"Ini entah sebuah mimpi terindah atau malah mimpi terburuk!" Emily masih tak begitu percaya pada semua yang baru saja terjadi. Kini dirinya serasa terapung di awang-awang aula nan gelap sunyi, sementara tubuh polosnya baru saja entah berapa kali menyatu bagaikan kepingan puzzle bersama tubuh Ocean. Tarik menarik bagaikan kutub magnet utara dan selatan. Pagut memagut bagaikan sepasang ular berbisa nan mematikan.
Seumur hidupnya sudah tiga kali Emily membukakan pintu lebar-lebar menuju ruang maha sucinya! Gadis yang pada awalnya pendiam, alim, manis, dan baik. Sama sekali tak nakal, liar, apalagi binal!
Pertama kali dilakukannya dengan Xander yang kini entah berada di mana, kedua kali dengan Earth, dan kini...
"Astaga, Ocean! Bagaimana jika adik bungsumu sampai tahu apa yang kita baru saja lakukan? Dia bisa membunuh kita berdua!" Emily seperti tersentak dari mimpi indah. Bergegas duduk di karpet, dengan panik diraihnya semua busananya yang tergeletak di dekat pian
"Ocean Vagano, keluarlah! Aku tahu kau ada di sini!" 'Suara itu... Earth!' - Emily hampir saja mengucapkannya walau ia dan Ocean berhasil bersembunyi tepat pada waktunya di backstage, sebuah ruangan rahasia kecil di belakang panggung. Mereka berdua belum mengenakan sehelai benangpun."Sshh..." Ocean erat mendekap, menenangkan Emily yang kini gemetaran. Gadis itu sadar betul bila Earth belum -dan tidak pernah akan- menjadi pribadi yang 'benar-benar stabil'. Letupan kemarahannya bila berhasil menemukan mereka berdua di tempat ini bukan hanya akan membawa masalah baru! "Kak! Tadi aku belum bisa memejamkan mata saat mendengar permainan pianomu, dan setelahnya suasana sunyi cukup lama!" Suara 'monolog' Earth menggema di ruangan gelap kosong cukup luas dengan beberapa puluh atau seratusan kursi. "Lalu pikirku, daripada berlama-lama menunda hingga besok, aku ingin sekali bicara empat mata denganmu malam ini! Apalagi tadi pintu kulihat setengah terbuka! Ma
"Aku akan ceritakan semuanya kepadamu nanti! Yang penting Earth segera pergi dulu jauh-jauh dari sini!" Bisik Emily, antara merasa takut ketahuan sekaligus merasa khawatir, bila begini terlalu lama bersama Ocean, ia takkan bisa 'kemana-mana lagi' untuk selamanya. Ia sungguh takut bila hatinya kelak memilih Ocean, yang baru saja bersamanya setelah sekian lama terpisah!Ocean masih resah, "Apa sebaiknya aku berpakaian saja dan keluar dari sini? Akhiri saja semua sekarang! Aku tak ingin seisi puri ini terbangun dan keluar gegara adikku ini bersikeras ingin bertemu denganku!"Emily menggeleng, "Uh, kurasa tidak! Jangan. Earth adalah pemuda yang pernah 'terluka'. Ia tak dapat diduga-duga!""Tapi ia akan terus menunggui hingga kita keluar dari sini! Apa yang dapat kita lakukan?" Pandangan Ocean kembali ke depan.Earth masih berjalan mengelilingi piano putih Ocean. Dengan kesal didudukinya bangku di sana dan dicobanya menekan beberapa tuts. Tentu saja ia tak bis
"Pesta dansa? Ha ha ha... Kalian semua cerdas, tahu betul bila aku belum terlalu mengerti dunia pergaulan manusia di luar Lorong Bawah Tanah, lalu berusaha menjebakku dengan semua ini, bukan?" Earth masih belum mau menurunkan pemantik yang ada di tangannya, "Kalian hanya berusaha mencari titik kelemahanku saja, dan tak mau jika aku memenangkan hati Emily! Ia berada kembali di sini berkat aku, dan aku yang akan memenangkannya dan memilikinya untuk selamanya!" Tambah pemuda itu lagi."Earth adikku, kau masih memiliki kurang dari dua puluh empat jam untuk berlatih sedikit! Mengapa habiskan waktu berharga itu untuk berada di tempat ini? Ayo, belajarlah! Di perpustakaan banyak sekali buku-buku mengenai kebudayaan! Kau sudah bisa membaca dan menulis, bukan? Kau suka belajar, bukan? Ayo pergilah dan pelajari semuanya sendiri!" Seloroh Sky setengah mengejek, tampaknya ia yakin betul Earth takkan serius berniat menjatuhkan pemantik itu ke atas piano Ocean! Earth di masa kini jau
"Apakah mereka berdua sudah pergi?" Emily yang masih gemetar dalam dekapan Ocean perlahan bicara setelah beberapa menit tak terdengar lagi suara percakapan Sky dan Earth. Ocean mengintip area panggung dengan mata birunya. Ternyata Sky dan Earth sudah keluar dari aula. Pertemuan singkat mereka yang tak terduga sedikit banyak mengejutkan baik Ocean maupun Emily yang belum juga beringsut keluar dari backstage. "Sebenarnya kedua adikku itu orang baik-baik atau tidak, Emily? Aku belum terlalu bisa mengingat semua tentang mereka," Ocean masih berusaha mencerna semua yang baru saja terjadi. Sang kakak sulung belum dapat menyerap semua yang dikatakan adik-adiknya, semua ingatan lamanya di tempat ini seolah-olah masih terselubung kabut putih. "Aku... ya, baik, mereka sama sekali tidak jahat," Emily berusaha untuk tak terlalu merisaukan Ocean, "kau tenang saja, mereka cukup baik, takkan berbuat aneh-aneh selama kita tak melakukan hal yang mencurigakan."
