***
“Kamu mau pergi kemana Ayda?” tanya Arya saat sedang bersiap untuk pergi bekerja.
“Saya ingin mengganti pakaian, Mas,” jawab Ayda sambil membuka lemari dan memilih baju yang akan ia gunakan untuk pergi kerja.
Dengan ekspresi kesal, Arya pun melempar ponselnya di atas ranjang. “Kenapa kamu sangat keras kepala sih Ayda? Saya sudah bilang jangan bekerja ya berarti jangan!” ujar Arya dengan nada tinggi.
Ayda yang merasa terkejut dengan reaksi Arya pun mengerutkan dahinya. Untuk pertama kalinya, Arya membentak dirinya hanya untuk masalah yang ia anggap sepele. “Kita sudah membicarakan ini ‘kan Mas? Saya janji tidak akan terjadi apa-apa pada saya,” timpalnya sambil mengambil baju dan hendak berjalan menuju kamar mandi.<
“Ih, Mas. Bagaimana kalau nanti ada yang lihat?” Ayda berusaha melepaskan diri dari jerat Arya.“Memangnya kenapa? Saya hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja. Lagi pula kita sudah halal sayang. jadi, kita bebas untuk melakukan apapun,” sahut Arya yang selalu bersikap penuh dengan kejutan.Ayda yang tak bisa berkata-kata lagi pun membiarkan Arya menggendongnya masuk ke dalam kamar. kondisi rumah yang sepi membuat Ayda merasa aman karena tidak ada yang melihatnya. Namun, saat langkah Ara baru saja ingin menaiki tangga. Tiba-tiba Marisa datang dan menanyakan keadaan Ayda.Perlahan Arya pun mendudukkan Ayda di atas sofa dan menatap Marisa. “Tadi ada sedikit masalah di kantor, Mah. Ayda jatuh karena terpeleset, tapi alhamdulillah kondisi bayinya baik-baik saja. Kaki Ayda terkilir dan karena itu Arya menggendong Ayda untuk menuju ke kamar,” paparnya menjelaskan.Marisa yang terus menatap tajam ke arah Ayda pun menganggukkan kepala. “Syukurlah kalau gitu. Mamah ikut senang karena bayiny
“Saya akan melakukan hal di luar dugaan dan kamu pasti akan menyesal, Ayda. Selama ini saya sudah bersikap baik pada kamu, tapi sekarang tidak lagi. Saya akan membuat kamu benar-benar menyesal karena sudah kembali ke rumah ini!”Ancaman yang kembali terdengar membuat hati Ayda bergetar. Terlebih saat mendengar nama Fahri, pertahannya seketika runtuh. Ayda tak tau harus berbuat apa. Semua kekuatannya seakan hilang tak terarah. Tatapan tajam yang ia dapatkan membuatnya berpikir keras akan keputusan yang harus ia ambil.Berjuang untuk cinta atau menyerah atas dasar keluarga dan kasih sayang yang tak ternilai harganya. Setelah terdiam beberapa saat, Ayda pun mendongakkan kepala dan menatap ke arah Marisa dengan penuh keyakinan. “Saya tidak akan membiarkan Tante sedikitpun melukai adik saya, Fahri. Tidak ada seorangpun yang boleh menyakitinya,” tegasnya dengan tangan yang terkepal penuh tekad.Marisa yang puas dengan jawaban Ayda pun tersenyum menyeringai. “Pilihan yang sangat bagus. Saya
Arya POV“Aydaa!” teriak Arya saat melihat mobil melaju kencang meninggalkan dirinya dengan beribu pertanyaan.Diamnya Ayda menjadi sebuah jawaban bahwa ada sesuatu yang tak beres. Tanpa berlama-lama, Arya pun bergegas menuju rumahnya. Dibalik sikap aneh Ayda pasti ada sesuatu yang Marisa lakukan. Itulah hal yang Arya yakini dan membawanya pulang tanpa lanjut mengejar Ayda.Dengan kecepatan tinggi, Arya membelah jalan. Sesampainya di rumah, Arya pun langsung bergegas masuk untuk menemui Marisa. Akan tetapi, seseorang yang ia cari tak terlihat keberadaanya. Arya yang tak bisa bersabar dalam situasi menegangkan pun berlari menuju kamarnya.Saat melihat secarik kertas di atas meja, Arya pun bergegas untuk membacanya. Sorot mata yang berubah sendu dan berkaca-kaca pun menyiratkan betapa sedihnya perasaan Arya setelah membaca surat dari Ayda. rasanya seakan ada pisau yang menghantam keras tepat di hatinya. “Saya tidak akan membiarkan hal ini terjadi begitu saya, Ayda!” ujarnya dengan penuh
“Saya ingin Mas Arya memberikan saya saham sebesar 25% dari perusahaan. Itulah keinginan terakhir saya sebelum kita berpisah,” tutur Ayda setelah berpikir lama akan akan yang harus ia pinta. Arya yang terlihat terkejut pun tersenyum tanpa arti. Ia menatap ke arah Ayda dan menganggukkan kepala. “Kamu yakin menginginkan itu? Saya tidak habis pikir Ayda, ternyata kamu lebih buruk dari seorang pengkhianat,” lirihnya dengan raut kecewa yang terlihat jelas di wajahnya. “Saya sudah memikirkan dengan matang dan itu adalah keinginan saya. Tidak peduli apapun pendapat Mas Arya tentang saya. Semua itu sudah tidak berarti lagi untuk saya,” sahut Ayda yang tak ingin ambil pusing. Masa kehamilan pertama yang seharusnya mendapat banyak perhatian, kini Ayda harus rela mendapatkan benih kebencian dari Arya. sorot pandang penuh cinta bahkan tak lagi ia dapatkan. Ayda hanya bisa meneguk saliva dalam-dalam. Harta dan kekuasaan telah membuatnya menjadi orang jahat dalam sekejap. Rasa sakit dalam hatiny
