Brigita melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ruangan yang tepat berada di ujung lorong, emosinya masih meluap-luap sejak ia menjumpai wanita asing naik ke mobil mantan tunangannya, Royan. Ia masih belum dapat menerima kenyataan bahwa Royan tidak memilihnya, bahkan kini perlahan pria itu malah mencampakannya. Seandainya waktu itu Gita tidak melakukan kesalahan fatal yang dibenci oleh Roy, mungkin saat ini ia masih lancar mempersiapkan pernikahan mereka sambil memandangi tempat-tempat indah untuk pergi honeymoon.
Kursi empuknya tidak bisa lagi ia gunakan untuk menenangkan diri, bayangan Roy dengan wanita itu masih saja menghantui Gita setiap detiknya. Ingin sekali rasanya Gita menelpon Roy dan menanyakan siapa sebenarnya wanita itu, dan apakan dia alasan Roy meninggalkan Gita dengan dalih membenci kebiasaan yang dimilikinya. Sebagai orang yang ambisius, Gita tidak akan pernah bisa membiarkan apa yang menjadi miliknya malah direbut oleh orang lain tepat di depan matanya.
Royan sudah sangat mengabaikannya sejak ia memilih untuk membatalkan pertunangan mereka, hal itu sangat melukai harga diri Gita yang sejak kecil tak pernah diabaikan oleh siapapun, dan menjadi pusat perhatian semua orang. Semua menganggap dirinya adalah wanita yang sopan, tidak banyak tingkah, dan ditambah dengan parasnya yang cantik kadang membuat Gita lupa dengan dirinya yang sebenarnya.
"Hallo, Ma. Gita kangen, pengen ketemu Mama," kata Gita membuka percakapan dengan seseorang di seberang telepon.
Dengan satu kalimat ajaib itu, wanita yang ada di seberang telepon pada akhirnya mengajak Brigita untuk belanja bersama. Di sinilah mereka sekarang, pusat perbelanjaan mewah yang hanya berisi merk-merk ternama. Brigita menggandeng tangan Tiara dengan lekat, mereka berjalan tak tentu arah sambil menenteng tas belanja mungkin dari semua toko. Orang-orang mungkin mengira mereka berdua dalah ibu dan anak yang mesra, dan selalu bersama.
Bagaimana tidak, keduanya memiliki paras yang cantik, badan ideal, dan bahkan hanya dengan sekedip mata mereka akan tahu bahwa keduanya dari keluarga yang berada. Namun dibalik semua itu tak ada yang tahu bahwa Tiara hanyalah sebuah jembatan, sekaligus pelampiasan dari hubungannya dan Royan.
"Mama mau makan apa?" tanya Gita.
"Mama minum aja, Git. Soalnya nanti malem ada janji mau makan bareng Roy sama Rey," jawab Tiara, mama Royan.
"Oh, Mama kok gak bilang kalau mau makan bareng, nanti dikiranya Gita nyulik Mama lagi," jawab Gita.
"Aduh tenang aja, kan masih nanti malem makan barengnya," jawab Tiara dengan senyum.
Ia merasa bahwa Gita adalah wanita yang cantik, berhati baik, dan sopan dengan orang yang lebih tua. Dengan alasan itulah ia menjodohkan Gita dengan Royan, anaknya yang sangat menyebalkan tersebut. Bagaimana tidak, saat persiapan pernikahan sudah melangkah jauh, yang ada anaknya itu malah berulah dengan membatalkan pertunangannya dengan Brigita.
Atas dasar itu pula ia akhirnya mengusir Royan dari rumah, dengan harapan bahwa Roy akan mengubah keputusannya dan memilih untuk kembali dengan Brigita karena Tiara tahu anaknya itu memang belum bisa hidup mandiri. Namun keputusan yang diambilnya berbeda ia malah menarik dirinya untuk pindah, dan kabarnya ia sekarang membeli sebuah ruang apartmen.
"Mama udah denger kabar dari Royan soal cewek barunya?" tanya Gita dengan penuh selidik.
Tiara yang mendengar hal tersebut pun membuka matanya lebar-lebar, ia kembali menajamkan indra pendengarannya, untuk memastikan apa yang didengarnya benar.
"Cewek baru?" Tiara menegaskan.
"Iya, Ma. Tadi Gita ketemu mereka kok, naik mobil berdua," jelas Gita.
