Kata-kata Siena membuat Alfonso terdiam. Dia benar-benar berharap apa yang dikatakan Siena benar, tapi mungkin dia masih malu untuk mengakuinya. Keras kepala dan ego yang terlalu besar, itulah yang jadi sumber masalah di dalam keluarganya. Sifat Alfonso sama saja dengan sifat ayahnya dan kakeknya. Gara-gara sifat buruk mereka itu, mereka terlalu gengsi untuk mengakui perasaan mereka yang sesungguhnya.
Berbeda dengan Siena, gadis itu selalu polos dan spontan dalam mengungkapkan perasaan. Bahkan hanya dengan Siena saja, Alfonso bisa jujur menceritakan masa lalunya. Mungkin karena dia merasa nyaman, mungkin karena Siena terlihat peduli, atau mungkin Siena memang telah memiliki tempat khusus di hatinya.
"Terima kasih, Cherry…. Aku harap kamu benar. Tapi apa yang kukatakan tadi juga serius. Sekarang aku mulai mengerti, kenapa Kakek sangat dekat dengan kamu dan ibumu. Bisa dikatakan, kisah hidup kita mirip. Kita semua sama-sam
Siena dan Alfonso berjalan bergandengan tangan keluar dari rumah masa kecil Siena. Hati Siena masih terasa hangat. Ucapan Alfonso seakan terus terngiang di telinganya. Alfonso berkata ingin memulai semuanya dari awal lagi, dan bahkan memintanya untuk menjadi pendamping pria itu. Apa itu artinya mereka jadi sepasang kekasih? Kenapa ada desir aneh di hatinya, dan jantungnya masih terus meletup-letup, seperti seseorang yang baru saja mendapat hadiah yang dinanti-nanti? Mereka berjalan ke mobil. Alfonso menoleh ke belakang seperti mencari sesuatu, sebelum akhirnya dia masuk ke dalam mobil. "Aneh…," gumam Alfonso. Lagi-lagi dia menolehkan kepalanya ke jendela belakang mobil. "Ada apa?" Siena keheranan. "Mobil itu seperti mengikuti kita." Alfonso menunjuk sebuah mobil SUV warna putih yang diparkir beberapa meter di belakang mobil mereka. "Sejak kita keluar dari Hotel Sakura sampai ke
Alfonso mengerang pelan, "Aku bosan melihatnya." Pandangan Siena beralih ke wajah pria itu. "Bagaimana kalau kali ini, kamu yang coba pecahkan kode ini?" Senyum usil terukir di bibir Siena. "Kamu sedang mengerjai aku?" Alis Alfonso terangkat. "Bukan, tapi aku menantang kamu." Senyum Siena makin lebar. Alfonso mencermati wajah Siena sesaat. "Aah…." Mendadak dia ikut tersenyum. "Jadi kamu sudah tahu jawabannya? Dan kamu mau cobai aku, ingin lihat apakah aku bisa lebih cerdas daripada kamu?" Siena tak bisa menahan tawanya. Untuk pertama kalinya dia bisa menikmati menertawakan Alfonso, bukan karena ingin mengejek, tapi lebih karena hatinya sedang gembira. "Aku belum tahu jawabannya, tapi aku sedang menebak-nebak. Kita lihat saja, apa kamu juga bisa pecahkan kode ini?" Siena makin berani menantang Alfonso. Mata bir
"Alfonso Garcia…?" Mendadak wanita bermata hijau itu menyebutkan nama Alfonso. Siena dan Alfonso menoleh bersamaan ke arahnya. Wajah wanita itu tampak terkejut, tapi sedetik kemudian dia tersenyum lebar. "Astaga! Kamu benar-benar Alfonso!" pekiknya. "Kamu masih ingat aku 'kan?" Alfonso mengerutkan dahi. Siapa wanita ini? Mata emerald-nya memang sangat indah, kulitnya juga bersinar cerah. Apa mungkin dia…? Wanita itu melepaskan topi beanie warna pink dari kepalanya, sehingga rambutnya yang merah kecokelatan jatuh terurai dengan indahnya sampai ke punggungnya. "Ini aku, Sasha! Sasha Petrova…!" Nama itu terdengar seperti nama Rusia, dan logat bicaranya juga unik. "Sa-sha…?" Alfonso masih berusaha mengingat-ingat. "Ah, jangan katakan kalau kamu lupa! Aku Sasha, wakil Rusia dalam kontes Miss Universe tiga tahun yan
