"Kalian itu ya? Menginap di rumahnya eyang sampai dua hari. Apa kalian nggak ada niatan untuk segera pulang? Apa kalian nggak kangen sama oma?"Riana menegur kedua cucunya yang dua hari tidak bisa ditemuinya bahkan cucunya tidak mau di video call membuatnya kesal apalagi anak dari Alka terus menangis mencari mereka."Ya kan kita di sana juga main di rumahnya eyang. Kenapa harus diminta buat pulang? Di sini kan udah ada kakak Zello, Kenapa masih nyariin kita. Kan kita juga pengen main di rumahnya eyang. Di sana kita bisa mancing-mancing bersama dengan kakek," jawab Kenzo tak mau kalah, nyolot seperti Riana.Bocah kecil berumur dua tahun itu saja sudah mengerti bagaimana caranya bisa bersikap adil terhadap kakek dan juga neneknya. Tapi tidak untuk Riana. Riana merasa kesepian saat mereka tidak ada di rumah. Bahkan dia uring-uringan karena Zello tidak bisa bermain sendirian tanpa kedua saudaranya itu."Oh! Jadi kalian di sana diajak mancing sama kakek? Jadi lebih kerasan tinggal di sana
"Kenzo! Ivy! Ayo kalian tidur, ini udah malam. Daddy mau malam Jumatan, ayo kalian tidur dulu."Masih juga pukul 07.30 wib, Alvaro meminta anak-anaknya untuk segera tidur. Dia sudah hampir seminggu tidak merasakan nikmatnya surga dunia bersama sang istri karena selalu terganggu oleh kedua buah hatinya. Biasanya mereka berdua selalu tidur di sore hari dan terbangun di tengah malam dan begadang sampai menjelang pagi hari. Semenjak kelahiran kedua anaknya itu, Alvaro dibuat uring-uringan sendiri karena jarang sekali mendapatkan jatah dari istrinya. Padahal jadwal percintaan suami istri awalnya bisa dilakukan setiap saat, tapi semenjak kelahiran mereka dilakukan satu minggu sekali."Malam jumatan? Emangnya Daddy mau ke mana? Kalau mau malam jumatan aku ikut," seru Kenzo langsung berlari ke arah Alvaro."Aku juga mau ikut," sambung Ivy. " Ayo mom! Ganti bajunya, kita mau main di luar sana Daddy."Ivy mulai merengek meminta untuk digantikan pakaiannya."Memangnya kita mau ke mana? Ini kan
"Dad! Kita keliling kota yuk?"Ivy menarik tangan Ayahnya hendak diajak keliling kota. Sudah cukup lama tidak diajak jalan-jalan jauh, membuat anak itu ingin kembali menikmati suasana kota yang indah dipenuhi oleh lampu hias."Ngapain harus keliling kota Ivy, ini kan sudah malam, besok lagi ya?"Dengan sabar Alvaro memberikan pengertian pada putrinya. Alvaro masih bisa bersikap lembut pada putrinya karena tidak terlalu banyak memberontak, sangat berbeda sekali dengan anak laki-lakinya yang selalu bersikap tegas karena Kenzo sendiri sangat nakal."Besok lagi besok lagi, terus sampai kapan besoknya? Daddy selalu gitu kalau diajak jalan-jalan nggak pernah mau. Aku pengen melihat lampu mainan di kota yang banyak. Kalau di rumah kan nggak ada lampu mainan," gerutu Ivy dengan mencebikkan bibirnya."Daddy itu suka bohong dek. Banyak alasannya doang tapi nggak pernah ditepatin janjinya. Katanya kemarin kalau udah liburan mau diajak jalan-jalan ke mall eh pas weekend malah diajak menginap di ru
Setibanya di rumah, Calista langsung menemui mertuanya yang tengah menonton televisi di ruang keluarga. Setelah mendengar ocehan dari anak laki-lakinya yang mengetahui bahwa suaminya tengah bercanda tawa bersama seorang wanita di cafe, membuatnya kesal dan dia berinisiatif untuk menanyakan langsung kepada mertuanya."Mama aku mau tanya dan jawab dengan jujur. Apa benar tadi Mama sama Kenzo melihat suamiku ada di cafe bersama dengan cewek?"Riana menautkan kedua alisnya saat ditanya oleh menantunya. Ia bahkan hampir melupakan kejadian itu dan kini diingatkan kembali oleh menantunya."Oh iya, Mama hampir lupa mau cerita sama kamu terus ngomong-ngomong kamu dikasih tahu sama siapa kok tahu kalau Alvaro tadi bersama dengan cewek di cafe?" Riana malah bertanya balik pada Calista."Jadi benar, kalau suamiku sudah bermain-main di luar dengan seorang perempuan? Sedangkan aku di rumah mengurus kedua anaknya?"Calista benar-benar kecewa pada suaminya dan juga mertuanya yang sudah sekongkol untu
