"Siapa bilang tak ada yang mau sama aku? Kamu lihat saja ke belakang!" tegas Arini menatap Anggun yang mulai menoleh. Kedua mata indahnya yang semula datar mendadak mengerling melihat Saka yang berdiri di samping motor butut Arini.
"Oh My God! Serius, itu kekasihnya?" tanya Anggun melirik ke arah Arini yang tersenyum ke arahnya.
"Gimana? Cakep 'kan?" tanya Arini seraya menopangkan kedua tangan di dada.
Untuk pertama kalinya, Arini menang berdebat dengan Anggun dalam masalah ini. Senyum manisnya selalu tertoreh melihat musuh bebuyutannya seakan tak mampu berkata lagi.
"Arini." Suara khas Saka mengejutkan Arini. Spontan, ia menoleh dan terkejut saat Saka berdiri tepat di belakangnya.
"Dokter, ngapain ke sini?" lirih Arini melirik ke arah Anggun yang masih saja memperhatikan dirinya.
"Kenapa?" tanya Saka bingung melihat Arini mengedipkan sebelah mata. Ia seakan memberi kode yang membuat dirinya semakin tak mengerti.
"Tunggu! Bukank
"Arini, apa kamu akan menganggapku sebagai kekasih kamu lagi jika bertemu dengannya?" tanya Saka secara tak sengaja menghentikan makanan yang akan masuk dalam mulut Arini.Arini menyeringai. Ia sudah menduga jika saka akan kembali membahasnya."Ehm, Jika dokter mengijinkannya, why not," jawab Arini menyeringai.Sesaat, Arini mengernyitkan dahi. Ia mendongak menatap jari jemari tangan kiri Saka yang sangat suka mengacak-acak rambut panjangnya."Dokter," keluh Arini menyingkirkan tangan partner kerjanya itu."Karna kamu sudah merawatku dengan baik, aku mengijinkannya," kata Saka yang membuat Arini senang bukan main."Serius!""Heem.""Makasih, ya, Dok. Dokter selalu menolongku. Aku janji, apapun keinginan dokter aku akan menurutinya," kata Arini menyunggingkan senyumnya seraya mengacungkan telunjuk dan jari tengahnya hingga berbentuk huruf 'v'."Menurutinya?" tanya Saka melihat Arini menganggukkan kepala.
"Mas Saka ...," teriak Surti menoleh ke arah Arini yang memegang pundaknya.Senyum Arini yang tertoreh membuat Surti tak berhenti mengerjapkan matanya."Dia juga seorang dokter, kamu nggak usah khawatir, ya!" ucap Arini.Surti mengernyit heran. Ia bingung melihat orang yang baru ia lihat begitu peduli dengan majikannya."Siapa wanita ini?"Tatapan matanya tak berhenti memperhatikan Arini dari ujung rambut sampai ujung kaki."Apa dia kekasihnya mas saka?" tanya surti seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.Arini menoleh dan tersenyum saat mengetahui surti diam-diam memperhatikan dirinya."Mbak baik-baik saja?" tanya Arini yang begitu lembut.Surti terkejut dan spontan ia mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Arini."Saya Surti, asisten rumah tangganya pak Dev. Mbak, pasti kekasihnya mas Saka, ya?" tebak Surti seraya menunjuk ke arah Arini.DegJantung Arini berdegup kencang. Entah kenapa mend
Saka tak berhenti menatap Arini yang begitu peduli pada keponakannya. Apa yang di katakan dokter Han memang benar, Arini bisa menjamin kesehatan keponakannya itu."Arini, ada hal yang ingin aku bicarakan padamu!" ujar Saka menatap Arini yang berdiri di sampingnya.Arini mendongak. Rasa penasaran kini mulai menghampiri dirinya. Ia mengernyit melihat wajah saka yang mulai lelah."Dokter baik-baik saja?" tanya Arini memastikan."Aku baik-baik saja," jawab Saka yang mulai menjauhkan diri dari keponakannya.Arini membantu. Dengan telaten ia mulai menyandarkan kepala Alya tepat di atas bantal yang tersedia."Arini, Alya membutuhkan perawat untuk menjaganya," tutur Saka yang mulai duduk di kursi sofa yang tersedia di sana."Kenapa harus membutuhkan perawat? Bukannya dia sudah memiliki mama yang akan siap menjaganya?" tanya Arini yang membuat Saka menghela nafas panjang. Apa yang ada di benaknya benar-benar terjadi. Beberapa pertanyaan mulai
"Iya. Kakek baik-baik saja?" tanya balik Arini seraya memegang kepalanya. Pandangannya mulai kabur, gelap danBukArini terjatuh kembali dan tak sadarkan diri."Nak, bangun!" Kakek Rendra bingung.Saka mulai berantri untuk mengambil obat untuk dirinya sendiri. Wajah tampan yang memikat hati membuat semua orang tak mampu berpaling darinya."Dokter saka!" teriak pegawai apoteker yang mengejutkan semua orang.Semua orang tak berhenti mengerjap. Pandangan mata mereka tertuju ke arah orang yang mereka kagumi adalah seorang dokter."Tampan sekali, dokter itu!""Iya. Ternyata semua dokter di sini ganteng-ganteng, ya!" ujar mereka saling menyahut.Saka mulai melangkah pergi meninggalkan mereka yang masih tercengang dengan apa yang terlontar dari mulut pegawai apoteker itu."Dokter saka bisa mengobatinya? Kalo dokter kesusahan, saya bisa membantu dokter!" harap pegawai apoteker itu seraya menyodorkan obat yan
