Sena masih sibuk dengan aktivitas menghisap madunya, dan aku hanya pasrah menikmati setiap detik sentuhannya. Padahal, delapan bulan yang lalu dia sangat enggan mencoba rasa manis yang kutawarkan. Kini, madu yang telah menjadi minuman favoritnya itu bisa dia reguk kapan saja dia mau, dan aku selalu siap memberikannya. Asal bisa membuatnya bahagia, apa pun akan aku korbankan. Baik harta, tahta, atau dukungan apa pun itu.
Namun, sampai detik ini aku belum juga mendapat cinta darinya. Mawar yang telah kuberikan belum cukup mampu meraih kesetiaannya. Dia hanya dekat denganku setiap madu itu siap dihidangkan. Selepas lapar dan dahaga, hatinya lupa bahwa aku menginginkan hidup bersamanya.
"Oh ... Sayang ... makasih ya, Sayang ...," ucapnya saat mencapai puncak kenikmatan. Aku hanya membalasnya dengan senyuman.
Oh ... Sena, jika aku tak bisa mendapatkan cintamu, maka tak kubiarkan siapa pun bisa memiliki ragamu. Segala cara kulakukan agar kau jatuh dan terjatuh lagi dalam pelukanku.
Hari sudah menjelang sore. Sudah beberapa kali Sena mereguk madu, dan mencium aroma bunga mawar itu, yang tak akan pernah habis kecuali aku mati
"Makasih ya, Sayang ... Kamu selalu memberikanku kebahagiaan ...."
"Lalu tidakkah kamu ingin memberikan apa yang aku mau?"
"Sayang ... biarkanlah waktu yang menjawab. Cinta tidak bisa dipaksakan .... Apakah kamu menghendaki kepura-puraan?"
"Tapi sampai kapan! Apakah kamu tega membiarkan aku mati dalam penantian?"
Wajah Sena kembali terlihat frustasi, dan itu sangat menyebalkan bagiku. Aku bisa membuatnya bahagia dengan semua pengorbananku, di lain sisi aku tersiksa setiap melihatnya mulai resah akan posesifnya cintaku.
"Aku yakin kamu bisa memahamiku, Mina. Aku telah mendengar semuanya dari Amang, kamu percaya bahwa di dunia tidak mungkin ada sepasang kekasih yang saling mencintai. Jadi kamu hanya sedang memaksaku untuk rela dicintai olehmu, dan menikah denganmu bukan?"
Aku tersentak. Ternyata dia tahu bahwa aku memang seorang wanita yang posesif. Musnah sudah anggapanku selama ini, kukira dia masih percaya bahwa aku menanti cintanya. Ya, aku memang hanya ingin memilikinya karena cintaku padanya begitu besar, hingga tak rela jika aku dan dia menikah dengan yang lain. Namun jika kebenarannya sudah terungkap seperti ini, tentu akan semakin berat perjuanganku. Serasa percuma setiap madu yang selama ini kusediakan, ternyata hanya menjadi pelepas dahaga saat dia lelah mengejar cinta yang lain.
"Sena ... aku mohon ... menikahlah denganku. Aku tak bisa hidup jika bukan denganmu ... segalanya akan kuberikan agar kamu bisa kumiliki ...," ucapku seraya memohon, tak terbendung air mata ini. Betapa cinta membuatku menderita berulang-ulang kali.
"Sudah kubilang! Hapuslah air matamu! Kamu sudah gila, Mina ...!"
"Tidak, Sena ... aku tidak gila! Cinta telah menjadi racun yang meenguasai tubuhku, hanya kamulah obat dalam kehidupanku!"
Kami adu mulut, dengan nada yang mampu menggetarkan payung-payung rasa dalam hati kami. "Setidaknya kasihanilah aku, Sena. Aku tak bisa hidup tanpamu," ucapku berkali-kali.
"Aku sadar, Mina. Tiada cinta yang tumbuh meski telah kuberusaha. Namun, sampai kapan aku mencegahmu terluka? Dengan rela terjatuh dalam pelukanmu!" Kini Sena membalas ucapanku tanpa memandang ke arahku. Dia hanya menunduk menutup wajahnya. Lagi dan lagi, adegan yang sama seperti yang sudah-sudah, kini terulang lagi.
"Sepertinya kita lelah seperti ini, Sena. Lebih baik kita cari tempat hiburan untuk bersenang-senang. Kita ke Mall yuk!" Aku mengajaknya untuk menghentikan adegan ini. Aku sudah muak dengan pengorbananku yang terasa sia-sia, tapi cinta ini masih saja tak mau pergi.