"Mister Lambert?"Damien mengangkat telepon dari sekretarisnya yang duduk di depan ruang kerjanya. "Ya, Natalie?""Ada tamu untuk Anda. Katanya namanya Brian Jung."Dahi Damien berkerut. Siapa itu? Rasanya dia belum pernah mendengar nama itu."Dia ingin bertemu Anda. Katanya penting, ini menyangkut Nona Siena Mori."*Damien menatap pria berwajah oriental yang duduk di hadapannya. Pria yang tak dikenalnya, tapi bagaimana pria ini bisa membawa-bawa nama Siena?Brian berdehem. "Kurasa aku langsung saja. Aku Brian Jung, sahabat Siena."Sahabat? Rasanya dia tak pernah mendengar cerita Siena, tapi memang banyak hal yang belum diketahuinya tentang Siena."Apa yang bisa kubantu, Mister Jung?""Panggil saja aku Brian. Aku datang untuk minta bantuan. Tolong beritahu aku,
"Cherry, tolong buka pintu…!" Alfonso menggedor-gedor pintu kamar resort tempat Siena menginap malam itu. Dia sudah menelepon ponsel Siena berulang kali, tapi tak ada jawaban. Dia juga sudah mencari Siena ke seluruh bagian resort tanpa hasil. Satu-satunya kemungkinan adalah Siena berada di kamar. "Cherry…, aku tahu kamu di dalam. Buka pintunya!" Ah, ada apa dengan Siena? Alfonso mengeluh. Siena meninggalkannya begitu saja di klinik saat dia sedang mengantarkan Sasha. Apakah Siena marah, atau cemburu? "Cherry---" Mendadak, pintu terbuka. Siena berdiri di balik pintu dengan gaun tidur panjang berwarna merah muda. Gaun itu tidak tipis, juga tak berpotongan seksi, tapi entah kenapa tetap terlihat sangat indah jika dikenakan oleh Siena. "Ada apa?" Siena langsung bertanya dengan nada datar. "Apa maksudmu ada apa? Ha
Alfonso sama sekali tak mengharapkan bertemu Sasha lagi, terutama tidak di saat sekarang ini, ketika dia merasa wine mulai membawa pikirannya melayang dan tubuhnya menghangat. Saat matanya tertuju pada Sasha, dia baru sadar wanita itu memakai mini dress warna merah yang berpotongan seksi dan sangat menggoda."Oh, aku tak butuh ditemani, Sasha…." Walaupun berkata begitu, dia tetap saja tak melepaskan pandangannya dari tubuh Sasha.Sasha terkikik. "Ucapanmu tak sesuai dengan caramu memandangku. Bukankah aku sudah katakan tadi, kamu boleh mengantarku ke kamarku?"Astaga! Tubuh Alfonso mulai bereaksi tak sesuai harapannya mendengar desahan Sasha di telinganya."Biarkan aku sendiri, Sasha. Suasana hatiku sedang buruk." Alfonso mencoba cara terakhir untuk mengusir Sasha, berusaha menjaga pikirannya tetap waras.Sasha menarik wajah Alfonso supaya menghadapnya. "Kena
"A-apa katamu?" Siena terbelalak menatap Alfonso. Senyum Alfonso makin lebar. Senang rasanya bisa menggoda Siena lagi. "Ingat janjimu, Cherry. Kamu tantang aku pecahkan kode keempat. Dan aku berhasil. Sekarang saatnya menagih hadiahku." Alfonso melangkah mendekat. Siena langsung berlari menghindar ke tengah kamar, berlindung di balik sofa. Alfonso tertawa, matanya mengedip nakal. "Cherry, kamu sudah janji padaku…." "A-aku tak pernah janji apa-apa…. Kamu saja yang seenaknya putuskan sendiri hadiah itu. Aku belum pernah menyetujui," Siena berusaha memprotes. Aduh, kenapa jantungnya berdebar tak karuan seperti ini? Apa mungkin Alfonso akan berani memaksanya? Alfonso berdiri dengan tangan disilangkan di depan dadanya. "Kalau begitu, untuk apa kamu datang ke kamarku? Kamu sudah tak marah lagi? Atau… kamu cemburu dan takut aku bersama Sas
Siena nyaris sesak napas waktu Alfonso mendadak memeluk pinggangnya dengan erat. Jantungnya mulai berpacu. Ia bisa melihat hasrat yang bergelora di mata Alfonso. Apalagi saat pria itu berbisik persis di dekat telinganya, "Cherry, berikan hadiahku….""Alf…."Siena mendorong dada Alfonso dengan tangannya, tapi percuma. Alfonso jauh lebih kuat dan waspada, berbeda dengan pria kurang ajar yang menggodanya di klub malam di Dubai, yang bisa dibantingnya dengan mudah.Alfonso terkekeh. "Lihat saja apa kamu bisa membantingku, Cherry…." Ternyata dia tahu apa yang dipikirkan Siena."Alf, lepaskan aku!" Siena mencoba menarik tubuhnya ke belakang."Atau mungkin aku yang banting kamu? Ke tempat tidurku?"Sedetik kemudian, tangan Alfonso bergerak dengan cepat mengangkat tubuh Siena dan menggendongnya. Siena menjerit dan meronta. Baru saja