“Bayu.” “Sini!” ajak lelaki yang sudah lebih dulu berada di dalam lift. Tanpa ragu, Ayda pun masuk ke barisan beberapa orang yang tersenyum ke arahnya. Keberadaan Arya yang berada di barisan paling belakag tak menyurutkan semangatnya untuk bekerja. “Pagi,” sapa Ayda kepada semua penghuni lift yang lebih dulu berada di sana. “Pagi, Bu Ayda,” balas semua staff secara bersamaan. Kecuali Arya yang terlihat sibuk dengan ponsel yang berada di tangannya. Sementara itu, Bayu yang terlihat berbinar melihat kedatangan Ayda langsung mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. “Ini untuk Mbak,” ucapnya memberikan satu botol susu rasa cokelat. Ayda yang sangat suka susu cokelat pun langsung meraihnya. “Terima kasih,” balasnya dengan senyuman. “Sama-sama. Senang bisa melihat Mbak Ayda setelah sekian lama.” Bayu ikut mengembangkan senyumnya. “Saya juga senang bisa bertemu dengan kamu lagi, Bayu,” sahut Ayda sambil berjalan keluar lift setelah pintu terbuka. Tanpa mempedulikan pandangan Ar
8 bulan kemudian … “Saya tidak akan lupa bahwa saat ini Mas Arya masih berstatus sebagai suami saya. Meski hubungan kita sudah tidak baik-baik saja, tetapi saya bukan wanita yang akan melanggar aturan dalam pernikahan,” tegas Ayda dengan sorot mata lelah. Seiring berjalannya waktu, hari demi hari terasa semakin sulit bagi Ayda. Perjuangan mengandung sambil tetap bekerja untuk mengisi hari demi hari memang tidak mudah. Namun, Ayda tak ingin menjadi wanita yang lemah. Meski sering kali mendapat berbagai masalah yang datang. Ayda berusaha untuk tetap kuat dan berdiri di atas kemampuannya sendiri. Seperti saat ini, Ayda berdiri di atas balkon perusahaan bersama Arya yang menatap intens ke arahnya. “Saya tidak suka melihat kamu terlalu dekat dengan Bayu, terlebih jika sedang berada di kantor. Bagaimana pun juga kita harus menjaga nama baik pernikahan kita di hadapan semua karyawan termasuk Bayu. Saya yakin kamu juga pasti sadar kalau Bayu bukan hanya menganggap kamu sebagai seorang tema
"Tarik napas! Dorong yang kuat Ibu!" ujar dokter yang ikut menarik napas. Sudah hampir satu jam lamanya, Ayda berjuang di dalam sebuah ruangan yang terletak di rumah sakit. Dengan peluh keringat yang membasahi wajah, Ayda berusaha sekuat tenaga untuk mengeluarkan sang buah hati. Meski tanpa didampingi orang terkasih, Ayda bertekad untuk bisa menguatkan dirinya sendiri. Telah tiba waktunya bagi Ayda untuk berjuang lebih keras lagi. Hari yang sudah ia persiapkan akhirnya tiba. "Saya yakin Ibu Ayda pasti bisa! Agar lebih semangat, saya akan panggilkan suami ibu yang sedang menunggu di luar," papar dokter Ani yang menangani proses melahirkan Ayda. Disela napas yang mulai tak beraturan, Ayda mengernyitkan dahinya. "Su-suami?" Seingatnya ia tidak datang ke rumah sakit bersama Arya. Dirinya juga melarang Bayu untuk memberitahu Arya bahwa dirinya sedang berada di rumah sakit. "Iya suami Ibu. Saya akan segera memanggilnya," ujar dokter Ani yang langsung membalikkan badan. Akan tetapi, den
“Saya bukan berasal dari keluarga kaya. Saya tidak sepadan dengan keluarga Arya yang bergelimang harta. Dengan latar belakang saya ini, Tante membenci saya dan bahkan menyuruh saya untuk meninggalkan Arya meskipun saya sedang mengandung anaknya,” ungkap Ayda yang tidak ragu untuk mengungkapkan perasaanya.Sudah cukup selama ini dirinya diam. Sekarang tidak lagi, Ayda harus berani menyuarakan isi hati dan pikiran di akhir statusnya sebagai seorang istri. “Benar ‘kan Tante? Itu alasan dibalik rasa benci yang Tante rasakan pada saya.” Ayda mengangkat wajahnya dengan penuh keberanian.Menatap Marisa yang terlihat sangat serius menanggapi perkataannya. Suasana pun mulai terasa menegangkan. Saat yang dinanti akhirnya tiba, Ayda berharap bisa melepaskan semua rasa sesak di dada yang disebabkan oleh sikap ibu mertuanya.“Sudah berani ya kamu sekarang? Baiklah. Saya akan memberitahu kamu alasan dibalik rasa benci yang selama ini saya miliki untuk kamu,” sahut Marisa dengan tatapan yang sulit d