"Hmmh ... maafkan aku ya, Mina ... percayalah ... aku pun sedang berusaha menerima tawaran menikah denganmu. Yaudah, sekarang kita mandi. Kita ke Mall cari tempat hiburan." Sena sangat manis saat mengatakan itu. Kemudian tersenyum lalu mencium keningku.
"Aku duluan, Yang. Perutku mules." Aku pun segera bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi. Rasanya seluruh tulangku seperti remuk setaelah dihajar berkali-kali oleh hasrat liarnya. Selain tampan, romantis, ternyata dia perkasa membuat tubuhku mengeluarkan bulir-bulir tanda kenikmatan. Setiap jengkal kulitku basah tersiram pesonanya. Oh ... sena, engkaulah dara jantanku.
Kami pun akhirnya keluar dari kamar hotel menuju tempat parkir. Kami berdua berdiri di depan mobil. Sena mengetik nomor di layar hpnya, lalu menelpon Amang untuk segera turun ke bawah.
"Amang gak usah mandi, nanti aja mandinya sepulang dari Mall."
"Iya, Mas. Sebentar lagi saya ke situ."
Beberapa menit kemudian, Amang pun muncul. Tercium aroma parfum yang begitu menyengat dari tubuhnya.
"Kamu pakai parfum gimana sih, nyengat banget ke hidung," ucap Sena padanya.
"Iya, Mas, sorry. Heheh ... Kebablasan ... kita mau kemana nih sekarang?"
"Ini, si Mina mau ngajak kita ke Mall. Mandi bola katanya."
"Owh ... siap, kebetulan dah bete juga nih saya."
"Nanti kamu mampir aja ke konter hp di sana, beli hp baru. Pakai kartu kreditmu, nanti saya isi saldonya," ucapku setelah melihat ponsel Amang yang retak. Aku baru ingat mau menggantinya dengan yang baru.
"Siap Neng," balas Amang.
Kami pun akhirnya pergi meninggalkan hotel menuju Mall terdekat. Sepanjang jalan, tangan Sena merangkul bahu dan membenamkan wajahku ke dadanya. Mengelus-ngelus rambut dan punggungku, menciptakan suhu dingin dan menyejukkan hatiku yang sempat panas dibakar rasa kecewa, saat bertengkar di hotel tadi.
"Yang ... seandainya kita menikah, aku mau kita seperti ini terus. Berada dalam pelukanmu adalah hal paling nyaman dalam hidupku," ucapku yang sedang terbuai.
"Elaaah ... Neng, bucin molooo ...," sahut Amang yang mendengar ucapan Mina.
Rese banget ih ... si Amang.
"Hahahah ...." Sena pun menertawakanku.
"Amang awas ya ...," ucapku pada Amang.
"Hehe, maaf Neng. Kita udah sampai nih, parkir di luar apa di dalam nih Neng?" tanya Amang.
"Di dalam aja Mang."
Aku segera membetulkan posisi dudukku, "kita makan dulu ya, baru main."
"Iya, kita makan aja dulu di dalam tuh, ada Nasi Ayam," sahut Sena.
Beberapa saat kemudian, kami turun dari mobil, dan segera menuju ke tempat makan Nasi Ayam. Akhirnya kami ke Mall juga setelah sebulan terakhir tidak ke mana-mana. Ada sensasi tersendiri saat jalan berdua di Mall dengan Sena, aku merasa seperti seorsng istri berbelanja dengan ditemani suaminy. Uuuuuh ... So sweet ....
"Mbak, kami oesan 3 paket ayam dengan nasi ya," ucapku pada pelayan.
Saat sedang melihat sekeliling, tiba-tiba aku dikagetkan dengan seorang wanita yang duduk sendirian. Pandangannya terlihat sedang fokus menatap layar laptopnya. Aku perhatikan baik-baik, ternyata benar ... tidak salah lagi itu pasti si Vhera. Aku pun segera menarik-narik tangan Sena.
"Apaan sih ...?" tanya Sena yang heran melihat tingkahku.
"Itu lihat, Yang. Itu si Vhera tuh ...!"
"Ah, masa sich ...." Sena pun melihat ke arah wanita yang aku tunjuk, "hah ... vhera?" Melihat respon Sena, ternyata dugaanku benar, itu memang Vhera.
Sena pun memanggil Vhera untuk mengundangnya bergabung di meja kami, "Vhera ... Vhera ... Woy ... Vhera!"
