“A-apa??”
Feli kembali meneliti pria asing itu. Pandangannya segera ia alihkan saat pria itu menatapnya tak suka. “Ehm… sa-saya pikir anak Anda masih kecil, ternyata sudah sebesar raksasa," ucap Feli polos.
Wanita asing itu kembali tertawa. Feli takjub melihat wajah wanita itu yang masih terlihat sangat muda. Feli masih tidak percaya jika wanita itu memiliki anak sebesar pria yang sejak tadi mengintimidasinya melalui tatapan.
"Mah-dreh, lihatlah, gadis ini tidak sopan sekali padaku!" desis sang pria, karena Feli kembali memperhatikannya, seakan menilai. Pria itu tak suka diperhatikan sedemikian rupa seperti apa yang sedang Feli lakukan padanya. Apalagi ucapan Feli terdengar lancang di telinganya.
Dahi Feli mengernyit. Mengapa pria itu terlihat kesal? Apa yang pria itu katakan?
Ugh… tak bisa kah mereka berbicara dengan bahasa yang normal? Maksud Feli, gunakanlah bahasa yang dapat ia mengerti. Sehingga ia tidak terlihat b0doh seperti ini.
Sementara itu, wanita yang menjadi majikan Feli untuk satu bulan ke depan, membalas ucapan sang anak dengan tawa yang semakin menjadi.
"Apakah ada yang lucu, Mah?"
"Oh Mi Hijo, kau itu terlalu kaku dan sensitive. Gadis ini bukannya tidak sopan padamu, tapi dia terkejut karena dia pikir dia akan merawat seorang bayi. Tidak tahunya yang harus dirawat adalah bayi raksasa sepertimu. Hahaha... Dia tidak salah bicara, Mi Hijo."
"Apa?? Oh M****a! (Sialan!)"
"Mi Hijo!"
Sang pria langsung terdiam saat melihat tatapan peringatan dari ibunya.
"Baiklah, Dulce niña, kau akan bekerja dengan anakku mulai hari ini. Ah tapi kau bisa istirahat lebih dulu. Pasti perjalananmu melelahkan."
"Mah-dreh, tidak perlu memanjakan dia seperti itu. Itu sudah resikonya karena bersedia ditempatkan di mana saja." Pria muda ini memutar bola mata malas.
"Mi Hijo, itu memang sudah menjadi resikonya, tapi bukan berarti kau tidak memperbolehkannya untuk istirahat lebih dulu. Dia bukan robot."
Pria muda itu bersedekap, lalu menatap Feli sinis. "Kalau begitu, lebih baik aku membeli robot saja—"
"—dan membiarkanmu semakin tak bisa berkomunikasi dengan orang lain?" tanya wanita asing itu, menatap tajam sang anak. Anaknya masih saja antisosial.
"Ma—"
"Sudahlah, kau antar dia ke kamarnya. Mah-dreh harus segera pergi. Bibimu sudah menunggu Mah-dreh."
"Dulce niña, aku pulang dulu ya. Seragammu sudah siap di lemari di dalam kamar yang akan kau tempati," ucap sang wanita itu ke arah Feli sambil menyunggingkan senyum lembut.
"Pulang? Anda... Anda tidak tinggal di sini juga?" tanya Feli seperti orang bod0h.
"Tidak. Ini apartemen anakku, dan seperti yang aku katakan tadi, kau akan bekerja di apartemen ini untuknya."
Deg...
Jantung Feli tiba-tiba saja berdetak kencang.
"Saya bekerja... di sini untuknya?" tanya Feli. Ia menelan saliva susah payah. "A-ada berapa orang yang tinggal di rumah ini, Nyonya? Apakah ada maid lain lagi selain saya?" tanya Feli kembali mulai panik.
"Mengapa kau bertanya seperti itu?! Kau tahu, itu sangat tidak sopan!"
"Mi Hijo..."
"Ma—"
"Di tempat ini hanya ada anakku. Dan hanya kau satu-satunya maid di sini. Pastikan kau merawat anakku dengan baik, Dulce niña. Memperhatikan pola makannya, dan—"
"Aku bukan bayi, Mah-dreh!"
"Kau itu bayi, bayi raksasa milik Mah-dreh," ucap wanita ini sambil terkekeh geli.
Sang pria hanya dapat membalas dengan geraman kesal sebelum ibunya benar-benar pergi dari apartemen ini beberapa menit setelahnya.
