Setelah berjam-jam hingga menjelang senjakala tiba, barulah api di pelataran belakang maha luas Puri Vagano berhasil dipadamkan dengan bantuan puluhan pegawai perkebunan. Hanya sedikit terbakar pada tembok, menyisakan jejak kehitaman dan jelaga dari sisa-sisa pagar hidup dan pepohonan yang dahulu rindang dan subur.
Ocean belum bisa mendesah lega. Sesuatu yang 'muncul' di lantai setelah kepulan asap mulai menipis segera menarik perhatiannya. Pada ambang pintu kayu besar ganda yang belum terjilat api, muncul sebuah obyek menarik yang ditinggalkan 'sang pemantik api'.
"Earth! aku yakin ini semua gara-gara dia!" Ocean berlari mengambil botol berisi gulungan surat itu.
Dibukanya dan dibacanya dalam remang senja yang perlahan turun mencekam,
"Kedua saudara kembarku yang mulia, aku hanya seorang adik yang berterimakasih karena selama bertahun-tahun dilupakan dan disiksa tanpa tahu kesalahanku sendiri. Sementara kalian hidup dalam kenyamanan dan jaminan masa
"Tadi aku sempat bertemu dengannya di hutan!" kisah Sky, "Zeus, ayah kita yang kita kira sudah mati dan tak muncul-muncul lagi selama 23 tahun, ternyata masih hidup. Ia bukan monster, tapi ia 'mengerikan!' setidaknya penampilannya..." "Hmm, Lilian, kau pasti sudah mengetahui hal ini namun merahasiakannya kepada kami!" komentar Ocean yang melihat reaksi Lilian yang begitu ketakutan. "Oke, kuakui, aku dan Hannah memang sempat bertemu dengannya. Ia yang minta agar keberadaannya dirahasiakan. Bagaimanapun, Zeus mungkin tak seberbahaya Earth. Justru ia ingin Earth terbunuh. Karena Zeus pasti bertahan hidup hanya dengan satu motivasi; ingin melihat kalian berdua selamat!" "Jadi, sekarang apa yang kita harus lakukan?" Sky dan Ocean sama-sama memandang Lilian, yang mereka anggap paling tahu mengenai Zeus, "Ayah kami memang bukan orang jahat, namun ia juga seorang pembunuh! Lihat, demi menghabisi Hannah, penjaga-penjaga saja ia patahkan lehernya!" "Biark
"Kenakan ini, Earth. Kami ingin hanya satu hal, Emily selamat dan kita juga." Ocean melemparkan set pakaian dan helm pelindung ala ksatria jaman dahulu yang sama seperti yang ia dan Sky kenakan kepada adik mereka. "Ide bagus, Kak. Dengan demikian, Emily tak perlu melihat wajah siapapun Vagano yang akan menderita di akhir hidupnya nanti..." Earth yang sudah siap dengan segala kemungkinan itu segera mengenakan semua yang ada di tanah hingga kini penampilan mereka bertiga sudah tak dapat lagi dibedakan. "Tolong, jangan biarkan semua ini terjadi, kutukan Zeus itu bukan untuk kalian bertiga. Ia sendirilah yang telah mengutuk dirinya karena telah menyakiti wanita-wanita yang ia cintai dan malah menyalahkan Earth. Bayi yang tak berdosa, yang kutolong kelahirannya bersama kalian semua!" Lilian masih mencoba mencegah, bahkan mendekat kepada Earth yang baru saja mengenakan helmnya. Tiba-tiba ia tersungkur! "Lilian !!!" Ocean dan Sky menggeram bersama-sa
Ocean dan Sky kini saling berhadap-hadapan. Tak ada yang ingin saling mengalah satu kepada yang lainnya. Mereka berdua sama-sama memiliki peluang yang kuat dan sebanding. Mereka masih mengatur jarak dan sama-sama mencari kesempatan untuk menyerang. Pula siap-siap untuk bertahan.Sky yang telah tersingkir hanya bisa mengeluh dalam hati. Merasa putus asa dan tak berdaya. Bagaimanapun, ia tentu lebih membela Ocean sang kakak, daripada Earth yang ia tak kenal. Apalagi setelah hal-hal buruk yang ia lakukan sebelumnya, tak ingin rasanya Sky serta-merta menganggap pemuda itu sebagai teman, apalagi saudara.Emily hanya bisa menangis, walau air matanya bercampur dengan hujan yang masih turun dengan deras, sesekali diselingi guruh dan guntur yang berkilat-kilat. Ia sangat ingin bergerak pelan-pelan menuju tebing, menjatuhkan dirinya sendiri ke bawah sana, agar semua pertarungan ini berakhir dan tak ada yang akan bisa mencintainya dan memilikinya...Keinginan untuk mati ti
