Sementara itu....
"Sedang apa kau sendirian di dalam sana, Erato?"
"Oh, kau, Xander!" Erato alias Lara terkesiap. Buru-buru dikenakannya blusnya kembali dan dibukakannya pintu kabin, "Aku, ehhh, sedang kepanasan lalu membuka sedikit kancing pakaianku, tak ada apa-apa!"
"Keberatan jika aku masuk?"
Keduanya sedang berlayar mengarungi lautan Evertika dengan kapal sewaan dari Kingfisher menuju Pulau Vagano. Sudah hampir sehari semalam mereka hanya bertiga bersama seorang pria nelayan yang tak peduli dan sangat jarang berbicara dengan 'pasangan' itu. Ia lebih sering berada sendirian di haluan, entah di dek atau ruang kemudi sambil memandang laut, terkadang sambil menyeruput secangkir kopi panas, terkadang hanya duduk terkantuk-kantuk. Intinya, ia selalu menjauh dari para penyewa kapalnya nyaris tak bicara sepatah katapun.
Sedangkan Erato dan Xander lebih banyak berada di kabin kecil yang terletak dekat buritan, menghabiskan waktu hanya berdua saja. Kada
"Ehm, permisi, Tuan dan Nona.."Sementara nelayan yang juga merupakan pemilik kapal yang mereka sewa itu membuka pintu, Xander dan Erato yang terkesiap buru-buru menutup tubuh polos mereka dengan apapun yang ada di dekat ranjang kabin."Ups, ehm, mohon maaf, aku mengerti. Urusan anak-anak muda. Kalian boleh lanjutkan, aku hanya ingin mengabari bahwa kita hampir berlabuh di Pulau Vagano. Oke, terima kasih." Pria itu berbalik dan pergi lagi, entah ia sempat menikmati pemandangan gratis yang disuguhkan tamu-tamunya atau tidak!Xander merutuk kesal karena hampir saja untuk kesekian kalinya ia 'berhasil', namun derit pintu itu membuat usahanya gagal total! Sedangkan Erato malah buru-buru menyambar semua pakaiannya dengan penuh semangat. "Ayo, kenakan pakaianmu, Xander! Sebaiknya kita segera bersiap-siap! Di tempat ini tentunya ada entah satu atau dua saudara tiriku! Sudah tak sabar lagi untuk segera mengenal mereka lebih jauh dan berusaha untuk mengenal almarhu
"Apakah itu benar, Tuan Carl? Berarti, Kai... sudah berkeluarga? Tapi nama di cincin itu, Emily Stewart..." Aina masih belum mau mengatakan bahwa ia dan Kai hampir saja bersatu, berencana menikah hari ini."Urusan pribadi Tuan Ocean Vagano, tentu saja saya tak ingin mencampuri. Hanya saja Tuan Sky Vagano tadi menambahkan jika wanita muda bernama Emily Stewart juga hadir di Pulau Vagano. Belum tahu mengapa dan bagaimana mungkin, yang jelas kedua wanita itu ada dalam masa lalu Anda," tegas Carl."Jadi, sebaiknya aku segera kembali ke pulau kelahiranku. Walau aku belum bisa mengingat siapa Emily dan gadis kembar yang Anda maksud, aku harus segera tahu siapa mereka." Kai perlahan mengambil sikap."Ya, Kai. Pergilah. Maksudku, pulanglah. Kembalilah untuk memuaskan rasa ingin tahumu sekaligus mencaritahu apa yang terjadi di masa lalumu. Sebentuk kekuatan gaib melindungimu. Apapun itu, ia akan selalu ada," Aina berusaha keras untuk menahan air matanya, "tinggalkanlah a
AIna bahkan tak mampu ikut mengantarkan kepergian Kai alias Ocean Stallion Vagano bersama Carl Wellington ke lobi depan kantor pemerintahan Kingfisher, yang masih dipenuhi nyamuk-nyamuk pers nan penasaran dan petugas dari berbagai instansi berwajib yang masih sibuk menangani sebuah kasus. Kasus besar apa yang sedang terjadi? Aina tak terlalu mengerti dan sebenarnya tak peduli.Gadis itu terduduk seorang diri di sebuah sofa, benda empuk yang masih asing baginya, namun terasa nyaman dan mulai membuatnya betah. Penyejuk udara yang ada dalam ruangan itu sedikit membuat tubuhnya kedinginan. Ia lebih terbiasa dengan iklim tropis. Di kota pantai Kingfisher memang cuaca tidak sedingin bagian Evermerika lainnya, namun tetap saja belum terlalu cocok dengan dirinya.'Sekarang apalagi yang harus kulakukan? Karena Kai kekasihku sudah pergi dan mungkin takkan pernah kembali lagi. Seandainya saja cincin-cincin emas itu tak pernah kutunjukkan. Namun sudah terlambat bagiku untuk menyes
Sementara itu, di suatu titik dekat lepas pantai Pulau Vagano... 'Pasangan' Xander dan Lara masih berdiri di anjungan kapal nelayan sewaan mereka. "Lihat! Kita sudah hampir tiba!" Lara alias Erato bersorak sorai seperti anak kecil saat memandang lewat teropong sebuah pulau kecil berpantai pasir putih yang terbentang tak jauh di hadapan mereka. Samar-samar sebuah bangunan tinggi serupa benteng atau istana tua terlihat menjulang di pertengahan. Tak ada tanda-tanda kehidupan, kecuali sebuah dermaga nan memanjang, dan... "Stop. Kita sebaiknya jangan berlabuh dulu, karena ternyata kita bukan pengunjung satu-satunya saat ini! Lihat!" Xander dengan teropong lainnya menemukan sebuah objek di sana. Sedang berlabuh di dermaga itu sebuah kapal kargo besar pengangkut barang, kelihatannya ada aktivitas naik-turun barang yang dilakukan beberapa orang di sana. "Apakah kita harus memutar dan berlabuh di sisi lain pulau ini, jika kalian berdua tidak ingin 'ketahuan' oleh