Tak ada yang mengeluarkan suara setelah kepergian wanita yang menyambut kedatangan Feli tadi. Dua orang ini masih terdiam di tempat dengan pikiran masing-masing. Sang pria masih kesal dengan ibunya, sementara Feli memikirkan nasibnya. Tinggal dengan seorang pria dewasa yang bisa dibilang seksi dan terlihat mengintimidasi hanya berdua saja?
Ugh! Seumur hidup, Feli tidak pernah dekat dengan pria selain keluarga dan bodyguard yang menjaganya. Tapi kini, dia justru harus tinggal berdua dengan seorang pria yang bahkan sangat asing? Selama satu bulan lamanya?
Kepala Feli serasa berputar memikirkan semua ini.
"Ikuti aku!"
Feli tersadar dari lamunan, dan langsung bergegas mengikuti majikannya.
Majikan? Sh1t! Dia yang biasanya menjadi majikan, justru kini menjadi seorang pekerja.
"Misi sialan!" bisik Feli tajam.
Feli berhenti melangkah, saat pria di depannya tiba-tiba membalikkan tubuh. "Kau bicara apa?" tanya sang pria sinis.
Feli mengedipkan kedua matanya polos. Ia menelan saliva susah payah. "A-aku tidak bicara apa pun, Tuan."
"Telingaku tidak salah menangkap suara tadi."
"Aku hanya sedang bernapas."
"Apakah saat kau bernapas akan berisik seperti itu?" sindir sang pria, karena dia yakin Feli mengatakan sesuatu.
"Sa—"
"Cepatlah! Kau ini berisik sekali!"
Pria ini memotong ucapan Feli, dan langsung kembali melanjutkan langkahnya menuju ke salah satu ruangan di tempat ini.
'Kau yang mengajakku berbicara lebih dulu, sial4n!' maki Feli di dalam hati. Feli menghela napas kesal, lalu kembali mengikuti langkah sang majikan.
Majikan? Feli ingin munt4h setiap kali menyebut pria itu majikannya.
"Ini kamarmu."
Feli mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kamar yang sudah dibuka sang pria setelah mereka sampai.
"Kau, aku harap kau bekerja dengan baik di tempat ini. Aku tidak akan segan-segan mengusirmu dari sini kalau sampai kau melakukan satu kali saja kesalahan!" ucap pria di depan Feli dengan wajah super dingin.
"Apa??” Feli mengerjap terkejut. “Tuan, di dunia ini tidak ada orang yang sempurna. Masa hanya karena satu kesalahan, Anda langsung memecatku?"
"Mengapa kau lancang sekali?!"
"Aku... lancang? Aku hanya bertanya."
"Aku tidak suka dibantah!"
"Siapa yang membantah. Aku hanya bertanya, Tuan—"
"Diamlah! Kau benar-benar berisik! Kau bekerja denganku, tentu saja kau harus ikut aturan yang kubuat! Dan peraturanku, TIDAK BOLEH ADA SATUPUN KESALAHAN! Ingat itu!" Sang pria langsung berjalan pergi meninggalkan Feli di ruangan didominasi berwarna putih itu. Ruangan yang entah berapa kali lipat lebih kecil dari kamarnya di Inggris sana. Hanya ada ranjang kecil dan sebuah lemari yang ukurannya benar-benar bukan ukuran lemari seorang Felicity Addison.
"Dia pemarah sekali. Ck! Ini gila. Masa aku tidak boleh melakukan kesalahan walau hanya satu kali?" Feli menggigit bibirnya cemas. "Kalau seperti ini, aku pesimis akan bisa menyelesaikan misi ini. Ugh! Apakah aku harus merelakan private jet dan teman-temannya?"
Mata Feli mengedar, dan bolak-balik menatap ranjang dan lemari di ruangan ini.
"Apakah ranjang dan lemari ini barang mainan? Kecil sekali ukurannya! Memangnya aku ini boneka barbie apa!" omel Feli tak jelas.
Feli yang kesal, menendang koper kecil yang dia bawa, lalu berjalan tergesa ke arah ranjang.
"Ouch! Sialan!" Feli terdiam sesaat, merasakan nyeri saat tulang kakinya tak sengaja membentur ranjang yang akan menjadi tempatnya beristirahat selama satu bulan ini. "Ranjang sialan!" umpat Feli masih dengan kekesalannya. Matanya sudah berkaca-kaca. "Ini sakit sekali... hiks... sialan!" umpat Feli sekali lagi. Isakan sudah mulai keluar dari bibirnya. Feli jadi teringat Mommy dan Daddy-nya, yang tak akan membiarkannya terbentur seperti ini. "Mommy... hiks... Daddy..." lirih Feli.
