Sementara itu, jauh di Pulau Vagano, Ocean masih sebisa mungkin menjaga jarak dengan kedua Kembar Forrester yang selalu menggodanya. Ia tak tahu bagaimana harus bersikap. Mereka begitu jelita dan menggoda, bagaikan sepasang Succubus yang selalu muncul 'meresahkan', bahkan di siang hari.
Ocean kadang merasa sedikit banyak 'bersalah' karena secara tak sengaja membiarkan 'iblis' dalam dirinya keluar lepas. Menyentuh dan mengencani bahkan menikmati sosok gadis-gadis lain, sungguh di luar kebiasaan dan etika keningratan klasik Everopa yang sedari belia membelenggunya.
Dan selama 23 tahun hidupnya, semasa masih ada Emily di sini, hanya gadis itu yang dikenalnya, yang berhasil membawanya mengenal cinta. Gadis yang ia temukan di pantai saat terluka, seperti bidadari yang dihantarkan Tuhan ke Bumi, yang ia selamatkan, kemudian membuatnya jatuh hati. Sayangnya, Emily harus pergi. Ia merasa tempatnya bukan di sini, melainkan di Evermerika bersama keluarganya. Terpaksa direlakan
Sementara itu, pasangan baru Emily dan Xander masih berada di kamar sewaan Emily, di pagi hari menjelang jam masuk sekolah. "Apa yang terjadi padamu, Emily? Mengapa kau jadi kusut dan tampak lusuh begini?" pilu Xander sambil menatap kekasihnya yang masih belum pulih dari apa yang ia alami kemarin malam. Emily menutup rapat mulutnya sambil terisak-isak. Ia belum siap, atau belum ingin bercerita mengenai kejadian kemarin. Ia sebetulnya tak mengalami trauma. Lebih tepatnya, ia mengalami deja vu. Sesuatu yang lebih seperti terulangnya memori di masa lalu. Penguntit yang ia curigai sebagai 'Earth' itu bukan orang asing. Herannya, seberapa keraspun ia berusaha menyangkal, mengapa 'crime of passion' itu bertahan dalam benaknya? Mengapa tubuhnya tak menolak bahwa seperti itulah yang ia butuhkan selama ini? Bukan hanya perlakuan manis dan kebaikan saja? "Emily. kau bisa berterus terang kepadaku. Aku bukan tipe pria tak pedulian. Dan aku bukan orang asing! Aku kekasihmu!" desak Xander. "Maa
Sementara itu, tak jauh dari trotoar dimana Emily sedang berjalan bersama Xander, tepatnya di balik counter M's Brew yang mulai didatangi beberapa pelanggan yang sedang menyesap kopi, Ava dan Erato masih terlibat dalam 'perang dingin'. Avalanche, alias Earth, mulai merasa terganggu dengan ikut campurnya Erato, gadis pelayan kafe rekan kerjanya yang diam-diam 'menaruh perhatian' pada apa yang terjadi. Gadis misterius yang sama-sama bermata biru itu masih membisikkan niatnya, perlahan sekali agar tak ada yang mendengar."Ingat, Ava, alias Earth, aku bisa, dan harus membantumu memisahkan kekasihnya dari gadis itu. Bila tidak, aku akan bilang Pak Manajer bila kau kemarin meninggalkan pekerjaan karena.. Dan aku, bisa juga membuka identitasmu di depan pasangan itu, yang kuyakini bila si guru muda wanita sebenarnya kau kenali.." "Cukup, diam kau, Erato!" tegas Ava, "aku tahu, kau sebenarnya memiliki kepentingan di sini. Aku belum tahu siapa kau, hanya saja, aku t
(POV Emily Stewart:) "Ayo, Em, kita singgah di kafe, minum kopi hangat dulu, kutraktir. Kau belum sempat sarapan, nanti kau lapar. Take away saja!" Aku mulai ragu-ragu dan segan saat Xander menarikku sambil kami melangkahkan kaki menuju kafe M'Brew. Tapi karena kekasihku Utampak begitu antusias dan ceria melihatku hari ini kembali 'bangkit', rasanya sungguh tak tega bila aku harus kembali menolak ajakannya. "Malas ah, aku mau langsung berangkat ke sekolah saja, nanti kita terlambat, malu!" "Sebentar saja, kita bisa minum sambil jalan kali ke sekolah! Bila kau lapar, beli satu roti atau donat juga boleh!" Wajahnya berseri-seri, sungguh tak ingin kulihat ia cemas lagi karena memikirkanku. Akhirnya kuturuti ajakannya dengan enggan. Kami ternyata sepasang pelanggan pertama. Hanya ada seorang pelayan sedang berbenah. Kulihat yang berdiri di counter adalah dia, barista kopi yang bernama Ava. Menyapa kami ramah, tak terlalu akrab, formal, bia
Sudut Pandang / 'point-of-view' Sky Vagano : 'Kota kecil Evertown adalah tempat berikutnya yang kutuju dalam rencana tour kecilku. Di sini tak seramai kota besar lainnya di Evermerika, masih begitu tenang dan damai. Tak banyak mobil dan motor melintas, hanya sesekali saja. Penduduk yang kebanyakan keluarga baru, pekerja muda dan mahasiswa-mahasiwsi serta anak-anak sekolah menengah adalah sasaran pendengar musikku. Dan seperti biasa, aku selalu mencari gadis bernama Emily. Di semua kota yang sudah kukunjungi selama hampir 3 tahun, diam-diam kuselidiki info tentang semua 'Emily-emily' yang ada di sana. Kugunakan jasa detektif atau apapun. Namun belum berhasil juga kutemui satupun gadis atau wanita muda bernama Emily Rose Stewart. Beberapa malam lagi aku akan manggung malam di sebuah kafe baru bernama M's Brew. Menariknya, kafe kecil yang konon mulai ramai pengunjung itu dimiliki The Miles Company. Nama yang mengingatkanku pada seseorang dari masa lalu.