Aku pun tak kalah dengan Sena, kulambaikan tanganku ke dalam memberi tanda agae Vhera mengerti bahwa kami mengundangnya bergabung
Melihat kami yang sedang memanggilnya, Vhera menutup laptopnya lalu beranjak mendekati kami. Benar kata Sena, ternyata pesona Vhera jauh lebih indah di atasku. Benar-benar cantik sempurna. "Heeey, apa kabar ...," Vhera menyapa dan menyalami kami bertiga. Seetelah itu Sena mempersilahkannya duduk lalu memperkenalkannya pada kami. "Vhera, Amang, kenalin nih, namanya Vhera. Wanita pujaan hatiku," ucap Sena yang sedikit melukai hatiku. Tapi biarlah toh ini cuma basa-basi aja. "Salam kenal, Kak. Saya Mina, dan ini supir saya, Amang." "Oh, iya salam kenal semuanya. Sudah lama di sini?" ucap Vhera. Aku pun menjawab, "Baruuuu aja sampai, Kak. Barusan juga udah pesan makan. Kakak udah makan? "Saya udah makan sih tadi, hampir satu jam saya di sini. Jadi ... kalian lagi pacaran ya?" tanya Vhera, membuatku tertawa kecil. Aku pu langsung menjawabnya, "Iya, Kak. Kami emang lagi pacaran, hihihih ...." "Bisa aja kamu, Mina." Sena menya
"Mang, besok jam 7 udah harus stay di mobil, ya ...," ucapku pada Amang sambil berlalu menuju kamar. "Ok siap, Neng!" Setelah sampai membuka pintu kamar, aku dan Sena langsung menjatuhkan diri ke atas kasur. Beberapa menit kami saling diam dengan mata terpejam, lalu aku mulai membuka percakapan, "Yang ... langsung mau tidur?" tanyaku padanya. "Ngantuuukk ...," Sena pun menjawab sambil masih tengkurap dengan mata terpejam. "Yaudah ko gitu tiduerah ...." Entah berapa menit kemudian, kami pun tertidur pulas masih dengan posisi semula. Hari ini dosen tidak datang. Padahal tidak setiap hari aku semangat belajar. Giliran hari ini semangat, dosen malah tidak datang. Hufft ... Menyebalkan. "Cieee ... Vhera ... yang dimintain nomor WA sama cowok ...." "Ih ... apaan sih ... biasa aja kali." Kejadian di Supermarket siang itu membuatku menjadi bahan Ghibah oleh teman-teman satu kelompok. Mereka bertanya-tanya bagaimana bisa
Jarak antara rumah dengan kampusku sekitar 15 menit dengan berjalan kaki. Setiap hari aku selalu berjalan kaki walau banyak teman-teman yang menawariku tumpangan. Karena selain dekat, aku lebih suka berjalan kaki karena bisa menikmati pemandangan pagi. Selain itu, udara pagi sangat menyehatkan pikiranku. Apalagi pagi ini hatiku sedang berbunga-bunga. Sepanjang perjalanan menuju kampus aku bernyanyi dengan suara kecil, Kaaau dan aakuuu ... Terciptaa ooleehh waaktuuu ... Haanyaaa untuuuk ... Saling mencintaii ... Muungkin kiitaa ... Diitakdiirkaan bersaamaaa ... Raaajuutt kaaassiihh ... Jaalin ciiintaaaa ... "Woy, Vhera. Ayuk naik!" ajak Rahma yang tiba-tiba muncul di depanku. "Gak, ah, Rahma ... mau jalan kaki aja ...." "Aduuuh ... gak usah nolak deh ... cepet naik!" "Iya, iya ...." Aku pun akhirnya naik motor Rahma. Entah mengapa kalo Rahma yang ngajak aku tidak bisa menol
""saya gak nyangka, Vher ...." "Kamu kecewa, ya?" "Saya kira mawar itu masih ada" "Jadi kamu mengajak saya ke hotel ini, terus kamu mengira saya masih punya mawar, gitu? Maksud kamu apa Sena, kamu ga bercanda, 'kan? Entah benar atau tidak, tapi perasaan kecewa tergambar jelas di wajahnya. Aneh saja jika dia mempertanyakan di mana bunga mawar itu. Dengan bersedianya aku ikut ajakan dia saja, seharusnya dia sudah bisa menebak bahwa aku tak sesuci wanita yang dia harapkan. "Bukankah sewaktu kita Chat, saya sudah bilang? Saya sudah tidak punya apa yang semua lelaki harapkan, tapi kamu gak percaya!" Seketika aku menangis. Seharusnya dari awal aku sudah mengira bahwa Sena tetap akan mempertanyakan ini, tetapi aku benar-benar bodoh. Bagaimana bisa aku mengira, bahwa Sena hanya berpura-pura sedang tidak percaya pada pengakuanku. Flaeh Back (Ingatan Vhera). W******p Chat: Sena: [Tidak mungkin! Tidak mungkin wanita secant
