan bisa antar kamu" kekeh Candra dengan begitu sabarnya menghadapi kemarahan Ayana."Mas,Mas! Lo bukan Mas gue!" bentak Ayana yang seketika semua pasang mata beralih menatap mereka.Dengan menahan malu, Candra mendekap mulut Ayana sembari berbisik. "Jangan bentak-bentak, ini di depan umum. Kamu mau status kita terbongkar?""Ya enggalah!" jawab Ayana melepas paksa dekapan tangan Candra dimulutnya.Candra tersenyum, lalu ia menyeret Ayana agar segera ikut dengannya