Almeera menatap tajam kepada Nora yang berdiri dengan wajah sama terkejutnya dengan dirinya, kepalanya berpikir cepat dan keras untuk menemukan jalan keluar akibat dari kebohongannya. Almeera berjalan mendekati Nora, dengan santainya dia tersenyum sinis, “Bila kau berani bilang apa yang kau lihat dan ketahui, lihatlah apa yang bisa aku lakukan untuk menyeretmu keluar dari sini secara tidak terhormat,” kata Almeera. “Maksudmu?” tanaya Nora. “Yahh, kau tidak akan bisa membayangkan apa yang bisa aku perbuat, aku masih mengkasihani dirimu, karena itu aku membiarkanmu masih disini, tapi aku pastikan kau tidak akan senang bila tahu apa yang akan ku lakukan bila kau bertingkah,” ancan Almeera. Nora hanya menelan ludahnya, dia tahu Almeera tidak main-main dengan ucapannya, dan itu terlihat dari matanya yang menatapnya tajam, “Kau wanita yang mengerikan Almeera, teganya kau membohongi Tian,”kata Nora. “Sudahlah lebih baik kau jangan banyak bicara, lebih baik kau keluar dari kam
“Apa maksudmu berbicara seperti itu?” tanya Tian pada Nora. Nora terdiam sejenak lalu menatap Tian, “Ehmm, a-aku tidak sengaja masuk ke kamar Almeera dan melihat kain yang dijahit untuk…” kata Nora tergagap. “Sudahlah Nora, mengapa kau tega membawa kehamilan Almeera untuk alasan perceraian kita,” potong Tian. Nora tidak percaya dengan apa yang dia dengar, Tian menuduhnya berbohong tentang kehamilan Almeera, “Kau menuduhku berbohong?” kata Nora masih dengan wajah terkejut. “Bukan begitu, aku tahu kau membenci Almeera, tapi aku melihat bukti USGnya saat dia memberitahukanku bahwa dia hamil,” kata Tian. “Tapi aku melihat dengan kepala mataku sendiri kalau dia…” kata-kata Nora terpotong lagi. “Kita akan bicarakan ini di rumah,” kata Tian sambil melirik Tomi. “Tapi..aku belum selesai bicara,” kata Nora sambil menarik tangan Tian dengan wajah panic. Tian mencoba melepaskan genggaman Nora, “Aku sudah bilang, kita akan bicara di rumah,” kata Tian lagi sambil berjalan meni
Nora masih memandangi surat yang dia ambil dari amplop coklat itu, satu persatu Nora baca surat yang Tian suruh untuk dia tanda tangani, berulang-ulang Nora baca dari awal sampai akhir “Surat Perjanjian Cerai Antara Bastian Abimana Winata Dengan Lairana Nora” judul surat itu. Surat yang dibikin Tian di hadapan pengacaranya seperti sudah di rencanakan Tian jauh-jauh hari untuk dirinya, isinya sesuai dengan yang Tian katakana tempo hari padanya, saat bercerai Tian akan memberikan Rumah, salah satu anak perusahaannya dan sejumlah uang yang lebih dari cukup untuknya sebagai kompensasi, namun persyaratannya adalah bahwa Nora tidak boleh memberitahukan siapapun termasuk orang tuanya atas perceraian mereka selama dua tahun, Nora tersenyum putus asa membacanya, “Bagaimana bisa mereka melakukan ini padaku,” batinnya dalam hati. “Tok..tok..tok,” pintu kamar Nora di ketuk seseorang, Nora berjalan dengan enggan, membuka pintu kamarnya dan melihat Almeera berdiri di depan kamarnya dengan m
Nora keluar dari ruang dokter dengan wajahnya yang pucat, di tangannya masih tergenggam hasil tes lab yang dia lakukan tadi, hasil dengan tanda “Positif” di hasil pemeriksaannya. “Ada apa Nora? kenapa wajahmu pucat sekali?” tanya Tomi saat melihat Nora keluar dari ruangan dokter. Nora tertunduk, dia memandangi amplop di tangannya, air matanya tak kuasa dia tahan, dia mendongak menatap Tomi. “Aku hamil,” kata Nora sambil mengelus perutnya. Tomi tak kalah terkejutnya, dia duduk kembali di samping Nora, mereka terdiam sejenak, “Apa kau baik-baik saja?” tanya Tomi. Nora mengangguk, “Aku baik-baik saja, hanya..” kata-kata Nora tercekat di tenggorokannya. “Hanya apa?” tanya Tomi berusaha menenangkan Nora. “Hanya saja aku kasihan dengan anak ini, dia akan tumbuh tanpa ayahnya,” kata Nora. Mereka terdiam lagi, Nora tidak bisa berpikir jernih, dia memang memutuskan untuk membesarkan anaknya dan tidak akan memberitahukan Tian bahwa dirinya hamil, Tian sudah yakin dengan pendiri