Sementara itu, pria yang menjadi majikan Feli menaiki tangga apartemennya dengan kesal. "Di hari pertama, dia sudah berani membantahku. Dasar maid sial4n! Baru kali ini ada maid yang berani bertingkah seperti wanita itu! Lihat saja, akan kubuat kau pergi dari rumah ini!" monolog sang pria sambil tersenyum keji.
Pria ini bahkan sudah menjalankan kekejian pertamanya, dengan mengganti gudang menjadi kamar maid barunya itu.
Kemarin, sang ibu menyiapkan sebuah kamar tamu yang seharusnya ditempati Feli. Tapi malam harinya, Jerrald Mendez memerintah orang-orangnya untuk memindahkan pakaian maid yang menjadi seragam wanita itu ke sebuah ruangan kecil yang lebih layak disebut rumah tikus karena sempit. "Nikmati kamar sempitmu, Nona," monolog Jerrald tersenyum puas.
***
>>”Mah-dreh dan Pah-dreh mu akan pergi berbulan madu. Selama Mah-dreh pergi, kau tidak boleh membuat ulah, Mi-Hijo! Terlebih kepada maid barumu itu. Jangan coba-coba untuk mengusirnya dariapartemenmu! Hanya Mah-dreh yang berhak memberhentikannya.”“Apa???Ma—”>>“Tidak ada bantahan!”>>“Sayang, kita harus segera pergi.”>>“Tunggu sebentar, Suamiku… Aku harus memperingatkan anak kita agar dia tidak membuat masalah selama kita pergi.”Terdengar tawa renyah dari seberang sana, yang Jerrald yakini adalah tawa ayahnya.Jerrald memutar bola mata kesal. Memangnya dia masih anak kecil?!“Mah…Maidbaru itu bekerja di apartemenku, tentu saja aku berhak mengusirnya jika pek
“Bagaimana kondisinya?”“Masih cantik luar biasa.”“Noe, aku tidak bercanda!”“Cih… dasar sepupu tidak punya selera humor.”“Tinggal kau jawab saja apa yang aku tanyakan. Tidak perlu membahas ke mana-mana!”“Baiklah, Tuan Mendez, maafkan atas kelancangan sepupumu ini. Kondisinya baik, hanya demam biasa. Sepertinya gadis cantik yang imut ini kelelahan. Kau, habis menyiksanya ya? Kau pasti membuatnya bekerja tiada henti.”“Jangan bicara sembar4ngan! Aku bahkan belum memerintahnya satu kalipun!” desis Jerrald tak terima saat sepupunya dari pihak sang ibu menuduhnya seperti itu.Jerrald mengalihkan pandangan ke arah gadis cantik yang saat ini terbaring lemah dengan mata tertutup sempurna di atas ranjang salah satu kamar tamu di apartemen ini. Kamar yang
Feli membuka mata, dan mendapati seorang pria tengah duduk di sebuah kursi yang berada di samping ranjang. Pria itu sedang sibuk dengan laptop di depannya.Majikannya? Sedang apa pria itu di sini?Dalam diam, Feli memperhatikan sang majikan, dan mengingat-ingat mengapa dia berbaring di ranjang yang lumayan empuk ini. Kenyamanan ranjang ini berbeda jauh dengan ranjang di kamar yang ia tempati. Kamar tempat di mana ia beristirahat tadi setelah tiba di apartemen ini.Pikiran Feli menerawang. Tadi… dia kehausan setelah menangis kurang lebih satu jam di kamar sempit itu. Itu terjadi setelah majikan barunya membalut jarinya yang terluka dengan perban, lalu memerintahnya untuk kembali beristirahat.Kepalanya pusing karena terlalu lama menangis, ditambah lagi rasa nyeri di jarinya, membuat tubuhnya panas dingin. Apalagi perutnya belum terisi sejak tiba di negara ini. Apel yang tadi sempat digigitnya t
“Beginikah? Sepertinya ini cukup.”Feli menekan tombolONuntuk menyeduh kopi yang sudah diletakkannya di dalam sebuah teko penyeduh kopi listrik yang dia temukan di dapur ini. Wanita cantik ini mempelajari cara pemakaiannya melalui mesin pencarian, dan mencocokkan gambar yang ada di mesin pencarian dengan teko penyeduh kopi listrik itu.Kemarin sang majikan memerintahnya untuk membuatkan pria itu kopi setiap pagi.“Hm… apa yang harus aku lakukan sambil menunggu kopi ini jadi?” Feli mengetukkan jemarinya ke atas meja pantri di dapur luas ini. “Membersihkan apartemen ini? Ck! Hari penyiks4an dimulai,” ucap Feli tertekan.Feli melangkah menuju tempat di mana alat penyedot debu diletakkan. Kemarin sang majikan memberitahu Feli di mana letak alat-alat pembersih di apartemen ini disimpan.Feli mendorong alat penyedot debu i