"Apa maksudmu, Sky? Apakah kau sedang berusaha untuk mencari celah di antara kedua saudara kembarmu, sementara aku kembali terjebak di pulau ini bersama kalian, Sky dan Earth?" Sky tersenyum kecut, "Aku hanya berusaha untuk jujur kepadamu, tanpa ada maksud lainnya. Sungguh, kakak sulungku sedang menuju kemari, dia pulang hanya untukmu," nada bicara Sky yang biasanya riang penuh canda tak pernah seserius ini, "semua usaha yang kulakukan sungguh tulus, hanya demi kau saja. Dan kelak kau akan, -dan harus- bersyukur dan berterimakasih kepadaku!" Emily tetiba merasa geram, "Mengapa kau berkata begitu? Aku tak pernah memintamu untuk..." Sky mendekat, menyentuhkan ujung telunjuknya ke bibir Emily, menyuruhnya untuk diam, "Ssshh, Earth bilang kepadaku bahwa kalian akan menikah di sini, dan itu atas permintaanmu! Namun ia hanya ingin melakukannya bila aku dan Ocean hadir menjadi saksinya! Nah, karena itu juga aku kerahkan segala daya upaya untuk menyisir perairan dima
Sementara itu, bersamaan dengan semburat senja oranye cerah di ufuk barat bersama mentari terbenam di horison, sebuah kapal mesin kecil diam-diam merapat di sisi tersepi sebuah kapal kargo nan jauh lebih besar. Aktivitas di dermaga berpenerangan tiang-tiang lampu tinggi yang tak terlalu terang di sisi lain kapal masih terus berlangsung. Begitu banyak barang dinaikkan dan diturunkan. Para pengawas dan pekerja yang masih sibuk bekerja tampaknya tak tahu dan tak peduli apa apapun. Toh, mereka sedang berlabuh di pantai sepi pulau pribadi di tengah laut lepas paling terpencil! Apa 'sih yang bisa terjadi? Semua orang fokus berusaha menyelesaikan tugas utama mereka; menaikkan beratus-ratus peti kayu berisi apel merah dan hijau serta buah anggur, serta menurunkan peti-peti kayu berisi bahan-bahan pangan yang cukup untuk konsumsi beberapa puluh orang selama kurang lebih setengah tahun! Hanya rutinitas biasa saja, semua berlangsung seperti sudah sering mereka lakukan. Begitu tenang, a
Sementara itu, sebentuk mesin dengan suara meraung-raung kencang di udara sedang menjelajah di atas lautan Evertika bersama malam yang turun semakin larut. Sebuah helikopter terbang tinggi di langit cerah berbintang.Di dalamnya tiga sosok duduk; seorang pilot dan dua penumpang pria.Carl Wellington, pria Evermerika setengah baya bergaya elegan, penghubung keluarga Vagano, dan tentunya Ocean Stallion Vagano yang belum lama berhasil ditemukan selamat setelah sekian lama mencari baik di laut melalui penyisiran tim SAR maupun di sekitar Evermerika. Walaupun sukses, tampaknya Carl belum berhasil memulihkan ingatan Ocean, yang masih tampak sedih memandang lautan tanpa banyak bicara sepanjang perjalanan mereka. Ingatan dan kenangan kepada Aina begitu kuat dan sepertinya takkan pernah pudar. Ocean masih sedikit menyesal, seandainya saja ia tadi bersikeras membawa Aina 'pulang' bersamanya! Namun, perbedaan kultur, keengganan terhadap Carl, serta segalanya tentang gadis yang ny
Seharian itu, Aina hanya bisa terduduk sendiri di sofa kantor kecil walikota Kingfisher, menunggu kembalinya Carl Wellington atau mungkin juga Kai! Siapa tahu ia tetiba datang menjemput, walau sepertinya itu adalah hal termustahil untuk saat ini. Atas titah Carl, beberapa staf telah memberi Aina makanan dan minuman, serta berjanji akan mengurus semua keperluan termasuk uang saku dan tempat tinggal yang layak baginya selama berada di kota itu. Bagaimanapun, Aina masih merasa resah dan belum bisa pergi kemana-mana walaupun dirinya bebas bepergian sesuka hati. Ia masih memikirkan langkah selanjutnya. "Uh, setelah mendengar nama Vagano tadi disebut-sebut, mengapa hatiku jadi tak tenang? Apakah seharusnya kususul saja Kai alias Ocean? Tapi, dimana letak pulau itu, dan apa hubungan antara Ocean, pulau kelahirannya, dengan semua pengakuan wanita aneh yang dibawa masuk tadi?" Monolog Aina dalam sepi berusaha merangkai semua yang ia tahu. Walaupun Aina masih ber