"Kamu seriusan mau ikut ke kantor yang?" tanya Alvaro menatap Calista yang tengah merias diri di depan cermin riasnya."Ya, iyalah. Aku sekarang mau ikut ke kantor. Aku tadi udah bilang sama Mama sama Papa kalau hari ini aku nggak pergi ke toko," jawab Calista dengan tatapan sinis.Karena perdebatannya malam itu, membuat Calista tidak bisa tenang. Bahkan dia tidak bisa tidur sama sekali, membayangkan suaminya dekat dengan perempuan lain, atau bahkan sampai melakukan hal-hal yang tidak diduganya."Terus bagaimana dengan anak-anak? Apa kita tinggalkan di rumah sama Omanya?"Bukannya ia tidak suka Calista ikut bersamanya ke kantor, tapi masalahnya merawat dua anaknya saja sudah ruwet. Apalagi kalau di kantor bisa acak-acakan kantor karena ulah anak laki-lakinya yang suka membuat keonaran."Ya diajak lah. Ngapain ditinggalin sama Omanya. Apa gunanya mereka punya orang tua, kalau nggak bisa rawat sendiri, selalu ngandelin Omanya terus," bantah Calista.Tidak mau berdebat kembali, Alvaro ha
"Wah! Ternyata kantor Daddy bagus juga ya? Kirain kantornya Daddy kecil kayak rumahnya keong." Kenzo mulai mengoceh saat tiba di lobby kantor.Baru pertama kalinya Alvaro mengajak anak-anaknya datang ke kantor, dan kini mereka menjadi pusat perhatian para pegawainya."Apa kau bilang tadi? Kantornya Daddy mirip rumahnya keong? Kamu itu keongnya. Kecil-kecil cabe rawit," seru Alvaro dengan menyentil hidung anak laki-lakinya.Mereka berempat memasuki lobby dan mendapatkan sambutan hangat dari para karyawan yang ada di dalam kantor itu."Selamat pagi Pak, Bu," ucap beberapa karyawan yang ada di lobby kantor."Pagi," jawab Alvaro dan juga Calista dengan mengulas senyuman tipis."Selamat pagi semuanya, tampan cantik," jawab kenzo dengan selorohnya.Semua karyawan tersenyum dengan menatap gemas anak kecil itu."Astaga, anakmu ini ya? Kenapa bisa jadi seperti ini bibitku," gerutunya. "Sebenarnya unggul nggak sih?" Alvaro bergumam dengan berjalan pelan menatap Kenzo yang melambai-lambaikan ta
"Permisi Pak," ucap seorang perempuan mengetuk pintu ruangan Alvaro.Alvaro menoleh sekilas ke arah pintu, dan beralih menoleh pada istrinya yang duduk di sofa sembari menatap laptopnya yang menyala."Ya, silakan masuk," jawab Alvaro dengan tegas.Seorang wanita muda masuk ke ruangan itu berjalan dengan sopan, dan berakhir berdiri di depan meja kerja Alvaro."Maaf Pak, di luar ada tamu yang ingin bertemu dengan Bapak," ucap wanita itu."Siapa?" tanya Alvaro dengan menautkan kedua alisnya."Kalau itu saya kurang tahu Pak, dia hanya mengatakan kalau sudah mengenali Bapak, dan sedang menjalin kerja sama dengan Bapak. Dia tidak pernah datang kemari Pak, tapi sudah bertemu dengan Bapak sebelumnya," ucap Angeline, sekretaris Alvaro.Alvaro bahkan tidak sedang berjanjian dengan siapapun untuk bertemu. Sedangkan rekan kerjanya tidak hanya satu orang, tapi banyak orang, bahkan dari luar daerah."Baiklah, saya akan temui dia. Suruh tunggu sebentar. Jangan biarkan dia masuk ke sini. Saya tidak
"Ada yang bisa dibantu mbak?" tanya Calista dengan berjalan mendekati seorang wanita yang duduk di ruang tunggu.Wanita itu menoleh dengan kedua alisnya tertaut. "Anda siapa ya mbak? Di mana atasan anda? Saya ingin bertemu dengan atasan anda.""Saya sendiri atasannya, memangnya anda perlu apa dengan saya? Sepertinya saya belum pernah bertemu dengan anda sebelumnya, kenapa anda tiba-tiba saja datang kemari?" tanya Calista membuat wanita yang bernama Vera itu seketika seperti orang cengo'"Apakah mbak serius? Pemilik perusahaan ini? Bukannya ini perusahaan Pak Alvaro?"Agak kecewa saat datang bukan Alvaro yang menyambutnya, tapi perempuan lain."Pak Alvaro itu kan suami saya, jadi intinya saya juga atasan di sini. Ada perlu apa anda mencari suami saya? Apakah suami saya sudah membuat janji dengan anda?" Kembali Calista bertanya dengan tatapan dingin. Dia sangat yakin kalau perempuan itu, memiliki rencana tidak baik untuk keluarganya.Tidak mendapatkan jawaban dari Vera, Calista pun lan