"Apa tuan akan menikah? Dengan siapa? Tapi, kenapa tuan meminta aku untuk membaca ini?" tanya Kirana bingung.
"Tentu saja, aku akan menikah. Tapi, tidak sekarang. Nanti. Dan, bukan dengan orang lain. Tapi, denganmu. Maka dari itu kau kuminta untuk membaca dulu syarat-syaratnya itu. Kalau ada yang tidak kau mengerti kau bisa tanyakan padaku. Aku dengan senang hati akan menjelaskannya padamu. " ucap tuan Adam yang membuat Kirana terheran-heran.
" Menikah? Denganku? Bagaimana mungkin? Apa tuan Adam tidak salah bicara? " batin Kirana dalam hati.
"Bagaimana? Apa kau akan mempelajari dulu syarat-syarat tersebut?" tanya tuan Adam lagi.
"Baiklah, tuan. Aku akan mempelajarinya lebih dahulu." sahut Kirana sambil membawa selembar kertas itu keluar dari ruang kerja tuan Adam.
 
Alex hanya menunduk. Alex tidak berani menatap tuan Adam. "Maaf, tuan. Saya hanya mengatakannya pada satu orang. Saya tidak tahu bagaimana bisa menyebar ke semua para wanita itu?" ucap Alex merasa bersalah. "Alex! Saya tunggu kamu di ruangan kerja saya. Dan, kamu urus para wanita itu. Saya gak mau tahu bagaimana caranya terserah padamu. Pokoknya, saya mau kamu bubarkan kerumunan itu. Terserah kamu bagaimana caranya?" perintah tuan Adam kesal. Tuan Adam hanya memijat pelipisnya. Pusing. " Sudah! Sudah! Bubar sana! Berita itu tidak benar. Lebih baik, kalian bubar. Sebelum tuan Adam memanggil polisi. "hardik Alex pada kerumunan wanita itu. "Ya, siapa sih yang menyebarkan rumor itu? Berita tidak benar saja di sebarin." ujar salah satu wanita itu m
"Besok-besok, kalo kamu mau pergi belanja. Jangan dengan Alex. Tapi, ajak aku saja. Aku mau kok, menemanimu belanja." ujar tuan Adam. "Baiklah, tuan. Kalau besok, aku mau ke pasar aku akan mengajak tuan untuk menemaniku."sahut Kirana pelan. Diam-diam Kirana merasa senang. Karena tuan Adam yang cemburu melihat Kirana pergi hanya berdua dengan Alex. Itu berarti, tuan Adam menyukainya. "Aku mau ke kamar dulu, tuan. Aku mau menaruh barang-barang ku ini dulu." pamit Kirana sambil beranjak menuju kamarnya. Dan, tuan Adam sendiri berbalik kembali menuju ruang kerjanya. Tuan Adam harus segera menyelesaikannya. Karena sebentar lagi tuan Adam akan kedatangan tamu seorang pejabat dari kota sebelah yang masih muda dan tampan. Juga, tak kalah kaya darinya. &nb
"Hah? Apa tuan bilang tadi? Papa mertua?" tanya Alex heran sekaligus geli. "Apa kamu bilang tadi? Kamu panggil apa tadi?" tanya ayah Kirana kesal. "Papa mertua,"ucap tuan Adam pelan. "Apa papa mertua? Memangnya kamu menantu saya? Seenaknya saja, kamu memanggil saya dengan sebutan papa mertua." sembur ayah Kirana kesal. "Hahaha...," tawa Alex meledak. "Diam atau kupecat kau!" ancam tuan Adam yang di sertai pelototan tuan Adam. Alex, sontak menutup mulutnya. Karena takut di pecat. "Maaf, pak. Tapi, apa saya bisa bertemu dengan Kirana?" tanya tuan Adam sekali lagi. "Mana Kirana, bu?" tanya Ayah Kirana jengkel.&n
