Tatu terhenyak namun enggan membuka mata, semburan dingin dari arah depan juga aroma terapi yang sangat familiar menyamankan indra penciumannya, terdengar suara-suara berisik dan raungan knalpot yang mengganggu telinganya. Mencoba merenggangkan badan, tangan kanannya menangkap wajah seseorang. Jantungnya berdegup kencang. Bayangan Ganjar tidur di samping membuat Tatu segera memaksa matanya untuk terbuka. “Arrrgghhh, di mana ini … di mana ini …!!” teriak tatu panik, ia terbangun menoleh ke kanan dan ke kiri terkejut bukan main, karena di depan matanya adalah jalan toll dengan truk yang berjalan pelan. Bayangan ganjar menculiknya membuat Tatu ketakutan. Cengkraman di tangan kanannya, membuat Tatu menoleh dengan cepat. “Ania sayang, calm down. Baby,” ucap Josh dengan suara pelan, membawa jemari Tatu ke mulutnya dan mengecupinya. “Bagaimana bisa kamu membawaku, Josh!” seru Tatu tak terima, otaknya masih mencerna dan memikirkan. Bagaimana Josh bisa membawanya ke dalam mobil dan sekaran
“Josh! Aku mau pulang!” Tatu berdiri, meraih tas di sofa. Dia hendak berjalan ke arah pintu, saat tangan besar mencekal pergelangan tangannya. “Mulai hari ini, kamu akan tinggal di sini.” Josh menarik Tatu hingga tubuhnya membentur tubuh lelaki besar itu. Josh segera mengungkung wanita yang masih memakai seragam itu dalam dekapannya. Tatu mendesah lelah, mendongakkan kepala demi melihat wajah pria pemaksa yang sudah membawanya ke apartemen mewah itu. “Kamu tidak punya hak untuk memaksaku tinggal di tempat ini,” katanya, membawa dua tangannya ke dada Josh dan mendorong pelan. Namun sia-sia, tenaganya tak sebanding dengan tenaga pria kekar itu. Josh menunduk, menatap lekat iris sewarna jelaga yang menjadi favoritnya. “Humm, seperti itu?” ucap Josh dengan seringai licik. Lelaki itu mengeratkan pelukannya pada pinggang Tatu dengan sebelah tangan, sedang tangan lainnya bergerak ke atas hingga tengkuk. Dia sangat hapal, bagaimana menjinakkan gadis keras kepala yang sudah mengisi hari-ha
Tatu mencoba memuka pintu kamar Josh. Sialnya, lelaki itu mengunci dari luar, entah apa yang ada di pikirannya. Padahal Tatu tak berencana kabur, percuma saja ‘kan? Sudah lewat tengah malam. “Josh!” Tatu masih tidak menyerah memanggil. Setelah terbangun tadi dan tak menemukan Josh di sampingnya. Tatu mengabaikan kantuk dan rasa lelah, ia segera ke kamar mandi mencuci muka lalu mencari baju. Ia termangu di depan almari, antara lega dan juga merasa tak mempunyai harga diri. Tumpukan baju yang Josh persiapkan untuknya masih tersusun rapi. Lengkap, mulai dari pakaian dalam hingga dress. Dengan lemas ia menarik celana panjang dan sweater segera memakainya. Bunyi kunci yang diputar, memaksa Tatu untuk mundur. Dan Josh berdiri dengan celana pendek yang menggantung tak sopan di pinggang rampingnya. “Ada apa, Baby? Kenapa bangun? Apa lapar lagi?” tanya Josh perhatian. Tatu menggeleng, mengabaikan Josh. Ia berjalan keluar kamar, menuju dapur dan mengambil air minum. “Siapa tadi yang dat
Tatu mengusap air matanya kasar, ia seharusnya tak menjadi lemah. Sudah terbiasa diabaikan sejak kecil, seharusnya dia tidak terbawa perasaan. Ibunya memang seperti itu ‘kan? Entah bagaimana perlakuan ayah tirinya saat pria itu datang nanti. Setelah ibunya kembali, Tatu segera makan. Mandi dan mengunci kamar. Ia menyumpal telinganya dengan earphone, mencoba mengistirahatkan badannya yang lelah dan matanya yang sudah memberat. Hampir empat jam ia mengistirahatkan otak dan tubuhnya. Suara langkah kaki di luar kamarnya membuatnya terjaga. Dan riuh suara tawa yang terdengar tak terlalu jauh membuat tatu berdecak. Pasti kawan-kawan preman sang ayah tiri. Sepertinya pulang ke rumah orang tuanya bukan pilihan yang tepat. Ini sama saja seperti keluar dari kandang buaya masuk ke dalam mulut ular. Tatu duduk di pinggir ranjang, mengumpulkan kesadarannya lalu meraih air mineral di samping ranjang kecilnya dan menenggak sampai habis. Ketukan tak sabaran membuatnya harus keluar, dengan muka ku
