Mendadak suhu ruangan kecil berpenyejuk udara itu terasa jauh lebih dingin. Begitu juga suasana dalam ruangan interogasi yang hanya berisi dua orang wanita muda itu mendadak jadi tegang.
Wanita petugas jaga White Nest itu spontan terdiam di hadapan Aina yang tetiba berminat dan menanyakan hal yang sedari tadi ia mati-matian berusaha beritahukan kepada para petugas Evermerika! Mengapa gadis asing yang tadi sempat ia lihat sekilas di ruangan depan tetiba berminat pada apa yang ia katakan? Apa hubungannya dengan semua ini? Sungguh aneh tetapi nyata!
Tadinya tak ada satupun agen rahasia yang mempercayai kata-katanya, walaupun setelah melalui pemeriksaan laboratorium mereka betul-betul menemukan jejak obat bius penidur dalam darahnnya. Mereka malah mengiranya mengada-ada, sebab memang Pulau Vagano tak pernah ada maupun dipetakan dalam peta Dunia Ever. Malah menuduhnya diam-diam bekerjasama dan berusaha menghilangkan jejak!
"Anda pasti sedang meracau, Nona! Pulau V
Sementara itu, Aina di Kingfisher pagi-pagi sekali terjaga di ranjangnya. Tidurnya tak terlalu nyenyak, walau sebenarnya ia merasa lelah. Ia menginap di sebuah kamar sewaan yang disiapkan Carl, tidak terlalu mewah namun cukup bersih. Ia tak bisa tenang semalaman dan ingin bergegas menyusul Kai alias Ocean ke Pulau Vagano.Pertanyaannya, bagaimana caranya bisa pergi kesana, sementara para agen rahasia dan petugas Evermerika pun tak mengetahui dimana letak pulau itu.Tentunya sebuah pulau pribadi berlokasi super rahasia. Tak ada kapal biasa maupun pesawat yang mampu menemukannya tanpa mengetahui titik koordinat. Aina kurang memahami hal itu, namun ia sedikit tahu bahwa tempat kelahiran Ocean bukanlah lokasi yang mudah dikunjungi dan ditemukan!"Aku harus bertanya kepada orang yang lebih mengerti perairan sekitar sini! Banyak nelayan yang pasti tahu, atau mungkin juga aku bisa mencari siapa pelaut yang telah mengantarkan dua orang misterius itu ke Pulau Vagano!"
"Jadi, apa yang harus kulakukan? Kesimpulannya, Anda berharap aku membawakanmu uang sebanyak yang kedua orang misterius itu berikan kepadamu?" Aina merasa linglung, terpojok dan kebingungan. "Yah, jika Nona tak sanggup, tak mengapa, aku tak keberatan bila Nona menukarkannya dengan semalam saja bersamaku. Jangan khawatir, aku belum berkeluarga walau aku sudah mulai berumur, takkan ada yang keberatan atau cemburu, ha ha ha ha ha!" Pelaut itu semakin tampak beringas. Napasnya pekat beraroma alkohol, wajah kasarnya semakin berani mendekat ke bibir Aina yang gemetaran. Sepertinya sudah tak bisa menahan nafsunya lagi terhadap pemandangan 'buah-buahan tropis segar' yang menggoda di bawah leher Aina, wanita asing yang jelas-jelas sendirian dan kesepian! Tak peduli seberapapun tertutup busana Aina saat ini, walau sama sekali tak seperti pakaian dedaunan sederhana yang ia kenakan dahulu-dahulu di pulau kelahirannya! Sungguh, ia sama sekali tak menyukai pelaut yang berbau bir d
Aina belum terlalu mengerti apa yang dimaksudkan oleh pemuda mahasiswa Evermerika bernama David itu. Namun ia mengangguk setuju, berpikir 'Bagaimanapun aku butuh uangnya saat ini juga, tak peduli apapun pekerjaannya!'David tersenyum sumringah, "Benarkah? Tapi kumohon, bila nanti Nona merasa keberatan atau tidak nyaman, langsung katakan saja kepadaku. Sebab tak semua orang memang menginginkan atau menyukai pekerjaan seperti ini.""Bagaimanapun, aku membutuhkan uangnya, sebab aku harus bisa segera pergi ke pulau itu!" Demikian tekad Aina."Ikutlah bersamaku, aku berjanji, kami akan tetap berlaku sopan dan menghormati privasi Anda! Apabila Nona merasa ingin mengundurkan diri, katakan saja. Kami hanya butuh waktu Anda selama satu hingga dua jam!"Mereka berjalan ke sebuah gedung di Kingfisher, jaraknya tak seberapa jauh dari pantai karena memang kota kecil itu memiliki bangunan utama yang berdekatan di jalan utama yang sama. David membawa Aina ke sebuah ruan
Saat itu Aina sudah tak terlalu memikirkan adat istiadat, budaya maupun norma-norma lagi, walau sebenarnya keluarganya, sukunya, kehidupan lamanya sama sekali tak menghendaki hal-hal seperti ini. Apabila ada seorangpun dari mereka yang sampai tahu perbuatan apa saja yang telah ia lakukan sejauh ini, apalagi yang terjadi saat ini, tentu ia akan dihukum berat, mungkin juga takkan dibiarkan hidup!Hanya karena nalurinya yang begitu ingin secepatnya bertemu lagi dengan Kai dengan cara apapun, ia sepertinya telah siap dan rela mengorbankan segalanya. Entah ini termasuk sebuah perbuatan yang ceroboh, bodoh, ataukah melanggar semua tabu yang tertera maupun tak tertera, Aina tak lagi peduli.Maka di depan semua pasang mata yang menunggu dengan napas tertahan, Aina perlahan-lahan tapi pasti melaksanakan apa yang mereka titahkan, apa yang mereka nantikan dan inginkan. Tak ada sehelaipun benang kini tertinggal di kulitnya. Polos dan 'sempurna' bagaikan bayi yang baru dilahirkan.