Ketukan palu cerai talak Tian terhadap Nora terdengar seperti hantaman palu di dada Nora, dia menahan tangisnya agar tak tumpah di persidangan, sesekali Nora mengelus perutnya diam-diam, “Maafkan mama nak, dan maafkan ayahmu,” batin Nora dalam hati. Nora bangkit dari tempat duduk, dia bersiap pergi, semua barang-barangnya telah dia siapkan dan akan di antar oleh supir rumah ke apartemen yang di pinjami Tian untuknya, sebelum Nora pindah ke rumah yang diberikan Tian untuknya sebagai kompensasi perceraian. “Nora?” suara Tian memanggil namanya membuat langkah Nora berhenti, Nora berbalik badan menatap Tian, dia bisa melihat raut wajah Tian yang sedikit iba padanya. “Kau tak perlu khawatir, aku tidak akan memberitahukan keluarga, lagipula setelah aku di Australia mereka tidak akan bertemu denganku dalam waktu yang lama,” kata Nora pada Tian. “Bukan karena itu aku memanggilmu Nora,” balas Tian, Nora mengernyitkan dahi, di wajahnya tersirat tanda tanya meskipun bibirnya tak berkata
Delapan Bulan Kemudian…“Selamat nyonya, bayi anda laki-laki,” kata dokter kepada Nora yang baru saja berjuang melahirkan seorang anak di salah satu rumah sakit di Melbourne, Australia, Nora tak hentinya tersenyum bahagia melihat wajah kecil yang berada di gendongannya, dari luar dia bisa melihat Tomi tersenyum melihat Nora menggendong bayi itu. “Bolehkah dia masuk dokter,” kata Nora sambil menunjuk Tomi yang masih tersenyum di balik jendela. “Tentu saja, suami anda tidak pernah pergi dari rumah sakit selama proses operasi persalinan anda,” kata dokternya tersenyum. Nora tersipu, meskipun dia ingin mengatakan bahwa Tomi bukanlah suaminya tapi bila melihat apa yang Tomi lakukan kepadanya selama dia hamil, Nora tidak tega mengatakan itu kepada orang lain. Tomi masuk setelah dokter mempersilahkan dia untuk melihat Nora dan bayinya, Tomi berdiri di samping Nora, dia melihat wajah bayi yang sedang tertidur di gendongan Nora, “Bayimu sangat tampan Nora, kau sangat beruntung memilik
Nora melihat dirinya di cermin, setelah tadi pagi dia dan Tomi menikah di masjid raya kota Melbourne, sore ini adalah acara pesta perayaan pernikahan mereka, Tomi memesankan gaun panjang putih gading untuknya yang saat ini sedang dia pakai dan dia lihat di cermin, rambutnya hanya di sanggul cepol dan sedikit aksesoris di kepala, sederhana tapi membuat Nora sangat cantik memakainya. “Aku memang tidak salah memilih gaun itu untukmu,” kata Tomi yang berdiri memandang Nora dari depan pintu, Nora spontan menoleh, di belakang Tomi berdiri Sumi yang juga tersenyum sambil menggendong Bian. Qiana tersenyum, berjalan mendekati Tomi lalu meminta Sumi untuk memberikan Bian padanya, hari itu Nora dan Tomi merasa seperti keluarga yang tidak pernah di dapatkan Nora saat masih bersama Tian. “Acara sudah mau mulai, mempelai silahkan bersiap-siap ya,” kata seorang wanita yang membantu mengurus pernikahan mereka. “Baiklah, sebentar lagi kami turun,” jawab Tomi, Nora memberikan Bian pada Sumi k
“Selamat pagi istriku,” sapa Tomi sambil mengecup pipi Nora, wajahnya terlihat sangat bahagia, pagi pertama menjadi seorang suami bagi Nora. Nora mencoba membuka matanya, dia melihat Tomi berjalan ke arah kamar mandi, dia melirik jam yang berada di atas meja disampingnya, pukul enam pagi, Nora bangkit dari tempat tidurnya lalu keluar kamar untuk membuatkan Tomi sarapan. Nora membuatkan Tomi sepiring omlet dan jus jeruk, dia duduk menunggu Tomi turun sambil melihat ke halaman samping tempat Bian bermain dengan Sumi, wajah Bian yang sangat mirip dengan Tian membuat Nora selalu mengingat mantan suaminya, bagi Nora, Bian adalah seorang anak yang akan selalu mengingatkan Nora akan Tian, namun dia tidak pernah memperlihatkan hal itu pada Tomi sekalipun. “Kau sedang memikirkan apa, sayang,” kata Tomi tiba-tiba yang sudah memeluk Nora dari belakang dan mengecup rambutnya. “Tidak, aku hanya melihat Bian sedang bermain dengan Sumi,” jawab Nora. “Aku sudah membuatkanmu sarapan,”