Tatu memutar badannya dengan pelan, lelaki tinggi dengan kulit coklat itu tersenyum simpul. Sudah hampir enam tahun tak bertemu, lelaki itu masih terlihat sama. tatu tersenyum canggung, menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal.“Arga?” Tatu maju selangkah, tidak tahu harus mengatakan apa. Fakta bahwa lelali di depannya adalah seseorang yang pernah ibunya jodohkan demi hal yang belum Tatu ketahui.“Apa kabar?” Pertanyaan singkat Arga yang terdengar ramah membuat tatu meringis. Pria berwajah manis itu mengulurkan tangan dengan senyum masih tersungging.“Baik, kamu?” Tatu menyambut uluran tangan lelaki itu.“Baik juga, mau kemana? Lama gak ketemu, jarang pulang?” Pe
Pertanyaan Arga tak membuat Tatu terkejut, ia sudah memantapkan hati untuk semua kemungkinan terburuk. Bibir tipis wanita itu tersunging hanya pada bagian ujungnya saja. “Hebat kamu, Ar, bisa tahu. Apa terlihat sekali?” Tatu memalingkan wajah, memandang kemanapun asal tidak pada lelaki di hadapannya. “Di bawah kakimu ada susu yang aku tahu hanya untuk ibu hamil,” kata Arga santai, lelaki itu kembali menyuap makanannya dan menghabiskan dengan cepat. Tatu tak tertarik untuk membahas susu itu. Biarkan Arga dengan asumsinya, ia hanya cukup melihat reaksi pria yang menjadi teman sekolahnya dulu. “Aku tidak akan menghakimimu, bahkan di sini juga banyak kok. Hanya saja kenapa bisa sampai kebobolan. Kita sudah sama-sama dewasa Ta, kamu gak usah sungkan.” Arga menyerup
Berkat kekesalan dan kepenatan pikirannya, Tatu yang sempat berikrar hanya akan menggunakan uang yang di beri Josh untuk kebutuhan mendesak saja. Hari itu ia resmi menjadi ingkar pada apa yang telah ia janjikan pada dirinya sendiri. Josh memang bukan pribadi yang pelit, lelaki itu sangat royal terhadap semua kebutuhan juga apa yang Tatu inginkan. Bahkan seperti seorang suami yang menyayangi isterinya. Josh selalu mengingatkan gadis itu untuk pergi ke klinik kecantikan ataupun salon. Josh selalu berkilah, jika itu untuk memanjakan mata juga untuk kesenangannya mengapa tidak. Berapapun harga treathmentnya katakan saja, maka lelaki itu akan menganggukkan kepala. Jika memang semua perlakuan manis Josh dilakukan saat status mereka sudah suami isteri, tentu itu akan sangat mambanggakan. Namun, dengan kondisinya yang hanya kekasih musiman. Tatu merasa Josh membeli tubuh dan pelayanannya, dan bodohnya ia baru menyadari sekarang. Saat semuanya sudah terlambat. Ya, Tatu selalu merasa dia ada
“Kalau aku jujur, apa Ibuk akan marah? Lalu apa yang akan aku dapatkan, Buk? Ibuk gak akan ganggu hidup Tatu lagi? Gak akan minta uang buat narkoba atau judi lagi?” tanya Tatu. Karmilah terlihat gusar, wanita itu meremas kedua tangannya.“Berapa hutang Ibuk pada Arga? Arga enggan mengatakan padaku, dia akan ke sini nanti meminta kontakku. Berikan saja, supaya nanti aku bisa mencarikan lagi buat bayar hutang Ibuk itu lagi. Aku tinggal WA kok, minta transfer berapapun, detik itu juga akan sampai di rekeningku,” Tatu berucap dengan sombong.Gadis lugu, penurut dan ceria saat terakhir kali mereka berpisah lima tahun lalu sudah lenyap. Karmilah hanya melihat wanita dingin yang penuh luka.“Kapan kamu bertemu Arga? Apa saja yang kalian bicarakan?” selidik Karmilah. &