"Mama sama sekali nggak ngerti soal ini, Git. Mama juga cuma ngajak makan malam aja karena kangen sama Rey," jawab Tiara.
"Coba deh nanti mama tanyain. Ntar kalo dia beneran udah punya cewek kan Gita yang gak enak Ma, ngajakin mama keluar gini." Gita menundukan wajahnya.
"Gak akan semudah itu, Git. Enak aja dia emang anak Mama, tapi harusnya dia jadi cowok harus lebih tanggung jawab dong," sanggah Tiara.
Mereka pun akhirnya sama-sama terdiam karena memang inilah tujuan Gita, ia memang ingin membuat Tiara meradang dan akhirnya menentang keputusan Roy. Tiara memang selalu seperti itu, walaupun Royan sudah memohon untuk percaya padanya tentang sifat asli Brigita, namun ia sama sekali tidak bergeming. Tiara sudah mempercayai Gita seperti anaknya sendiri, dan juga karena memang Gita adalah anak dari sahabat baiknya.
Tiara, dan Gita pun memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan, dan memperbincangkan hal-hal lainnya yang tidak berhubungan dengan Roy. Walaupun tidak memperbincangkannya lagi, namun Tiara akan menagih penjelasan dari anaknya yang tidak tahu diri tersebut. Bagaimana bisa ia udah mendapatkan wanita baru, di saat mantan tunangannya masih berusaha untuk menyembuhkan luka karena sikap Roy.
***
"Oma!" teriak Rey, segera setelah masuk rumah istana tersebut.
"Aduh cucu Oma ganteng banget, kangen ya sama Oma," kata Tiara sambil memeluk Rey.
"Iya, kangen banget sama Oma," jawab Rey.
"Memang Papamu itu egois, orang anaknya kangen begini sama Oma Opa nya," ucap Tiara sambil menatap tajam pada Roy yang kini ada di depannya.
"Sudah ayo makan," ucap papa Roy menyela mereka.
Kalau saja tidak ada Rey di antara mereka, mungkin meja makan mewah ini hanya akan dipenuhi makanan berkelas nan lezat, tanpa adanya percakapan satu kata pun. Ini adalah hal yang biasa karena memang sejak Roy kecil pun orang tuanya akan diam, tanpa menanyakan bagaimana sekolah Royan, dan lain sebagainya, seperti orang tua pada umumnya.
"Mau sampai kapan di Apartmen?" tanya papa Royan tiba-tiba.
"Sampai Royan ada niat buat pindah," jawab Royan singkat.
"Hidupmu makin gak jelas ya, Roy. Mau aja cewek yang sama kamu sekarang," celetuk Tiara.
Mereka pun terdiam sejenak karena ucapan Tiara, dan tentu saja Royan langsung mengetahui bahwa mamanya pasti mendapatkan semua informasi dari wanita yang batal dinikahinya kemarin, Brigita.
"Oh mama udah tau kalau Roy udah punya cewek?" tanya Royan dengan penuh selidik.
"Kok bisa cepet banget, padahal mantan tunangannya masih fokus buat menyembuhkan luka," jawab Tiara.
"Siapa?" tanya Abimanyu.
"Papa kenal kok sama dia, Mama juga udah pernah ketemu sama dia," jawab Royan sambil terus memakan hidangan yang ada di depannya.
"Really?" tanya Tiara yang kini sudah merasa tertantang.
"Yah. Bahkan dia juga sudah pernah kesini." Royan semakin memancing.
"Jadi siapa wanita misterius ini," tanya Abimanyu yang juga nampak tertarik dengan perbincangan anak dan istrinya.
"Rachel," jawab Royan dengan tegas.
"Rachel Mondy?" Abimanyu memastikan.
"Ya!" Royan mengatakan kata tersebut dengan cepat dan tegas.
Tanpa disangka, sebuah senyum timbul di wajah Abimanyu. Sejak saat itulah Tiara sudah menanam niat kuat pada dirinya, bahwa wanita itu harus segera ia temukan, dan harusnya ia hancurkan.
