Satu bulan terlah berlalu, paginya polisi datang dan bertanya lagi, tetapi Rafan masih tidak mau menjawab. Kondisi Rafan sudah pulih kembali, meskipun wajahnya masih ada memar biru, bahkan sudah diperbolehkan pulang. Polisi ingin mengantarnya pulang, tetapi Rafan menolak.
“Kami antar ke rumah ya, kau ingat tinggal di mana?” tanya Polisi.
“Tidak,” balas Rafan bohong lagi.
Lagi pula aku kan sudah diusir dari rumah. Lebih baik pura-pura tidak ingat.
Rafan, mulai berjalan keluar dari rumah sakit.
“Ayo, kau tinggal di panti asuhan saja.” Polisi menggenggam tangan Rafan, lalu menariknya untuk masuk ke mobil dan pergi.
Sampai di panti asuhan, polisi langsung menemui ibu panti dan akhirnya menerima Rafan untuk tinggal di sana.
Lebih baik aku tinggal di sini dulu, sambil mencari tempat untuk tinggal sendiri.
Rafan ikut masuk, saat tanganny
Rafan masih duduk di atap gedung, setelah mengingat kembali masa lalunya yang kelam dan begitu pahit baginya.“Sudah 12 tahun berlalu, sepertinya Bram Revaldo menikmati sekali kehidupannya, setelah berhasil membuatku diusir dan hampir mati," gumam Rafan.Kebetulan Rafan duduk di atap gedung, yang bersebelahan dengan SMA 01 Golden. Sekolah yang memiliki tingkat reputasi sangat tinggi, karena banyak sekali murid berprestasi. Lalu tidak sengaja melihat gerak-gerik aneh dari empat orang, yang semenjak pagi sudah ada di depan gedung sekolah itu.“Hee, polisi menyamar jadi warga biasa kah? Mudah sekali tertebak, pasti polisi itu sedang mengintai Refan Alexander!” gumam Rafan.Refan Alexander, salah satu siswa di SMA 01 Golden. Lebih tepatnya adalah adik kembar Rafan. Rafan terus memperhatikan beberapa polisi yang menyamar.****Di ruang makan sebuah keluarga sarapan bersama, tanpa merasa kurang atau cemas. Jika,
Polisi dan ketiga teman Refan terdiam, setelah mendengar penjelasan Refan, ternyata memiliki kakak kembar.“Tunggu sebentar, kakak? Bukankah kau anak tunggal?” tanya Polisi bingung.“Sebenarnya aku memiliki kakak kembar,” jelas Refan.Jadi Refan terlahir kembar!Ketiga temannya, terkejut.“Bisa dijelaskan Tuan Rivo?” tegas Polisi.“Oke! Memang benar anakku kembar. Tapi dia per—” ucap Rivo terhenti.“Kakak tidak pergi! Tapi diusir!” potong Refan kesal, mendengar penuturan Rivo.“Refan diam!” balas Rivo kesal.“Tidak! Selama ini aku bingung. Sebenarnya apa salah kakak? Sampai ayah ataupun ibu tidak pernah ada untuknya. Bahkan kehadirannya tidak dianggap!" ucap Refan lirih.“Kau tidak perlu ta—”“Aku ingin tau! Karena dia kakak kembarku!” teriak Refan kesal.“Sudah kubilang di
Sore hari di tengah kota mendadak hening, biasanya banyak orang yang berlalu lalang. Kali ini tidak, karena mereka bersembunyi sambil menatap seorang pemuda dari jauh. Jadi, hanya kendaraan saja yang melintas di jalan besar.Pemuda itu adalah Rafan, wajar mereka takut. Penampilan Rafan sedikit kotor, di kedua telapak tangannya dan pisau lipat yang dia genggam penuh darah. Bahkan di pakaiannya ada sedikit bercak darah, karena baru saja membunuh Bram Revaldo. Rafan berjalan di tengah kota, sambil menatap kosong ke depan.Sejak berita pembantaian yang tadi dia lakukan sudah tersebar, semua orang di kota terkejut. Keluarga Alexander sebenarnya memiliki anak kembar, dan masih tidak percaya bila pemuda kejam itu anak sulungnya. Setelah Rafan tidak terlihat di tengah kota, semua orang kembali berlalu lalang.****Sampai di ujung kota, Rafan tidak ke rumah kecilnya. Melainkan masuk kedalam hutan, menuju bukit tempat biasa duduk. Lalu merebahkan d
Di rumah kecil, ujung kota terlihat Rafan sedang duduk terdiam. Lalu beranjak menuju hutan lagi. Mulai berjalan santai mengelilingi luasnya hutan, semenjak kematian Bram. Rafan tidak mood membuat teror, dia hanya melakukannya bila ada yang mengusiknya saja.Masih berkeliling, lalu duduk di atas bebatuan besar, sambil melihat hewan liar berkeliaran di dalam hutan. Tanpa takut diserang, lagi pula Rafan tidak mengganggu hewan liar hanya melihat saja.“Lebih tenang, dibandingkan bersama orang-orang di kota,” gumam Rafan, terus memperhatikan berbagai hewan liar yang mulai berkeliaran di sekitarnya. Lalu ada anjing liar yang mendekat, tetapi tidak menyerang Rafan. Hanya mengendusnya sebentar, lalu duduk di sebelah Rafan.Rafan mencoba menyentuh kepala anjing itu, awalnya terganggu dan berniat menyerang. Rafan terus mencoba, akhirnya berhasil lalu mengelus kepala anjing liar itu, menjadi tenang dan jinak. Perlahan anjing liar lain mendekat, bahkan