"Tentu saja, ayah akan pergi dari rumahmu. Kalau kamu takut ayah membuatmu kesulitan. Ayah akan tinggal di tempat lain yang tenang. Dan, yang pasti yang tidak akan membuatmu kesulitan." ujar ayah tuan Adam kesal. "Terserah ayah saja. Aku sudah tidak peduli. Aku hanya bertanya tapi ayah malah salah paham. Aku lelah." sahut tuan Adam pelan. "Ayah pergi. Jaga dirimu." ucap ayah tuan Adam pelan. "Iya, ayah juga. Jaga diri ayah" sahut tuan Adam lemas. Ayah pun mendorong koper ya entah kemana. Ayah tuan Adam sungguh tak punya tujuan. Ayah tuan Adam alias om Frangky pun di usir dari rumah anaknya Toni, yang tak lain adalah kakak tuan Adam. Hutang judi ayah tuan Adam sangat banyak. Dan, Toni tidak mau membantu membayarnya lagi. Toni ingin sang ayah jera dan
"Baiklah, ayah akan aku panggilkan ibu dulu. Ayah tunggu sebentar di sini." ujar Kirana lalu kembali masuk ke dalam rumah tuan Adam. "Ibu! Ibu! Ada ayah datang di luar. Katanya, ingin menjemput ibu pulang ke rumah." kata Kirana pada sang ibu. "Apa ayah datang katamu?" tanya ibu tak percaya. "Iya, bu Ayah datang katanya ingin menjemput ibu. Coba, ibu temui ayah di luar." ujar Kirana pelan. "Baiklah, Kirana akan ibu temui ayahmu di luar." sahut ibu pelan. "Ayah? Ada apa datang mencari ibu?" tanya ibu heran. "Ibu, pulanglah bersama ayah ke rumah. Ayah minta maaf karena ayah salah. Telah berbuat kasar pada ibu. Ayah khilaf. Maafkan ayah, ya bu. Sekarang pulanglah bersama ayah." mohon ayah dengan wajah memelas. &n
Tok! Tok!. " Tuan, ini saya Alex. Ini saya sudah datang bawa dokter yang akan memeriksa tuan." Seru Alex dari depan pintu kamar tuan Adam. "Suruh saja masuk dokternya." sahut tuan Adam lirih. "Halo, tuan. Kita bertemu lagi. Kali ini tuan yang sakit. Saya pikir nona itu lagi yang sakit." ujar dokter itu menyebalkan. "Kau sedang menyindir aku, ya? Atau kau minta kutendang keluar dari kamar ini. Cerewet sekali sih, kamu!" sembur tuan Adam kesal. "Baiklah, maaf tuan. Mari, saya periksa tuan dulu." kata dokter itu sambil memeriksa tubuh tuan Adam dengan teliti. Kening dokter itu berkerut. Tampak sedang berpikir keras. "Aku sakit apa? Jelaskan saja dengan singkat dan tidak perlu
"Tidak apa, Angel. Biarkan saja, Violet di luar sana. Nanti juga, kakakmu itu akan pulang." ujar ibu yakin. "Baiklah, bu. Aku percaya pada ibu." ucap Angel pelan. "Terima kasih, Angel karena telah mempercayai ibu." ucap ibu tulus. "Sama-sama, bu." sahut Angel pelan. "Angel, ibu harap kamu tidak seperti kakakmu Violet. Entah, akan berulah apa lagi Violet di luar sana!" batin ibu dalam hati. "Ibu, kenapa melamun? Apa ibu sedang ada masalah?" tegur Angel penasaran. Ibu hanya menggeleng pelan. "Tidak, Angel. Ibu hanya lelah saja. Istirahat sebentar saja ibu akan membaik." sahut ibu pelan. "Syukurlah, bu. Kalau ibu tidak ada masalah. Sebaiknya, ibu istirahat saja dulu. Nanti, biar
"Apa bayar hutang lagi? Tidak mungkin tuan. Yang dulu saja belum lunas sepeserpun. Ini hutang saya sudah nambah lagi. Bagaimana cara aku membayar hutang itu? Darimana uangnya?" ucap Kirana dengan nada putus asa. "Caranya mudah saja." sahut tuan Adam mencurigakan. "Bagaimana caranya tuan?" tanya Kirana penasaran. "Caranya tentu saja dengan bekerja padaku. Memangnya ada cara lain?" sahut tuan Adam jengkel. "Iya, juga sih. Atau jangan-jangan ini cara tuan untuk menjebak aku untuk bekerja di rumah tuan lebih lama lagi atau bahkan seumur hidupku." tuduh Kirana jengkel. "Terserah kau mau menuduh ku apa? Yang jelas kau memang harus bekerja padaku seumur hidupmu karena kau tak mampu membayar hutangmu." ucap tuan Adam tenang. "Memang sudah nasib aku un