Suasana makan malam di keluarga Abimanyu semakin terasa dingin setelah Royan dengan santainya mendeklarasikan bahwa ia memang sudah memiliki wanita lain di hatinya. Walaupun hati Eva serasa bergemuruh, namun ia tidak bisa melakukan apapun karena suaminya nampak menyetujui hubungan tersebut. Tanpa disangka malaikat kecil yang menyayangi Oma nya juga ikut berpendapat tentang kisah cinta papanya.“Tante Rachel baik banget loh, Opa. Kemarin Rey ditolongin naik lift,” kata pria mungil tersebut.“Kok bisa ditolongin sama Tante Rachel, emang Rey mau ke mana?” tanya Abimanyu penasaran.“Mau pulang. Tante Rachel rumahnya pas ada di depan rumah kita. Iya kan, Pa?” jawab Rey dengan polos.“Ya!” sahut Royan singkat.Bagai jatuh tertimpa tangga, saat ini Eva tidak lagi memiliki kekuatan untuk berdebat, ataupun hanya sekedar menanggapi obrolan dari suami, anak, dan cucunya tersebut. Ia masih belum bisa men
Reyhan masih terus mengusap pipi Rachel yang sudah basah karena air matanya. Ia bahkan tak mengenal mamanya Rey, tapi entah mengapa membayangkan pria kecil, dan tampan ini harus hidup tanpa seorang ibu, membuat hati Rachel sakit.“Tenang aja, Tante. Rey masih punya Papa kok,” kata pria kecil itu menenangkan Rachel.“Papanya Rey sekarang di mana?” jawab Rachel yang sudah mulai merasa baik.“Lah, kan Tante yang tahu duluan kalo Papa lagi ke luar kota,” ujar Rey yang kembali sibuk mengunyah camilan cokelat nya.Rachel dengan susah payah memahami apa yang sedang terjadi saat ini, bahkan jiwanya yang baru saja kembali kini entah pergi kemana lagi. Secara spontan berbagai potongan kejadian memaksa masuk ke kepala kecil Rachel. Hari dimana Rey memanggil Royan dengan sebutan ‘Pa’ kembali teringat olehnya. Rachel sebenarnya bukan tipikal orang yang bodoh, namun entah mengapa akhir-akhir ini otaknya tidak bisa mencern
Beberapa hari setelah Royan menitipkan anaknya, Rachel belum lagi bertemu dengan kedua pria tampan tersebut. Entah kenapa hatinya sekarang mudah resah sejak bertemu Royan dan Rey, ibarat medapatkan promo buy 1 get 1. Rachel merasa bahwa kini ia memiliki alasan untuk pulang ke rumah, yang dulu hanya seperti tempat singgah untuknya.Dalam hatinya masih ada rasa khawatir jika Royan enggan menitipkan Rey lagi padanya karena insiden cokelat kemarin. Di sisi lain, Rachel juga merasa bersalah karena tidak menanyakan terlebih dahulu pada Roy tentang makanan yang bisa dikonsumsi anaknya. Benar juga anaknya …. Kadang Rachel masih lupa kalau Royan bukan paman Rey, tapi papanya.Saat weekend seperti ini, biasanya ia akan berbaring di kamar Adel sambil memainkan ponselnya, atau sekedar berbincang ringan dengan temannya tersebut. Benar juga, setelah dipindahkan posisi, Rachel lebih sering bekerja ke luar kantor untuk menemui pada nasabah prioritas. Ia jarang
Setelah pertemuan tak terduga dengan keluarga Abimanyu minggu kemarin, hidup Rachel kini semakin tak bisa ditebak arahnya. Akhir minggu biasanya ia habiskan dengan berbaring di atas kasur, entah sejak kapan menjadi sangat produktif. Ia sudah bersiap sejak tadi pagi, dengan dress hitam yang nampak rapi, dan di tambah tas jinjing warna rose gold membuatnya semakin nampak elegan.Di sampingnya kini ada Tuan Muda berhati dingin, yang lengan panjangnya digulung sembarang hingga menampilkan urat-urat nadi di lengannya, membuat dirinya semakin terlihat 'menggugah selera'. Atas saran papanya, atau Pak Abimanyu, kini Royan sudah mengajak Rachel ke kota sebelah untuk menemaninya menyelesaikan beberapa urusan bisnis.Pak Abimanyu merasa bahwa Royan terlalu sering menyetir sendiri, dan sangat mengkhawatirkan apabila ia mengantuk saat di jalan, dan tidak ada yang memperingatkannya. Royan membenarkan hal tersebut karena memang Rey selalu membuatnya begadang setiap malam kar
