Share

Bag 14

Pengawal Jony segera melaporkan pekerjaannya yang selesai sempurna kepada Tuanya.

"Tuan, semua sudah berjalan dengan lancar. Lisa sudah dipecat dari pekerjaanya sekarang," lapor Jony pada Ken di dalam telpon.

Di kantor Ken terlihat sangat bahagia karena usahanya tidak sia-sia. Lebih tepatnya usaha Joni sih, karena lebih tepatnya Ken hanya memberi perintah.

"Bagus, ikuti terus. Pastikan dia tidak punya pekerjaan lain dan kita susun rencana selanjutnya," balas Ken dengan senyum liciknya.

Telpon Tuannya segera Jony matikan. Sedikit merenungkan atas apa tadi yang telah ia perbuat kepada Lisa, namun dia tidak berani membantah perintah dari sang Tuan.

"Kasihan sekali kamu, tapi aku berjanji akan melindungi jika kamu disakiti oleh dia." Batin Jony.

Segera Jony melanjutkan langkahnya mengikuti kemana langkah kaki Lisa. Dia dan anak buahnya memang harus siap siaga mengikuti Lisa dua puluh empat jam.

Sang Tuan tidak menginginkan sehelai rambut Lisa rontok oleh orang lain. Namun di sisi Lain Ken malah justru menyuruh Jony menghancurkan karirnya.

Sementara itu di rumah Elga dan ibunya sedang berdebat. Mereka satu sama lain saling menyalahkan hanya karena sebuah keinginan.

Elga memang sedang libur bekerja, modelnya sedang tidak ada acara pemotretan yang artinya dia sekarang akan berdiam diri di rumah.

Elga dan ibunya sedang duduk di halaman belakang rumah menikmati kebun kecil dan orange juice yang sudah di siapkan oleh Lisa di lemari pendingin.

Satu sama lain sibuk dengan ponselnya masing-masing. Tak ada kesibukan lain di antara keduanya.

Elga meletakkan ponselnya di atas meja dan menatap ibunya dengan penuh harap. Namun ibunya masih asyik dengan sang ponsel, belum sadar kalau sedari tadi anaknya sedang mengharapkan dirinya berbicara.

"Bu," lirih Elga.

"Hem..." singkat jawaban dari Rosa tanpa melirik Elga sedikit pun. Mendengar jawaban yang sesingkat itu membuat Elga seketika hanya diam. Rosa langsung meletakkan ponselnya di dekat ponsel Ega. "Apa ?" tanya Rosa.

"Aku ingin mobil bu?" pinta Elga merengek yang membuat Rosa sontak terkejut.

"Apa kamu tidak salah minta dengan ibumu ini?" Rosa sudah merubah intonasi bicaranya. "Kamu tahu sendiri kan, ibu mu ini tidak bekerja. Bahkan ibu hanya mengandalkan uang darimu dan anak pembawa sial itu." Tegas Rosa kembali.

Elga tidak langsung patah semangat begitu saja. Dia memegang tangan Rosa merengek agar diberi solusi untuk hal ini. "Elga sangat butuh mobil untuk bekerja bu."

Rosa bangun dari duduknya. Dia menarik kedua sudut bibirnya, bayang-bayang tentang mobil langsung muncul begitu saja. "Kalau kamu mau mobil, bujuk adikmu itu untuk menjual tanahnya yang dua hektare itu," ucap Rosa.

"Bagaimana caranya bu. Sementara dia saja tidak tahu menahu soal tanah tersebut." Balas Elga.

Elga juga tak kalah terkejutnya dengan ibunya yang mempunyai ide gila tersebut. Padahal setahu mereka Lisa tidak tahu menahu soal kepemilikan tanah atau lahan kosong tersebut. Mereka juga tidak tahu dimana keluarga Lisa menyembunyikan sertifikat tanah dan rumah yang mereka tempati sekarang.

Elga menghampiri ibunya, dia berdiri tepat di belakang Rosa. Rosa membalikkan tubuhnya menatap Elga. Jari telunjuknya menusuk-nusuk pelipis Elga. "Dasar Bodoh!" umpat Rosa.