Tak disangka, janji selalu berulang karena pertengkaran masih sering terjadi. Sebelah hati aku cinta, sebelah lagi tak mau Sena kecewa. Sampai kapan aku bertahan karena ditahan. Nasib menyakitkan ini, semua gara-gara pria brengsek yang memaksaku memberinya mawar untuk melepaskan nafsu dahaganya — Ilham."Pokoknya aku gak mau!""Ayolah Vhera. Bukankah selama ini aku setia sama kamu, selalu memberikan apa yang kamu butuh dan inginkan. Mengapa kamu tidak mau memberikan apa yang aku inginkan? Aku hanya mau bukti terakhir itu.""Cinta tidak harus dibuktikan dengan itu, Ilham! Aku kan sudah berjanji sama kamu, aku bersedia menikah denganmu setelah lulus kuliah! Kenapa kamu tidak sabar!"Segala perdebatan itu menjadi percuma, Ilham tetap memetik mawar itu dengan cara paksa. Aku hanya bisa pasrah tanpa tahu harus apa. Ilham menikmati madu dengan penuh nafsu dan buas, tanpa peduli tangisanku sama sekali. Sungguh perih, perih rasanya. Seandainya waktu bisa diulang, a
"Bang! Saya mohon terimalah cinta saya, Bang! Abang harus percaya ...."Tidak mungkin! Wanita tajir dan seindah Mina bisa mengucapkan itu padaku. Aku masih menganggapnya bercanda, tetapi dia sama sekali tak menunjukkan wajah sedang berdusta. Apakah benar dia serius? Seakan laut di depanku ini ikut tertawa bersama."Coba Abang pikir, untuk apa saya ajak Abang berdua ke pantai jika tidak ada maksud lain? Saya pilih Abang!""Apa yang kamu lihat dari saya?""Abang pria jujur. Abang apa adanya. Selama 1 bulan kita berteman, tidak ada tanda-tanda abang menyimpan rahasia. Tapi saya tahu Abang juga menyukai saya, dan Abang tidak pernah merahasiakannya. Saya kuliah di jurusan psikolog, Bang. Saya selalu berhati-hati dalam memilih seorang pria.""Kami lebay gak sih, Mina? Kamu kan tau aku sudah punya pacar? Apa kamu juga sedang menguji saya?""Bang Sena, cinta yang tertolak tidak lebih menyakitkan dibandingkan cinta yang tak dipercaya!"Butuh s
"Mina!? Apa yang kamu lakukan?" ucapku kaget saat tahu bahwa yang mengganggu tidurku tadi, adalah Mina."Saya bingung Sena! Apakah kamu benar-benar tidak mau menyentuhku?""Untuk apa saya menyentuhmu! Saya tidak mungkin melakukan itu! Kamu sahabat terbaikku, Mina!" Sudah kuduga, hal ini pasti terjadi. Tak kusangka, Mina seperti wanita-wanita tajir menyeramkan di luar sana. Melakukan apa pun demi cinta."Apa? Sahabat? Di kamar hotel? Berdua?" ucap Mina berusaha mendebatku."Lalu apa maksudmu, Mina!""Saya hanya mau membuktikan bahwa saya benar-benar mencintaimu! Terlepas siapa pun kamu, pandanglah saya sebagai Mina. Seorang wanita yang berhak merasakan cinta.""Sudahlah Mina, cinta tak harus seperti ini. Kita bisa saling memberikan kenyamanan meski tanpa sentuhan. Yakinlah, Mina.Sebelah hati aku menghormatinya sebagai teman, sebelah hati lagi tak kuasa jika harus menahan godaan yang dia berikan. Seorang bidadari tajir kini tidak hanya
* Pagi ini, Mina menyuruhku untuk mengantarnya ke kantor pusat, di mana seluruh petinggi eksklusif semua perusahaan yang dimilikinya memimpin dari sana. Setiap kali aku berada di sana, keakraban antara aku dan Mina seolah tak pernah ada. Bagaimana tidak, Mina dikenal sebagai wanita muda paling berkuasa di seluruh jaringan perusahaan milik Aurora Grup. Dia adalah salah satu dari 3 besar Owner, yaitu dia dan kedua kakak kandungnya. Berbeda dengan kedua kakaknya yang sangat misterius, Mina lebih terkenal di antara para karyawan dan jajaran manajemen. Hal itu disebabkan, bahwa dia sering melakukan Resuffle kepada barisan Manajer. Selain itu, dia tidak segan-segan memecat siapa pun yang Integritasnya mulai kelihatan menurun. Meskipun begitu, banyak karyawan yang setelah dipecat olehnya menjadi kaya mendadak, karena memperoleh pesangon yang sangat besar. Walau usia Mina masih sangat muda dan berkuliah, tetapi