Kakek Rendra tak berhenti mengerjap. Beliau seakan tak percaya jika gadis yang menolongnya, mempunyai nomor telepon cucunya."Mereka saling mengenal?"Saka mulai membuka korden yang menutupi tempat untuk pasien. Kedua matanya mengerling saat dokter Lukman ingin mendaratkan ciuman ke kening Arini."Malam, dokter Lukman!" kata Saka yang menggagalkan aksi sang dokter.Dokter Lukman terkejut dan mendesah sebal. Dari dulu, Saka selalu menggagalkan rencananya untuk bersama dengan Arini."Sialan! Kenapa dia selalu ada di dekat Arini? gumam batin dokter Lukman menghela nafas dan tersenyum ke arah Saka."Aku hanya merapikan rambut Arini," jawab dokter Lukman membelai rambut Arini.Saka tersenyum tipis. Jawaban dokter Lukman sama sekali tak berubah. Masih sama seperti dulu."Apa tak ada alasan lain untuk menjawab pertanyaanku itu?" tanya Saka menghampiri.Dokter Lukman terdiam. Kedua tangannya mengepal dan
Kedua matanya terpejam seakan ingin menenangkan detakan jantung yang berdetak begitu kencang. Suara deru mobil yang berdecit membukakan kedua matanya secara perlahan.Sesaat, sudut mata Arini mengerut melihat sebuah mobil berwarna hitam berhenti di depan rumahnya. Ia terkejut, terperangah melihat Farel kakaknya di seret oleh orang yang bertubuh besar dengan memakai setelan jas berwarna hitam."Kakak?"BukFarel jatuh tepat di hadapan Arini."Kakak," ucap Arini menolong kakaknya yang tersungkur. Arini mengerling saat melihat wajah tampan yang dimiliki kakaknya memudar akibat luka lebam yang merata di kedua pipi. Tangan Arini yang penuh keringat mulai mendongakkan wajah Farel."Sakit, Arini!" keluh Farel menangkis tangan Arini."Itu belum seberapa, Farel!" ucap salah satu orang bertubuh besar tersebut yang membuat Arini seketika menoleh ke arah sumber suara tersebut."Saya akan pastikan kamu akan kumasukkan ke dalam rumah s
"Arini, apa keluargamu baik-baik saja?" Pertanyaan Saka yang membuat Arini seketika melipat bibir. Dua manik bola matanya tak berhenti mengerjap. Sesekali ia menyeringai menatap Saka yang mulai curiga dengan dirinya."Arini, ada apa?" tanya Saka penasaran.Arini tersenyum simpul. Lesung pipit di wajahnya seakan menandakan kalo dirinya baik-baik saja."Kenapa sekarang dokter perhatian sama aku?" tanya balik Arini yang mengalihkan pembicaraan.Saka menghela nafas panjang dan memilih untuk tidak berdebat dengan Arini."Dokter tak usah khawatir! Aku dan keluargaku baik-baik saja, kok!" kata Arini menorehkan senyum manisnya.Saka menoleh dan memaksa untuk membalas senyum Arini.Apa aku akan baik-baik saja jika kamu tidak lagi menjadi asistenku? gumam batin Saka beralih menatap ke arah luar jendela mobil.Senyum Arini memudar. Bibirnya melipat seraya menahan rasa sesak di dada. Kata andai selalu terucap dalam hati kecilnya. Andai saj
Arini hanya meringis. Bisa-bisanya mereka rela menunggu berjam-jam demi mendapatkan pemeriksaan dari Saka.Sebenarnya pelet apa sih yang digunakan olehnya? Sampai-sampai semua orang selalu memuji dirinya. Nggak di Papua di Jakarta, semua menginginkan dia! gumam Arini menghela nafas panjang.Di ruang rawat AlyaAura terkejut saat melihat dua orang yang ia cintai secara bersamaan berjalan menghampiri dirinya. Wajah tampan, cool, telah melekat di diri mereka. Hanya saja, cara penampilan mereka yang berbeda. Saka lebih suka menggunakan baju santai sedangkan Devian lebih dominan mengenakan setelan jas kemana pun ia pergi."Sayang, akhirnya kamu datang!" kata Aura menghampiri Devian dan Saka.Saka mengernyit melihat mantan kekasihnya itu mencoba untuk memanas-manasi dirinya. Ia menghela nafas dan memilih pergi untuk meninggalkan mereka."Aura, apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana bisa Alya terjatuh dari tempatnya? Bukankah kamu menjaganya?