Akhirnya kelima mahasiswa itu sudah berada di dalam bus dan tak menunggu berapa lama bus yang mereka tumpangi telah melaju kembali di jalanan beraspal menuju desa Seririt, Bali.
"Berapa lama perjalanannya untuk sampai ke desa itu Jim?" tanya Hasan sambil menyandarkan kepalanya ke kaca bus sebelah bangku tempatnya duduk.
"Mungkin satu setengah jam lagi." jawab Jimi singkat tanpa menengok ke arah Hasan.
"Apaa..??? Lama juga ya." seru Anita yang memang sejak awal merasa terpaksa naik bis itu. "Tau gitu aku naik motor saja tadi" sambung Anita dengan wajah kesal.
"Hhhmmm." Jimi mendengus kesal mendengar protes Anita yang tiada hentinya.
"Buat tidur aja Anita. Perjalanan ini tak akan terasa untukmu. Tau-tau nanti sudah sampai di tujuan saat kamu bangun." jawab Hasan yang mencoba memberi pengertian pada Anita.
Anita tak menjawab sepatah katapun hanya memanyunkan bibirnya sebagai tanda protes.
Sementara Sarah masih sibuk dengan handphonenya m
"Sstt... Ssttt..." suara Anita yang mencoba membangunkan Sarah dengan menyenggolnya menggunakan siku tangan kirinya."Kamu kok tidur sihh Sarah. Aku ngobrol sama siapa kalo kamu tidur." protes Anita yang tak ingin ditinggal tidur oleh Sarah." Hhmm apa sih Anita. Aku mau tidur aja gak boleh. Kamu kan bisa ngobrol sama Jimi kayak tadi." jawab Sarah sembari melemparkan senyuman pada Anita."Ish males lah. Pasti nanti ujung-ujungnya debat lagi." seru Anita dengan wajah malasnya menunjukkan dia enggan mengobrol dengan Jimi."Eh emang dikira aku kegirangan apa ngobrol sama kamu Anita. Aku lebih suka ngerayu pujaan hatiku Sarah daripada ngobrol sama kamu," suara Jimi yang tiba-tiba menimpali ucapan Anita."Tuh kan mulai lagi. Harusnya kalian pacaran aja biar gak bertengkar terus." Hasan berkomentar melihat kelakuan Jimi dan Anita yang selalu saja berdebat tak bisa akur."Iihh ogah....!!!!" seru Jimi dan Anita berbarengan."Emang namanya jod
Lima belas menit berlalu, akhirnya Sarah dan teman-temannya telah sampai di tempat pemberhentian bis yaitu sebuah halte yang terletak di depan Pasar Seririt-Bali. Mereka berlima satu per satu menuruni tangga yang berada di pintu belakang bus. Kelimanya turun di tempat itu dan berjalan menepi sambil membawa barang-barang bawaan mereka.Mereka telah tiba di Pasar Seririt yang terletak di Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng-Bali. Setelah menempuh perjalanan sekitar sejauh enam puluh tujuh kilometer selama dua jam akhirnya ada kelegaan tersendiri telah tiba di tempat itu."Akhirnya sampai juga. Lega rasanya." celetuk Anita."Sekarang kita harus berjalan kemana lagi Jim?" tanya Hasan sambil terus melangkahkan kakinya menuju pinggiran jalan yang tidak begitu ramai lalu lalang kendaraan."Iiisshh siapa bilang kita harus berjalan. Sekarang kita harus naik angkutan umum untuk bisa sampai ke desa tempat kita Magang. Mungkin sekitar empat puluh lima menit lag
Sepuluh menit berlalu setelah kelimanya menaiki mobil itu, akhirnya moda transportasi umum itu akan diberangkatkan oleh pengemudinya. Sang sopir sudah mengambil alih kemudi dan menyalakan mesin mobil lalu 'bruumm..bruuumm' suara mesin mobil tersebut mengaung. Sang pengemudi mulai memindahkan persneling dengan tangan kirinya juga menginjak gas yang berada dibawah kemudi dan mobil itupun mulai bergerak melaju menyusuri jalanan.Perlahan mobil bergerak menyibak jalanan kota Seririt itu dengan sesekali menyalip kendaraan yang berada di depannya dan terkadang menepi untuk sekedar menaikkan atau menurunkan penumpang."Permisi Bli. Tujuan Bli mau kemana?" tanya sang sopir sekedar berbasa basi pada Jimi."Saya mau ke desa Munduk, Bli. Betulkan naik angkutan ini?" jawab Jimi yang juga mengandung pertanyaan untuk memastikan bahwa dia tidak salah menaiki angkutan."Oh iya betul Bli." jawab sang sopir dengan santun.'Bli' begitulah sang sopir memanggil Jimi da
"DON BIYU" Sarah mengeja tulisan di papan plakat yang tergantung diatas kepalanya."Kamu tau Sarah apakah Don Biyu itu?" tanya Jimi yang menimpali ucapan Sarah."Yaa mana aku tahu Jim. Kamu kira aku kalkulator Alfalink yang bisa mengartikan semua kata-kata." jawab Sarah yang gemas dengan pertanyaan Jimi."Mau aku kasih tau gak?" Jimi mulai menggoda "Tapi cium dulu dikit disini." sambung Jimi sambil menyentuh pipinya sebagai tanda tempat untuk Sarah mengecupnya.'Plaaaaakkk' Sarah malah mengeplak kepala Jimi. "Mulai kurang ajar minta aku hajar ya...!!! seru Sarah yang mulai kesal dengan Jimi yang permintaannya ada-ada saja."Hahahaha" ketiga teman mereka tertawa melihat Jimi mendapat sebuah pukulan dari Sarah yang mendarat di kepalanya."Nyosor aja sihh elu Jim." celetuk Anita yang begitu senang melihat Jimi mendapat serangan dari Sarah."Huufftt awas kamu ya." jawab Jimi pada Anita."Yaudah deh buat bebeb Sarah gausa cium juga