“Tuan Mendez, perusah__ Ehm… Tuan?”Jerrald tersadar dari lamunan saat sang sekretaris menyadarkannya. Ia mengedarkan pandangan ke sekililing.Ah… ternyata ia telah berada di dalam ruang kerjanya. Bahkan ia telah berdiri tepat di depan meja kerjanya.Jerrald tidak sadar jika dia melamun sejak ke luar dari ruang meeting.“Ada apa, Eloy?”“Apakah ada yang Anda pikirkan?” tanya Eloy khawatir. Sejak tadi sang bos sepertinya kurang fokus. Bukan hanya saat ini saja, tapi sejak di ruang meeting.Beberapa kali Jerrald harus disadarkan Eloy. Sampai membuat Eloy cemas. Mungkinkah sang bos sedang tidak enak badan?Pasalnya, ini kali pertama Jerrald tak fokus saat bekerja.Jerrald memijat keningnya. Wajah pria ini seperti sedang menanggung beban berat. “Aku hanya memikirkan
“Apa maksudmu, Nona Cia?” tanya Jerrald kembali. “E… i-itu…“ Feli kembali terdiam. Kali ini menggigit bibir cemas. Jerrald memicingkan mata curiga saat Feli tak kunjung menjawab dengan jelas pertanyaannya. “Kau benar-benar mencurigakan, Nona Cia. Siapa kau sebenarnya?” tanya Jerrald pada akhirnya. Tubuh Feli mendadak panas dingin. Jerrald menatapnya tak kira-kira tajamnya. Seperti pisau yang baru diasah, dan siap untuk memotongnya kapan saja. “A-Anda kenapa bicara seperti itu? Tentu saja a-aku Jolicia Floy, Tuan.” “Jolicia Floy… Tentu saja aku tahu kau Jolicia Floy.” Jerrald bersedekap. Matanya masih betah memancarkan ketajaman. “Lalu kenapa Anda b-bertanya?” “Karena kaumaidteraneh yang pernah aku punya. Kau tidak bisa bekerja dengan baik, kau merepotkan, dan kau tidak mandiri. Ben
"Ya Tuhan, Nona Cia!"Feli menghela napas lelah. Ini sudah ke sekian kalinya sang majikan mengeluarkan pekikan seperti ini. Seperti siap mengulitinya.Apa lagi kini salahnya?"Apa begini caramu mencuci kentang?! Berikan padaku!"Feli menyingkir dari depan wastafel saat Jerrald dengan sedikit kasar merebut sebuah kentang yang sedang dipegangnya. Gadis ini menatap sebal sang majikan dari samping. Feli memperhatikan cara Jerrald mencuci beberapa kentang itu."Aku rasa aku mencucinya sama seperti Anda, Tuan.""Bagaimana bisa sama?! Kau hanya membasahinya tanpa kau bersihkan!""Aku su—""Tidak perlu banyak bicara! Lebih baik masukkan sayuran yang lainnya ke dalam lemari pendingin sebelum semuanya bvsuk!" perintah Jerrald, tapi tatapan mata pria itu tak beralih ke arah beberapa kentang yang sedang ia bersihkan.
“Kau sudah memesankan makanan untuknya?” tanya Jerrald sambil mengecek, lalu menandatangani beberapa berkas yang baru saja diberikan Eloy.“Seperti perintah Anda, Tuan,” balas Eloy.Jerrald terdiam. Tangannya menggenggam erat pena yang digunakannya. Pikirannya menerawang pada kejadian pagi tadi di apartemennya. Ia meninggalkan sang maid begitu saja setelah membentak gadis itu.“Anda bisa mengajariku membuat kopi untuk Anda, Tuan. Jadi Anda tidak perlu repot-repot membuat kopi sendiri.”“Tuan, apakah Anda tidak ingin sarapan?”“Tuan, Anda ingin berangkat sekar—"“Kerjakan apa yang bisa kau kerjakan, Nona Cia! Jangan mengganggu dan mengajakku berbicara!” bentak Jerrald sebelum membuka pintu utama apartemennya, lalu pergi begitu saja dari hadapan sang maid yang t