Pagi hari, saat sarapan Refan masih terdiam. Ketika hendak berangkat, orang tuanya langsung menarik tangannya dan mengajak berangkat bersama, kebetulan ada rapat orang tua di sekolah. Refan hanya diam, mengikuti mereka masuk ke mobil. Selama di perjalanan menuju sekolah, suasana begitu hening. Refan terus menatap ke arah jendela mobil, hingga sampai di sekolah.“Ayo,” ajak orang tuanya.Refan hanya menatap orang tuanya sebentar, tidak menjawab, dan memilih diam di dalam mobil. Orang tuanya hanya menghela napas pasrah, lalu masuk ke aula untuk rapat. Setelah orangtuanya masuk, Refan masih di dalam mobil, kebetulan rapat jadi free class. Tidak lama kemudian, ketiga temannya datang menghampirinya.“Tidak mau keluar?” tanya Kevan.Lagi-lagi Refan hanya diam, sambil menatap kosong ke arah mereka. Ketiga temannya bingung harus melakukan apa lagi, supaya Refan mau bicara. Kevan menarik tangan Refan, lalu mengajaknya keluar dari m
Rafan keluar dari hutan, berjalan menuju jalan besar. Langkahnya terhenti, saat melihat Refan berlari dikejar lima orang asing.“Jadi sudah dimulai kah? Dasar licik.” Rafan langsung mengikuti mereka.Sementara itu, Refan terus meracau. “Pergi! Pergi! Pergi!” Beringsut menjauh dari mereka, melihat ada celah Refan langsung lari keluar dari gang. Akan tetapi gagal, karena mereka berhasil menangkapnya lagi.“Lepas! Lepas!” racau Refan, berusaha melepaskan diri dari mereka.“Tidak, sebelum tugas kami selesai. Mambuatmu tertekan dan gila. Mati kau!” seru mereka, sambil menakuti Refan dengan pisau lipatnya lagi seolah-olah ingin membunuh.“Haaaa! Pergi! Pergi!” teriak Refan histeris, sambil menutup mata dan kedua tangannya menutup telinga.Mereka berhasil membuat Refan tertekan, ditambah Refan sudah kacau semakin mempermudah tugas mereka.“Sepertinya seru, bila melukainya sedi
Setelah mengingat hal itu, Rafan langsung menatap dingin ke arah Arta lagi.“Tidak mungkin!” seru Arta tidak percaya. Jika, lima anak buahnya yang ditugaskan untuk membuat Refan tertekan sudah mati.Rafan mengabaikannya perkataan Arta, lalu menjatuhkan pisau lipat milik Arya dan berniat pergi dari sekolah. Sedangkan Arta mulai emosi, tanpa pikir panjang langsung mengambil pisau lipat milik Arya yang tadi dijatuhkan dan menyerang Rafan yang hendak pergi.Sayangnya gagal, sebelum Arta menusuk pisau lipat itu ke punggung belakangnya, Rafan refleks berbalik, lalu menangkap dan mematahkan tangan Arta membuat pisau yang ada di genggamannya terjatuh.“Ayah!" teriak Arya panik, melihat tangan Arta dipatahkan.“L-le-pas aaarrgghhh!” teriaknya lagi, karena lengannya dipelintir paksa oleh Rafan.“Kau duluan yang menyerang, ‘kan? Jadi, jangan salahkan aku kalau kau mati,” tutur Rafan, sambil menat
Besoknya ketiga teman Refan datang menjenguk, Rafan masih ada di sana hanya untuk memenuhi permintaan Refan. Rafan memilih duduk di balkon mengabaikan mereka semua, yang datang menjenguk Rafan.“Kau sudah tidak apa-apa?” tanya ketiga temannya.“Y-ya,” balas Refan, masih sedikit takut bila ada yang mendekatinya.Kevan melirik ke arah Rafan, yang sedang duduk di balkon kamar inap Refan.Selama tiga minggu di sekolah bukan Refan. Melainkan kakak kembarnya. Hah, kenapa aku baru sadar, dengan keanehannya?Kevan, mencoba mengingat lagi.****Sejak Refan bolos, besoknya jadi pendiam sekali. Bahkan pertama kali Arya mulai mengganggu Refan, Kevan pernah melihat kejanggalan, selalu diabaikan karena tidak yakin. Tapi, setelah kedua kalinya melihat hal aneh dari Refan, Kevan mulai merasa bodoh sendiri. Bisa-bisanya mengabaikan hal janggal itu.Aku benar-benar bodoh!