Elga mengusap pelipisnya itu dengan jari jemarinya yang lentik dan pewarna kuku yang bermotif. "Aduh sakit bu," keluh Elga.

"Percuma ibu cari ayah buat kamu dan sekolahin kamu tinggi kalau urusan seperti itu saja tidak bisa. Ibu sudah bilang berkali-kali sama kamu, temui bibi Lisa yang ada di luar kota dan kamu kasih surat wasiat yang palsu itu. Tapi tidak pernah mau." Jelas Rosa.

"Wasiat?" Elga malah justru menggaruk–garukkan kepalanya yang tidak gatal itu. "Lembar kertas dengan tulisan yang pernah ibu berikan sama Elga itu ya ?" tanya Elga.

Rosa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah anaknya yang terlihat sangat bodoh. "Memangnya kamu tidak membacanya?" tanya Rosa. Namun Elga hanya menjawab dengan menggelengkan kepala.

Kepala Rosa makin pening dengan tingkah anaknya. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya dan mengacak-acak rambutnya yang lurus sering perawatan itu.

"Dasar bodoh," umpat Rosa sambil menusuk-nusuk pelipis milik Elga.

Rosa kembali ke tempat duduknya meneguk minuman dinginya sampai habis. Mendinginkan kepalanya yang sudah kebakaran akibat darah dagingnya sendiri tersebut.

"Punya anak satu saja bodohnya keterlaluan," Batin Rosa kesal.

Elga tidak tinggal diam, dia duduk berlutut di bawah ibunya untuk meminta penjelasan mengenai surat wasiat yang Rosa maksud.

"Ayolah jelaskan bu menegenai surat wasiat itu," bujuk Elga.

Rosa geram dan menusuk-nusuk pelipis Elga dengan jari telunjuknya. "Dasar bodoh!" umpat Rosa. "Ibumu ini sudah mengeluarkan uang banyak hanya untuk membuat surat wasiat itu tapi kamu malah justru merobeknya." Ungkap Rosa.

"Maafkan Elga bu, sungguh Elga tidak tahu. Lantas apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Elga.

Rosa sudah bersikap santai karena anaknya bertanya mengenai rencana. "Kita buat yang baru dan kamu antar ke sana!" perintah Rosa dengan tegas sambil tersenyum kecut. Sementara Elga hanya mengiya-iyakan saja perintah ibunya tersebut.

Elga kala itu diperintah oleh ibunya untuk menemui saudara Lisa yang berada di luar kota untuk memberi surat wasiat palsu. Surat wasiat yang di dalamnya berisi pembagian atas harta peninggalan Hendra.

Surat itu sengaja di buat oleh Rosa karena peninggalan Hendra untuknya sudah habis lenyap karena ulahnya sendiri. Sebuah perusahaan travel yang sudah lumayan berkembang. Makanya Rosa sengaja melakukan cara licik agar bisa mendapatkan separuh harta milik Lisa.

Mengenai harta warisan Lisa memang tidak tahu menahu. Hendra sengaja tidak memberitahu dan menitipkan sertifikat rumah dan tanah kepada adiknya yang di luar kota agar tidak di ketahui oleh Rosa dan Elga. Karena hanya mereka lah yang bisa melindungi satu-satunya peninggalan Hendra untuk Lisa.

Lisa memang selalu di cegah oleh Rosa untuk tidak ikut bersama dengan bibinya di luar kota. Itu karena Rosa sengaja akan memperalat Lisa sebagai pembantu dan mesin penghasil uang.

Mungkin sampai sekarang bibi Lisa tidak mengetahui kejahatan Rosa selama ini, sebab Rosa selalu bersikap baik jika bibinya berkunjung ke rumah mereka.

Sementara Elga diperalat oleh ibunya untuk memberi surat wasiat palsu itu karena dia tidak ingin berdebat dengan adik iparnya. Rosa yakin betul kalau adik iparnya tidak akan langsung percaya dengannya.

Dalam surat wasiat palsu tersebut tertulis bahwa tidak hanya Lisa yang berhak menerima surat wasiat itu, tapi Elga juga. Bahkan lebih konyolnya lagi Elga mendapatkan hak yang lebih banyak dibandingkan dengan Lisa.

Bersambung. . .

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status