"Selamat datang di Don Biyu Resto and Hotel. Ada yang bisa kami bantu?" sapa sang pegawai sambil memberikan salam penghormatan seraya melipat tangannya dan meletakkan keduanya sejajar dada dengan telapak tangan saling menempel berhadapan layaknya orang melakukan meditasi. Senyum ramah pun disunggingkan saat ia memberikan sapaan."Kami adalah mahasiswa dari Universitas X yang akan melakukan magang di desa ini selama beberapa bulan ke depan. Dan kedatangan kami kesini untuk melapor pada pak Mangku bahwa kami akan melakukan program magangnya mulai minggu ini. Sebenarnya saya sudah ada janji dengan beliau." Jimi menimpali pertanyaan sang pegawai dan menjelaskan maksud kedatang mereka kesana."Baik mohon ditunggu. Akan saya sampaikan pada beliau bahwa Anda sudah tiba." jawaban sang pegawai sebelum ia membalikkan badan dan melangkah menuju sebuah bangunan rumah yang berada di sudut halaman itu yang merupakan rumah dari Pak Mangku sang pemilik resto.Sementara di tempa
[Bu, Sarah sudah sampai di desa. Sekarang berada di rumah kepala desa setempat untuk melaporkan izin tinggal] Sebuah pesan singkat di kirimkan oleh Sarah pada ibunya. Dan berselang beberapa detik, ia juga mengirimkan pesan serupa pada sepupunya Indri. Tak menunggu lama hp Sarah bergetar menandakan ada sebuah pesan masuk. [Syukurlah kalau sudah sampai dengan selamat. Hati-hati ya nak selama disana. Hormati semua adat dan peraturan disana karena dimanapun kita berada kita harus selalu mengikuti peraturan yang berlaku seperti pepatah dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Jangan lupa mengirimkan kabar ke sepupumu, Indri.] Isi pesan balasan dari Bu Lia. [Iya ibu. Sarah akan selalu ingat pesan ibu. Sarah juga sudah mengirimkan kabar ke Mbak Indri kok. Sarah lanjut ngobrol sama pak Kepala Desa dulu ya bu. Nanti akan Sarah telepon kalau Sarah sudah sampai di kontrakan] Sarah mengakhiri berbalas pesan dengan ibunya dan ia hendak meletakkan pons
Sarah dan Hasan pun bergegas pergi menyusuri jalanan sesuai arahan dari Pak Mangku, sementara ketiga temannya masih tetap menunggu di tempat tinggal sekaligus restoran pak Mangku.Tiga puluh menit berlalu keduanya telah kembali dari ATM. Hasan memarkirkan motornya dan Sarah sudah lebih dulu menghampiri teman-temannya yang saat itu bersama dengan seseorang yang lain dan itu bukanlah pak Mangku.Anita lalu menjelaskan bahwa orang yang bersama mereka saat itu adalah Pemangku Adat desa itu sekaligus paman pemilik rumah yang akan mereka sewa nantinya. Rumah beliau tepat di sebelah rumah yang akan menjadi tempat tinggal mereka nantinya. Dan beliau juga yang akan mengantarkan Sarah dan teman-temannya menuju rumah tersebut dengan mengendarai mobil pick up yang dikendarainya.Kelimanya kembali mengobrol dengan Pak Mangku Wayan yang merupakan Pemangku Desa juga dengan Pak Mangku Putu yang merupakan Pemangku Adat atau bisa dikatakan juga Ahli Spiritual desa tersebut. Tak l
Saat ini hari sudah berganti malam. Keadaan gelap diselimuti kabut tebal pegunungan membuat suasana semakin dingin menyeruak. Suasana desa begitu hening, hanya terdengar suara lolongan anjing dan hewan-hewan malam seperti jangkrik dan kumbang yang saling bersautan. Sesekali juga terdengar suara burung yang terbang melintasi atas rumah mereka. Sungguh suasana pedesaan yang kental, tanpa penerangan lampu jalan bahkan penerangan dirumah warga desa pun hanya lampu dop berwarna kuning dengan cahaya temaram. Ketika malam tiba tak ada satu pun dari warga desa tersebut yang melakukan aktivitas diluar rumah. Kalaupun harus keluar rumah itupun hanya untuk keperluan penting saja. Benar-benar kondisi yang jauh berbeda dengan keadaan di kota tempat mereka berasal yang seakan tiada matinya bahkan ketika tengah malam pun masih banyak orang beraktivitas. Kegiatan membereskan rumah pun telah usai dan saat ini mereka akan menyiapkan makan malam. "Laper nihh gaes. Masak buat ma