Sekali lagi Ocean Vagano dihadapkan pada ujian paling mengasyikkan sekaligus menantang yang ia harus hadapi seorang diri. Rasanya seperti kisah dalam Kitab Suci dimana Hawa sedang mengulurkan sebuah apel, 'buah terlarang' yang konon kata Ular sangat nikmat rasanya.'Emily, seandainya kau yang ada di sini, ada di atas peraduanku, tentunya kita sudah sangat bahagia sekarang. Begitu banyak gadis yang ingin berdua saja denganku di pulau pribadi ini. Namun mengapa hanya kau yang ada dalam pikiranku, walau sudah tiga tahun lamanya kau pergi dari sini?'"Kau tunggu apa lagi, Tuan Muda Vagano?" tantang Kate Forrester sekali lagi, "jangan-jangan, kau memang tak menyukai wanita?" gadis itu sedikit mengejek, "are you not man enough for me?" tambahnya dengan aksen Everopa yang kental."Aku, aku.."Belum sempat Ocean menyahut, tetiba terdengar ketukan di pintu."Uhh, maaf. Segera berpakaian dan pergi dari kamarku!" Ocean merasa inilah kesempatannya untuk 'kabur
Kira-kira kemana salah satu Kembar Cantik Forrester, Si Bungsu Katy, pergi menghilang begitu saja menjelang tengah malam? Puri Vagano ini memang tempat yang privat, nyaman dan mewah, namun itu bukan jaminan.Begitu banyak lokasi misterius di sini, yang bahkan Ocean, Sky Sang Pewaris, dan Emily saat itu belum bisa pecahkan.Kembar tampan Vagano saja tak begitu hafal lorong-lorong dan tempat, apalagi tamu-tamu mereka yang kadang suka iseng menguji nyali 'berpetualang' menjelajahi puluhan ruangan, coba memasuki puluhan pintu di puluhan koridor besar dan panjang-panjang yang mewah, namun sepi dan kelam.Puri tua itu ibarat Istana megah Versailles di Everance, salah satu negara di Everopa yang terkenal dengan banyaknya pintu dan ruangan mewah.Barangsiapa terlena dan tak waspada, bisa tersesat di dalamnya. Dan bukan tak mungkin, bisa terhilang selamanya...Kini Ocean, Kate Sang Kakak, Lilian dan seorang petugas jaga sedang berkeliling puri mencari jejak
Ternyata Erato, alias Lara, yang belum juga membukakan identitasnya sebagai 'kakak tiri' Ava alias Earth, betul-betul menepati janjinya. Pemuda itu heran juga, gadis yang baru dikenalnya ini sangat tertarik untuk 'membantunya', entah dengan tujuan apa! Ia sesungguhnya curiga dan kurang senang. Namun di lain pihak, ia juga penasaran. Maka dibiarkannya kali ini Erato melaksanakan rencana gilanya. Ava alias Earth ingin tahu tempat tinggal Emily Rose Stewart secepat-cepatnya, mungkin bila dilakukan sendiri, amarahnya bisa meledak sewaktu-waktu. Bahkah bukan tak mungkin, Alexander Chan-Meyer, kekasih gadis itu, bisa ia cekik dan habisi dengan tangan hampa! 'Aku bahkan tak butuh pedang terkutuk 'Dangerous Attraction', tanganku saja sudah cukup untuk melampiaskan semua dan mengakhiri nyawa pemuda itu dalam sekejap!' demikian Ava sering membatin. 'Namun tidak, tidak, tidak! Aku tak boleh bertindak gegabah. Emily tak boleh menerimaku dalam keadaan berduka dan me
Erato alias Lara tentu saja tak mengalami kesulitan, dengan cepat segera menemukan dua sosok tamu M's Brew yang sudah familiar di matanya.Emily dan Alexander. Guru-guru muda yang konon berpacaran dan 'dibenci' siswi-siswi remaja Evertown High yang tadi Lara 'pergoki'bergosip di koridor.Mereka duduk berdua berdampingan di pojokan kantin, masih menikmati hidangan penutup dalam diam. Sesekali lirik-lirikan, seperti orang-orang pacaran diam-diam pada umumnya.Lara belum pernah pacaran dan merasa untuk seumur hidupnya mungkin takkan pernah jatuh cinta. Apalagi setelah membaca surat wasiat Hannah, almarhumah ibunya, yang menderita gegara cinta!Namun mengintip kemesraan Emily dan Alexander, pemuda tampan blasteran Everasia dan Evermerika itu, entah mengapa Lara merasa cemburu. Tiba-tiba saja ia berempati pada siswi-siswi remaja tadi, ingin berteriak 'betapa tak adilnya dunia ini!' dan merebut Alexander dari sisi Emily!'Ha ha ha, pikiran gila!' u