"Emily !!!" Ocean dan Sky sama-sama terkejut namun tak berdaya segera mencegah, karena jarak yang memisahkan cukup jauh.Earth juga terdiam, bahkan Pedang Terkutuk Dangerous Attraction yang hulunya masih ia genggam tetiba bergetar hebat... Mendadak terasa berat...Dan jatuh begitu saja dari genggamannya.Ia tak mampu mengangkatnya lagi."Emily..." Earth hanya bisa berbisik pelan, tak terdengar karena terbawa deru hujan deras."Jangan." permintaannya tak terdengar oleh siapapun karena bunyi halilintar melintasi langit menggelegar, bagai berusaha merobek gendang telinga semua yang hadir di tebing itu.Emily tersenyum tipis dan berpamitan kepada semua dengan nada sendu, "Selamat tinggal kalian semua, terima kasih sudah menyelamatkanku.."Sekonyong-konyong, sekelebat bayangan hitam menarik tubuh Emily...Lalu menerkamnya, membuatnya terguling-
"Lara Samsara!" Gadis berumur kira-kira 27 tahun itu menoleh, "Huh, siapa itu?" Ia tak suka pada nama itu, nama tak jelas yang diberikan oleh kedua orangtua yang tak pernah dikenalnya. Orangtua yang konon meninggalkannya begitu saja di sebuah panti asuhan terpencil di pelosok Evermerika. Padahal konon ibunya adalah seorang sosialita dari keluarga ternama dan ayahnya adalah seorang bangsawan Everopa. Lara tak suka arti namanya. Dalam Bahasa Ever, namanya berarti Duka dan Sengsara, Ia tak tahu mengapa ia dahulu dinamai demikian. Namun seiring waktu, ia bisa mulai 'menerima' namanya. Kebanyakan anak-anak yatim piatu di panti asuhan tempatnya dulu dibesarkan, tidaklah bernama. Hingga dinamai oleh para pengasuh atau orangtua angkat yang memilih mereka untuk dijadikan anggota keluarga baru. Hanya Lara yang sudah diberi nama, jadi pihak panti asuhan tak ingin menggantinya begitu saja tanpa amanah. Lara kecil cukup cantik, dengan mata biru yang
"Hannah Miles..." Lara menyebut nama itu perlahan-lahan seolah mencoba mengakrabinya di dalam hati. Ia melihat sekilas foto-foto yang dikirimkan. Beberapa pasangan muda ada di sana. 'Apakah ini ayah dan ibuku?' ia segera mengenali kemiripan fisik sepasang manusia dalam foto-foto jaman dahulu kala yang dikirimkan wanita bernama Hannah itu. "Dear Lara Samsara... Vagano." demikian bunyi surat yang mendampingi foto-foto yang Lara belum selesai lihat itu. "Bila kau baca surat ini, mungkin aku, ibumu, sudah tak ada lagi di dunia ini. Sebelumnya maafkanlah kami, kedua orangtuamu, yang tak pernah mengurus dan mengasuhmu semenjak bayi. Maafkan kami yang terpaksa meninggalkanmu di tempat terpencil seperti ini. Ini semua semata-mata hanya demi melindungi keberadaaanmu. Dan kami tak ingin apa-apa terjadi pada dirimu. Karena kau, Lara putriku, sebenarnya tak bersalah. Kamilah yang berdosa, khususnya aku, karena lebih memilih ayahmu daripada dirimu.
Sementara itu, Emily Rose Stewart, 23 tahun, tetap melanjutkan hidupnya sebagai seorang guru bahasa Inggris di sebuah SMA baru di kota kecil sunyi Evertown di Evermerika. Sudah hampir tiga tahun ia melupakan segalanya dan hampir berhasil 'move on' dari semua yang terjadi. Nun jauh di sana, di sebuah pulau terpencil di tengah lautan Evertika. Yang tak bisa berhasil ia lupakan bila pada malam-malam tertentu dalam mimpi terdalamnya setelah hari melelahkan yang dilaluinya. Apabila ia seperti terjatuh ke dalam lembah yang terdalam setiap kepalanya menyentuh bantal di atas ranjangnya. Emily seperti kembali berada di tempat dimana ia pernah terbaring sadarkan diri pasca kecelakaan kapal laut yang takkan pernah bisa ia lupakan untuk seumur hidupnya. Saat-saat ia membuka mata untuk pertama kali dalam keadaan kesakitan dan tak berdaya. Namun yang ia lihat adalah wajah wanita separuh baya dalam keadaan terbakar yang gigi depannya sudah hampir omp
Sementara itu, jauh di sebuah pulau terpencil di tengah lautan Evertika maha luas... Hari masih di penghujung sore menjelang senja, cuaca cerah berangin, suasana sangat sunyi, hanya terdengar pekik burung-burung camar di kejauhan, bersahutan dengan debur ombak di pantai. Seorang pemuda tampan berambut cokelat panjang termenung, duduk sendiri di hadapan tiga nisan pualam hitam nan dingin. Tertulis dalam tinta emas, 'Beristirahat dengan tenang:' 'Archduke Zeus Calamity Vagano' 'Duchess Florencia Lancaster-Vagano' 'Hannah Miles' Tiga nama, tiga orang manusia yang kini 'betul-betul nyata' dan pasti semuanya sudah tiada. Di masa lalu, mereka terlibat cinta segitiga hingga Zeus memutuskan kekasihnya Hannah dan memilih mempersunting Florencia Lancaster, alias Florence. 'Darah biru harus bersatu dengan darah biru', itulah aturan tak tertulis di kalangan bangsawan Everopa. Rakyat jelata, walau kalangan sosialita berada dan selebriti ter