Cup…
Ran memekik. Pipinya ditekan sebuah benda hangat dan kenyal yang sebenarnya sudah mulai dia hapal sejak ‘kejadian itu’.
“Kamu?”
“Iya aku. Kamu pikir siapa? Siapa lagi yang berani kiss-kiss kamu kayak tadi?! Sini aku tarik bibirnya sampai lepas!”
Bola mata Ran memutar malas saat merasakan emosi nyata dari suara seseorang yang menjawab pertanyaannya itu. Wanita ini kembali melanjutkan kegiatan yang tertunda karena kedatangan pria gila yang sayangnya adalah sang tunangan.
Ah… bukan tunangan, tapi sudah naik pangkat jadi calon suami.
Dua hari yang lalu keluarganya dan keluarga sang tunangan mengadakan acara lamaran resmi setelah ia dan Aryan kepergok berada dalam posisi yang ‘ehem’, yang sempat membuat Kania jantungan.
Kejadian itu bisa dikatakan sebagai keberuntungan bagi Aryan, walaupun setelah selesai menghubungi Adila, Kania kembali masuk kamar dan menarik tel
// Calon Suamiku Idaman Banget :*Kmu msih di dpur, Pumpkin?Ran tersenyum geli setiap kali membaca nama Aryan yang tersimpan di ponselnya. Pria itu semakin gila dan semakin seenaknya. Aryan sempat mengamuk manja saat tahu Ran menyimpan namanya dengan cara yang menurutnya sangat biasa. Aryan merasa tidak penting bagi hidup Ran hanya karena Ran hanya menuliskan namanya tanpa embel-embel ‘sayang’ misalnya.Belum sempat Ran membela diri, pria itu langsung saja merebut ponselnya, dan menggantinya dengan nama yang diinginkan pria itu.Ada perasaan geli saat membaca nama itu untuk pertama kali. Tapi jika dia tertawa, Ran takut Aryan akan lebih berulah lebih dari itu.Pria itu semakin arogan dan resek. Tapi Ran tahu, memang itulah Aryan-nya, dan Ran tidak ingin menggantinya dengan pria lain.// MeTidak. Aku sudah di ruang tngah. Apakah k
“Baik, Ma, Ran sudah siapkan makan siang. Apa? Oh, Oma sepertinya sedang ada di kamar dan Dara belum pulang sekolah. Tadi dia bilang langsung mengerjakan tugas di rumah temannya. Hm, iya, Ma.”Setelah saling mengucapkan salam, Ran mengakhiri sambungan teleponnya dan sang mama yang sejak pagi tadi pergi bersama Kania. Dua orang wanita paruh baya itu paling antusias mempersiapkan segala hal yang berhubungan dengan pernikahan anak-anak mereka.Sudah satu minggu ini Adila dan Kania bagai kembar yang tak bisa dipisahkan. Suami-suami mereka hanya mampu geleng-geleng kepala. Admaja sampai menyindir Kania, mengatakan jika sepertinya malah istrinya itu yang ingin menikah lagi. Mungkin Admaja kesal karena merasa diabaikan satu minggu ini.Bukannya merasa tak enak hati atau takut, Kania malah mengatakan ‘amiiin’ dengan sadis, seolah Admaja sedang mendoakannya. Admaja panik sendiri, dan meminta sang istri menarik ucapannya. Seharusnya dia tahu kalau
“Bude Rasmi dan Mbak Ika pasti seneng Ran sudah punya jodho. Ayu lan ngganteng, wis pas!”Ran tersipu malu mendengar ucapan antusias Hanjani, yang mana adalah sepupu sang ibu. Wanita yang usianya lebih tua dua tahun dari ibunya itu menatapnya dan Aryan bergantian dengan tatapan kagum. Walaupun usia Hanjani lebih tua dari ibu Ran, tapi karena nenek Ran adalah kakak dari ibu Hanjani, jadi Hanjani wajib memanggil ibu Ran dengan embel-embel ‘Mbak’ di depan nama Manika yang biasa dipanggil Ika di keluarganya.Sementara Aryan yang duduk di sampingnya, tersenyum menggoda ke arah sang tunangan, membuat Ran jadi salah tingkah dengan wajah semakin memerah.Sedangkan kedua orang tua mereka hanya tertawa renyah mendengar ucapan Hanjani.Setelah Aryan pulang dari Singapura beberapa hari yang lalu, Ran sekeluarga beserta Aryan dan kedua orang tuanya pergi ke Yogyakarta, tempat di mana ibu Ran berasal. Wanita yang telah melahirkan Ran itu juga di