Keesokan paginya saat matahari baru perlahan beranjak bangkit dari peraduan, beberapa 'kesibukan baru' tampak di Puri Vagano. Beberapa ratus kursi dan beberapa puluh meja dipersiapkan di pelataran taman belakang puri yang berhalaman luas. Dekorasi klasik namun bernuansa modern dipersiapkan. Sepertinya akan diadakan sebuah event besar-besaran yang sudah lama sekali tak pernah ada. Event ningrat termeriah terakhir adalah pesta pernikahan Archduke Zeus Calamity Vagano dengan Duchess Florencia sekitar dua dasawarsa silam yang kemudian menjadi orangtua si kembar Ocean, Sky dan Earth. Hanya saja kali ini tak ada tamu-tamu ningrat undangan dari luar pulau kecuali tentunya duo Xander dan Lara yang pagi itu sibuk membantu kegiatan di sekitar puri dan perkebunan. Berkat pengakuannya pernah bekerja sebagai 'waitress' di kota, Lara berhasil memperoleh pekerjaan tambahan sebagai asisten juru-juru masak yang bertugas menghidangkan konsumsi bagi para penghuni pulau. Sedangkan Xander bertug
Sementara itu Aina yang masih berlayar di lautan lepas sebentar lagi akan mencapai tujuannya. Ia sudah tak sabar lagi ingin melihat seperti apakah Pulau Vagano itu. Apakah sebuah pulau yang menyenangkan seperti pulau kelahirannya? Ataukah sebuah pulau yang menyimpan malapetaka?"Entah mengapa, semakin dekat aku kemari, semakin aku merasa jauh dengan Kai. Apakah ia telah bertemu lagi dengan wanita bernama Emily Rose Stewart? Mengapa dadaku terasa sesak? Apakah terjadi sesuatu yang buruk diantara kita berdua, Kai?"Tetapi sudah tak ada jalan kemanapun untuk kembali. Satu-satunya jalan yang harus ia tempuh hanyalah yang sedang dilayarinya."Aku harus memberitahukanmu, Kai. Dua orang yang telah tiba di pulau kelahiranmu mungkin saja berbahaya. Mereka telah berusaha keras untuk tiba di tempatmu Mereka harus dihentikan!"**********Sementara itu Ocean, Sky dan Earth beserta Carl dan Emily sudah kembali berada di area puri. Earth langsung pergi entah kema
Carl Wellington memang pernah 'mengenal' sosok Earth, namun tidak secara langsung, melainkan melalui surat-menyurat di masa lalu dengan sang ayah, almarhum Zeus Vagano. Surat yang dikirim Zeus via kapal kargo dan diterima Carl, lalu dibalas dengan cara yang sama. Memerlukan waktu lama sekali, namun persahabatan mereka tak pernah lekang. Hanya saat Zeus menghilang, kontak terputus. Lama barulah Ocean dan Sky mengambil alih usaha keluarga dan melanjutkan komunikasi yang sempat terputus. Semua yang Zeus tulis sesaat setelah kelahiran ketiga bayi kembarnya masih pria setengah baya itu ingat dengan baik. Carl bahkan tak lupa menyimpan surat-surat itu dalam sebuah tas koper yang ia bawa jauh-jauh dari Evermerika. Ia berharap kedekatan serta semua kisahnya dengan Zeus bisa membantu pemulihan memori Ocean. Lagipula ia sudah lama menganggap keluarga Vagano sebagai keluarganya sendiri, walau baru kali ini bisa bertemu dan berkunjung. Karena itu di masa kini ia sedikit terkejut
Emily sedikit tersentak karena ia lupa mengunci pintu kamar tidur dan juga pintu kamar mandinya! "Siapa di sana?" Spontan, dibenamkannya tubuhnya lebih dalam ke dalam busa sabun. Ia sungguh tak siap menerima kunjungan siapapun siang-siang begini. "Aku, jangan khawatir. Aku bukan siapa-siapamu, bukan?" Seorang dari ketiga kembar Vagano muncul dari balik pintu. "Oh, ternyata kau, Sky. Ada apa?" Emily walaupun tahu bahwa Sky juga memiliki perasaan tertentu kepada dirinya, merasa bahwa pemuda itu tak seberapa 'berbahaya' dibanding kedua saudaranya. Tetap saja, ia tak bisa terlalu percaya kepada pemuda yang pernah berkarier sebagai penyanyi yang ia jumpai di Evertown! "Aku hanya ingin berkata, selamat, Emily. Sekarang kau berjumpa lagi dengan Ocean, pasti kau senang sekaligus galau, bukan? Sebab selama ini yang kaucintai bukan Earth tetapi kakak sulungku?" Sky tersenyum, duduk di pinggir baththub Emily, membuat gadis itu terpaksa me