Pemuda itu mencegah Anna pergi, dia menjelaskan alasannya kepada Anna kenapa dia bisa datang terlambat. Namun, Anna terlanjur jengkel sehingga dia tidak mau mendengar penjelasannya. Pemuda itu segera membujuk Anna, dia mengeluarkan sebuah bingkisan kecil dari saku celananya.
“ Happy birthday, Anna. Aku sudah sampai kesini tadi, tapi aku melupakan ini makanya aku pulang lagi.”
“ Oh, Peter. Lama kamu di luar negeri ternyata kamu tidak pernah berubah.” Muka Anna seketika berubah menjadi merah muda.
Sebelumnya, Peter yang baru tiba di rumahnya segera menelepon Anna. Dia juga mengutarakan ingin bertemu dengan gadis itu, Ann
Namun, Sinta mendapati bahwa Peter telah pergi pergi masuk ke dalam rumahnya. Hatinya sedikit kecewa, Sinta menghela napas yang terdengar berat. Sekali-kali dia menggelingkan kepalanya., tak kala dia teringat sosok wanita cantik, yang sedang tidur di dalam mobil Peter."Wanita itu, pasti kekasihnya," gumam Sinta dalam hati.Ah, entahlah Sinta tidak ingin terlalu jauh memikirkan siapa wanita tersebut. Lagi pula, pertemuannya dengan Peter merupakan suatu ketidaksengajaan. Sinta berpikir mungkin dia tidak akan bertemu lagi dengan Peter.
Marco yang melihat sosok wanita yang tak asing lagi, menerobos masuk ke ruang kerjanya, sontak membuat pemuda itu hampir memuntahkan air kopi yang baru masuk ke dalam mulutnya.“ Maaf, Pak, wanita ini memaksa untuk masuk. Pada hal, sudah saya larang,” ucap salah seorang security.“ Anna, kamu ada masalah apa?”Roni mendekati Anna, dan menyuruh security itu keluar. Anna hanya memandang Roni sekilas, matanya terus menatap Marco yang tampak bingung dengan kehadirannya.“ Ron, aku ingin bicara empat mata dengan, Marco!”Roni melongo dengan ucapan Anna yang to the point kepadanya. Roni melihat kearah Marco, pemuda itu memberi isyarat kepada Roni untuk meninggalkan mereka berdua. Roni mengerti dia pun keluar dari ruangan kerja Marco, walaupun di hatinya bertanya-tanya apa yang terjadi di antara mereka berdua.Roni tahu persis, Marco dan Anna belum lama saling mengenal. Perkenalan mereka i
Ketika Anna membuka pintu dia tidak melihat siapa pun, Anna menjadi sangat sedih mendapati Peter yang telah pergi. Namun yang Anna tidak ketahui, Peter sedari tadi masih menunggu di samping kamarnya.
“Sinta, wajahmu kenapa?” ucap Peter.
Mendengar ajakan Peter untuk pulang bersama membuat Sinta terdiam, dia tidak percaya Peter akan mengajaknya pulang bersama. Namun, Sinta teringat dia telah setuju jika Aldi mengantarnya pulang.Sinta yang sesaat terbesit untuk menerima ajakan Peter untuk pulang bersama, pada akhirnya dia mengatakan kepada Peter yang sesungguhnya bahwa dia telah memiliki janji." Tidak apa- apa, Sin. Hmm kalau begitu aku jalan dulu."Peter berlalu dari hadapan Sinta, yang tidak berapa lama kemudian Sinta juga pergi meninggalkan ruangan tersebut. Sinta yang sedang berjalan keluar mengambil ponselnya yang terus berdering.{ Sin, aku sudah ada di depan. }{ Ya, Aldi. Aku lagi jalan keluar ni }Sinta menutup telepon tersebut, dia segera berjalan keluar dari bangunan rumah sakit itu. Aldi yang telah melihat Sinta, dengan segera mendekatkan mobilnya kearah gadis itu berdiri.Secara bersamaan Sinta yang baru masuk kedalam mobil Aldi, melihat Peter
Sinta sedikit terperanjat ketika ada sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat di hadapannya, yang tidak berapa lama dia melihat seorang sopir keluar dari mobil itu. Si sopir dengan sedikit tergopoh-gopoh menghampiri Sinta, dia mengatakan jika mobilnya tiba-tiba mogok dan bertanya kepada Sinta di mana letak bengkel mobil terdekat.Sinta yang sering melewati tempat itu mengatakan jika bengkel di sekitar mereka hanya ada satu dan letaknya tidak begitu jauh. Namun gadis itu menambahkan di jam seperti ini, sering terjadi kemacetan yang bisa menyebabkan sampainya lebih lama dari yang seharusnya. Si sopir yang mendengar penjelasan Sinta tampak bingung lalu dia menjelaskan lagi, jika dia hanya menggantikan pamannya yang sakit sehingga dia tidak terlalu paham dengan kota itu. Terlebih lagi, dia harus segera sampai ketempat tujuan.
Sinta berpikir sejenak syarat apa yang akan dia berikan kepada Marco. Sebenarnya, jika bukan sikap Marco yang angkuh dia akan memberikan nomor itu tanpa syarat. Marco yang tidak sabar ingin mendengar syarat tersebut, menatap tajam gadis itu.
Sinta heran mengapa si kakek tiba-tiba berteriak histeris dan memegangi kepalanya yang tampak kesakitan, hal itu membuat Sinta menjadi panik.Sinta yang panik berlari keluar mencari dokter atau suster yang bisa membantu si kakek, untungnya dia bertemu dengan Dokter Peter yang sedang berjalan di koredor rumah sakit."Sinta, ada apa?"