Setelah insiden berpelukan yang baru saja terjadi, Royan dan Rachel kini terdiam dan merasa canggung untuk memulai percakapan satu dengan lainnya. Beberapa kali Royan ingin membuka mulutnya untuk mencari topik bahasan yang bisa mereka gunakan berbincang saat ini."Silakan dinikmati!" ucap pelayan yang mengantarkan pesanan mereka."Terima kasih," kata Rachel.Rachel memandang makanan di hadapannya dengan bingung, karena memang ini kali pertama ia makan di tempat ini. Rachel mencari sendok dan garpu yang harusnya sudah ada lengkap bersama makanannya. Entah sejak kapan Royan juga sudah menghilang dari hadapannya, membuat Rachel semakin bingung.Dari kejauhan sosok Royan yang memang sangat menonjol dapat terjangkau dalam radar pengelihatannya. Saat seperti ini Rachel baru menyadari bahwa tampilan Royan sangat tidak sesuai dengan kedai ini. Kedai ini didominasi oleh pelajar yang masih menggunakan seragam lengkap mereka. Sedangan Royan menggunakan setelan jas h
Jiwa Rachel seakan pergi dari raganya setelah melihat notifikasi email dari bank tempatnya bekerja. Ia juga sering melamun, dan saat perjalanan pulang Royan berulang kali menegurnya karena tidak memperhatikan apa yang diucapkan pria itu. Sepanjang perjalanan Rachel juga terus merenungi kesalahan yang sebenarnya tak pernah ia perbuat. Walaupun masih baru pada posisi tersebut, Rachel merasa bahwa dirinya cukup cakap dalam melaksanakan pekerjaannya."Permisi, Bu," ucap Rachel setelah mengetuk pintu atasannya tersebut."Masuk!" jawab wanita itu dengan singkat."Saya ingin mendiskusikan tentang surat peringatan yang kemarin dikirim pada email saya, Bu," kata Rachel membuka percakapan."Jadi, sudah tahu masalahnya?" Bu Santi memperhatikan Rachel lamat-lamat."Saya tidak pernah berhubungan dengan nasabah bernama Ibu Melati, dan saya juga tidak pernah memiliki niat sedikitpun untuk memalsukan transaksi, Bu," jelas Rachel."Apa kamu ada bukti kuat un
Rachel berusaha sebaik mungkin untuk menutupi rasa gugupnya. Berada di antara ibu-ibu membuat nyalinya sedikit menciut, karena memang ini pertama kalinya Rachel harus datang ke acara sekolah yang mestinya dihadiri wali murid. Kalau soal ambil hasil belajar, dulu ia sudah sering melakukannya, bukan tanpa alasan tapi tante nya selalu memberikan iming-iming uang jajan agar mau menggantikan untuk mengambil hasil belajar ponakannya.Selain gugup karena berada di lingkungan yang asing, Rachel juga masih menenangkan hatinya semenjak kejadian yang ia alami sebelumnya. Masih tergambar jelas raut wajah Royan saat memandangnya hanya menggunakan pakaian bagian bawah. Belum lagi saat itu gilanya Rachel sedang coba menggunakan set dalaman warna merah menyala."Ibu, anaknya kelas apa?" tanya seorang wanita di samping Rahcel."Kelas B, Bu," jawab Rachel yang sudah mempersiapkan pertanyaan jauh-jauh hari."Wah sudah besar ya, habis ini lulus, Bu. Gak kerasa anak-anak cepe
Rachel belum bertemu lagi dengan Royan setelah insiden 'tabrakan bibir' saat acara hari ibu di sekolah Rey. Bukannya tidak pernah bertemu, tapi memang Rachel sengaja menghindari pria tersebut. Jangankan melihat wajahnya, hanya memikirkannya pun Rachel sudah merasakan kecanggungan luar biasa. Namun tak dapat dipungkiri bahwa kini separuh jiwanya masih terus memikirkan kecupan Royan hari itu, yang datang tiba-tiba entah dari mana."Rachel!" seru Bu Sinta membuyarkan lamunan wanita itu."Maaf, Bu. Ada perlu?" tanya Rachel yang langsung sadarkan diri."Kamu ke ruangan saya sebentar," katanya.Rachel yang mendengar hal tersebut sedikit was-was, karena terakhir kali ia masuk ke ruangan itu dirinya harus mendapatkan surat peringatan. Entah saat ini apa lagi yang harus diterimanya saat memasuki ruangan tersebut. Raachel hanya dapat menunduk pasrah dan mengikuti Bu Santi menuju ruangannya."Duduk," ujar Bu Santi mempersilakan Rachel."Baik, Bu." Rach