"Nona, apakah masih ada hal lain yang dapat kubantu selain dengan sedikit dana tanda terima kasih dari kami?" Desak David, masih ingin menawarkan bantuannya sekali lagi, entah mengapa belum ingin melepas Aina begitu saja."Oh, mungkin satu hal saja. Bila Anda tak keberatan, Tuan David, dapatkah Anda menolongku menuliskan sepucuk surat? Aku belum dapat menulis dalam bahasa ini dengan baik.""Tentu saja! Aku memiliki selembar kertas dan pen. Apa saja yang Anda ingin kubantu tuliskan?"**********Keesokan paginya saat mentari masih berada di horison, Aina berdiri menatap air laut di atas geladak kapal sewaan yang sama dengan yang ditumpangi Lara dan Xander sekitar dua hari silam. Ia diam-diam pergi meninggalkan Kingfisher tanpa pamit. Tak mau membuat kantor pemerintahan dan semua petugas di sana curiga, ditinggalkannya sepucuk surat yang telah ia minta David bantu tuliskan semalam. Isinya hanya permintaan maaf karena terpaksa meninggalkan semua secara diam-d
Ocean dan Carl masih duduk menunggu di lounge, larut dalam pikiran mereka masing-masing. Jam tua grandfather clock antik di sudut ruangan berdentang cukup keras tepat waktu menunjukkan pukul sembilan malam.Ocean bergeming. Pemuda bangsawan itu masih berpikir keras, mengolah semua informasi yang ia terima bertubi-tubi semenjak kedatangannya dari 'petualangan di pulau bersama Aina' selama beberapa minggu atau bulan.Hubungan di masa lalu dengan Emily Rose Stewart, seorang wanita yang mengaku sebagai 'calon istri yang sedang hamil' yang kata Carl adalah salah seorang dari pasangan gadis kembar bangsawan Everopa, dan tentunya 'kekuatan magis' yang ia miliki. Sesuatu yang sudah dua kali menunjukkan kuasa bahkan sebelum ia menginjakkan kaki di tempat ini.Di sini, di puri tua megah tempat ia dilahirkan, tentunya banyak menyimpan memori. Apa saja? Ocean belum terlalu bisa mengingatnya. Semua bagai tersaput kabut samar-samar menyelubungi semua citra yang ingin ia tatap
Kedua sosok manusia yang pernah 'bersama sebagai teman atau mungkin lebih' di masa lalu itu tetap terpaku di tempat mereka masing-masing. Mereka seakan tak peduli pada kehadiran saudara-saudara kembar maupun seorang pria lain di ruangan itu. Saling beradu mata dengan diam.'Ocean, kau masih persis seperti dulu saat kita berpisah; tampan, elegan, sekaligus begitu menyesakkan' Emily merasa sangat ingin mengucapkan kata-kata itu, namun tertahan dalam benak, 'ah, mengapa lidahku terasa kelu dan juga hatiku ingin menangis pilu saat mengingat momen terakhir kita tiga tahun silam di pulau ini? Bila saja bisa kuputar balik waktu, membiarkanmu mengatakan apa yang kau pernah ingin ucapkan.'Sementara Ocean juga berkata dalam hati, 'Jadi inilah gadis yang bernama Emily Rose Stewart. Cantik, walau tak berlebihan. Aku bisa merasakan kerendahan hatinya, walau ada 'sesuatu' padanya yang saat ini sedang menggangguku. Ada getaran luar biasa darinya seperti magnet yang berusaha keras me
Namun sedalam-dalamnya Emily tersesat dalam alam pikirannya sendiri, ia segera sadar bahwa Earth di sisinya sedang diam-diam memupuk emosi yang semakin memuncak. Mereka nyaris tak pernah berdialog selama 'acara' itu, sungguh bukanlah hal yang wajar."Ada apa, Earth? Ayo kita segera makan, habiskan semua di piringmu dan kita bisa segera beristirahat," Emily berusaha untuk memulai pembicaraan."Oh, ya? Kau mau 'beristirahat' denganku malam ini?" Pemuda itu menoleh, suara lembut Emily seakan-akan meredakan badai yang masih berkecamuk dalam hatinya. Genggamannya pada serbet makan pun melonggar."Uh, aku tak berkata begitu. Nanti Sky tak senang dan tak mengizinkan kita bertemu sama sekali, apa kau ingin kita dijauhkan?" Emily memperoleh kalimat yang tepat."Hmm, benar juga, Emily. Kuakui, kakakku yang satu itu memang masih tak suka padaku karena masa lalu kami yang kurang baik! Kalau begitu, baiklah. Besok kita harus segera 'meminta restu' dari Ocean, me