Bruk!“Pumpkin!!!”Ran terkejut saat kotak yang dibawanya jatuh sampai isinya berhamburan ketika ia turun dari mobil yang ditumpanginya. Lebih terkejut lagi saat tangannya ditarik kencang sang calon suami.Wanita ini mengerjap beberapa kali. Karena terlalu terkejut, wanita ini jadi seperti orang linglung. Namun kesadarannya segera kembali saat merasakan kakinya disentuh Aryan. Posisi pria di depannya ini sudah membungkuk, memperhatikan kaki Ran dengan teliti.“Kaki kamu kena, gak??” tanya Aryan dengan nada panik.“Kamu tidak apa-apa, Ran?” tanya sang ayah yang tak kalah panik seperti sang calon suami. Ayahnya bahkan sudah memegang kedua bahunya, lalu memperhatikan tubuhnya dengan saksama.Wanita ini menatap sekeliling. Ternyata kedua orang tua Aryan dan Adila pun sudah menatapnya khawatir. Ran segera mengalihkan pandangan kembali ke arah ayah dan calon suaminya bergantian.“R-Ran tidak apa-apa
“Manika… apakah kamu sudah tenang di sana? Maaf… maafkan aku yang bodoh ini…” Rion menghentikan ucapannya. Isakan memaksa keluar dari tenggorokan. Namun dengan sekuat tenaga ia tahan walaupun air mata sudah jatuh di pipinya.Rion pikir air mata tidak akan keluar lagi pagi ini, karena semalaman ia menangis. Bahkan Rion hanya tidur selama satu jam. Itupun mungkin karena kelelahan menangis setelah membaca buku agenda yang berisi tulisan tangan indah dari wanita yang telah memberikannya malaikat cantik, Nur Callia Maharani, Ran-nya bersama Manika.###Bapak, Ibu…Maafkan Ika sudah mengecewakan kalian.Karena Ika, kita jadi harus pindah rumah demi tidak ditemukan Nyonya Zanna yang mungkin saja sudah tahu kalau Ika tidak menggugurkan anak Kak Rion.Ika tidak tahu lagi harus bagaimana membalas kasih sayang yang Bapak dan Ibu berikan untuk Ika.Ika pikir Bapak dan Ibu akan me
“Ayah akan menerima kalau kamu membenci ayah, tapi tolong kamu jangan tinggalkan ayah…”Ran mencoba meredakan isakannya di dalam pelukan sang ayah.Pantas saja belakangan ini sang ayah lebih pendiam dari biasanya.Siapa pun yang membaca kisah hidup yang ditulis ibu kandungnya pasti akan ikut terbawa suasana, seolah orang itu sendiri yang mengalami. Termasuk Ran.Di dalam agenda itu terlihat jelas bahwa Manika adalah sosok wanita yang kuat. Ran juga dapat merasakan betapa sayangnya sang ibu padanya.Perasaan Ran campur aduk. Antara rasa senang, sedih, dan kecewa. Wanita ini senang, jadi lebih mengenal sosok Manika lewat agenda ini. Namun, Ran juga merasa sedih, karena tidak bisa bersama lebih lama dengan sang ibu.Ditinggalkan di usia yang masih sangat kecil membuat Ran tidak bisa mengingat sosok sang ibu dengan baik. Tapi di dalam agenda yang dipeluknya ini, Ran bahkan merasakan kehadiran sang ibu saat ini.“B
“Sekolah ini sudah jauh berbeda ya.” Ran mengamati gedung besar di depannya, lalu beralih melihat sekeliling tempat yang dia datangi ini. Tempat ini semakin terlihat semakin baik.“Tentu aja. Udah berapa tahun coba kamu tinggalin?”Ran terdiam. Bola matanya memutar, menghitung kira-kira berapa lama ia meninggalkan sekolah dasar tempat di mana dulu ia bersekolah sebelum dibawa Rion ke London.“Hmm… Enam belas tahun sepertinya,” balas Ran setelah mengingat-ingat.“Waaahhh… luar biasa!” Aryan bertepuk tangan girang. “Jadi udah selama itu ya hatiku nyangkut di kamu??”Ran berdecih geli. “Tolong dikondisikan mulutnya. Kamu sedang menggombal?”“Kesungguhanku selalu aja dibilang gombal!”Ran tak bisa menyembunyikan tawa saat melihat wajah sang calon suami ditekuk.“Kamu ngambek?” tanya Ran sambil menusukkan telunjuknya b
Hari ini, sepasang calon pengantin itu akan melakukan sesi pemotretan prewedding di tempat di mana Aryan Mada Kusumo menemukan tulang rusuknya.Mereka menggunakan seragam sekolah dasar tempat mereka sekolah dulu, yang tentu saja ukurannya sudah dibuat sesuai dengan ukuran tubuh mereka. Jangan tanya berapa lama proses pembuatan seragam itu.Aryan baru mengatakan pada sang mama satu minggu yang lalu untuk konsep foto prewedding yang akan dia gunakan. Hal itu tentu saja membuat Kania kelabakan. Apalagi seragam sekolah yang digunakan tidak seperti seragam sekolah pada umumnya. Kania tentu harus meminta bahan seragam itu pada pihak sekolah, dan untung saja semua proses seakan dimudahkan oleh Yang Maha Kuasa.Untungnya juga keluarga Aryan masih menjadi donatur terbesar di sekolah swasta ini. Sehingga tidak sulit bagi mereka meminta izin pihak sekolah untuk mengadakan foto prewedding di sini. Apalagi Aryan dan Ran memilih hari libur untuk melaksanakan kegiatan ini. Jad