Media di gemparkan oleh penemuan mayat yang telah terpotong tubuhnya dalam sebuah tempat sampah yang jarang di jangkau oleh seseorang. Bermula dari seorang pengangkut sampah yang mencium bau tidak sedap membuat dirinya segera mencari asal bau tersebut.
Semula ia mengira jika itu adalah bangkai tikus, tetapi dugaannya salah ketika dirinya menemukan bungkusan plastik hitam besar. Dan sialnya, bau tidak sedap tersebut datang dari plastik hitam besar yang baru saja ia temukan. Dia mencoba membuka plastik itu, jika tebakannya benar ada bangkai tikus atau binatang lainnya terpaksa dirinya harus membuang bangkai tersebut agar tidak tercampur oleh sampah yang dapat di daur ulang.
Tetapi, di luar dugaan. Ia menahan mual setelah melihat apa isi dari kantung plastik tersebut. Sebuah mayat dengan tubuh yang telah di potong menjadi beberapa bagian dan tentu sudah membusuk. Pria itu berteriak, mengagetkan rekan kerjanya yang menunggu di da
Marsha mendudukkan dirinya setelah lelah karena berjalan dari supermarket. Ia baru saja membeli beberapa bahan makanan dan juga kebutuhan pribadinya. Jujur saja, dia berjalan sedikit berlari. Setelah melihat berita tentang penemuan mayat yang telah termutilasi membuatnya parno.Sudah satu minggu sejak kejadian penemuan tersebut, namun sampai sekarang belum diketahui siapa pelaku dari pembunuhan tersebut. Ia bergidik ngeri, sebisa mungkin dirinya harus berjaga dari orang asing yang tidak ia kenali sama sekali. Ah, dirinya lupa. Ia memang tidak mengenali siapapun di sini selain Joe dan juga Albert pria b*ngsat tersebut.Deringan telepon menyadarkannya dari lamunan. Entah apa yang ia pikirkan, sampai membuatnya melamun seperti itu. Ia menatap layar telepon miliknya. Tatapan matanya terlihat gusar, sedikit tatapan kebencian pun terlihat dari manik mata indah itu.Albert, pria itu kembali menelponnya. Tidak kah pr
Suara ketikan keyboard komputer memenuhi seluruh ruangan dalam gedung tinggi tersebut, semua pegawai yang berada di dalamnya pun tengah sibuk dengan tugas masing-masing. Dengan leader dari bagian posisi pekerjaan masing-masing yang berlalu lalang mendatangi bawahan mereka untuk menambah tugas yang harus mereka kerjakan.Begitu juga dengan gadis itu. Ah salah, wanita cantik tersebut. Ia tengah menyusun kegiatan pertemuan untuk rapat yang akan membahas tentang pembukaan gedung cabang gabungan dengan perusahaan Deon. Joe sendiri sibuk dengan proses pembangunan , ia harus rela bolak-balik ke kantor untuk memberikan laporan pada Albert mengenai kesiapan serta proses pembangunan gedung baru tersebut.Sedangkan Albert , pria itu juga tengah sibuk dengan membaca ulang berkas yang akan ia tanda tangani untuk persetujuan kerjasama dengan perusahaan lainnya. Ini masih pagi hari, tetapi pria tampan itu tampak sedikit berantakan dengan ke
Rintihan menyakitkan terdengar merdu di telinga seseorang yang tengah menghabisi nyawa seorang wanita. Di tempat yang sepi, dengan pemandangan yang sekelilingnya adalah hutan membuat aksi kejam tersebut tidak di ketahui oleh siapapun.Wanita itu terikat, jika bisa di tebak mungkin ia baru saja berumur 23 tahun atau 25 tahun. Pukulan serta cambukan yang pria itu layangkan membuat luka baru pada tubuh wanita yang terkulai lemas. Dengan tubuh yang telanjang dan tangan yang terikat serta bibir yang tertutup oleh lakban.Ia adalah korban dari kekejaman pria yang asik melecehkannya, semula dirinya baru saja ingin pulang ke rumah. Tetapi dirinya di hadang oleh pria berpakaian serba hitam dengan penutup kepala yang menutupi seluruh wajahnya, hanya menyisakan Mata dan bibir yang terlihat dari balik penutup kepala tersebut.Dia di seret, setelah mendapatkan pukulan pada leher belakangnya yang mengakibatkan dirinya pingsan seketika. Setelah
Joe menyamakan langkah kakinya mendekati Marsha. Setelah bergelut dengan pekerjaan yang memakan banyak tenaga dan juga pikiran, akhirnya mereka mendapatkan kelegaan setelah jam pulang tiba. Pria tampan itu berencana mengantarkan pulang wanita cantik tersebut. Ingat, Joe menganggap Marsha masih gadis karena dirinya tidak tahu jika Marsha sudah di renggut kesuciannya oleh Albert. Jangan marah jika Joe selalu memanggilnya gadis manis atau semacamnya."Marsha, tunggu aku!" Joe berjalan cepat, menyamakan langkahnya agar berdampingan dengan wanita itu."Ada apa Joe?" Tanya Marsha melihat Joe yang sudah ada di sampingnya."Tidak ada, aku hanya ingin menawarkan mu untuk pulang bersama," ujarnya."Tidak perlu, kamu bisa mengantarkan kekasihmu. Aku tidak mau dia salah paham jika kamu mengantarkan aku," tolak Marsha pada pria itu."Tidak apa-apa, kekasihku itu ada acara sendiri se
Albert berjalan mengendap memasuki rumah sewa yang ditinggali Marsha. Dengan pakaian serba hitam dan juga topeng yang ia kenakan membuatnya terlihat samar dalam kegelapan malam. Bercak darah terlihat mengering pada jaket yang dikenakan pria itu, entah apa yang baru saja ia lakukan.Ia dengan gampang membuka pintu rumah tersebut, dengan santai ia masuk kedalam rumah dan menuju ke kamar gadisnya. Ah, dirinya melupakan kejadian sore tadi. Ia seharusnya marah pada gadisnya itu, lalu menghukumnya dan membuat gadisnya jera serta menurut padanya.Untuk sekarang lupakan, dirinya harus mandi karena bau amis darah sangat mengganggu penciumannya. Matanya melirik sejenak pada gadisnya yang tertidur nyenyak, bahkan gadisnya itu tidak menyadari kehadirannya."Sepertinya kau tidur nyenyak gadis kecil," ujar Albert memandang Marsha dan tersenyum misterius.Albert selesai dengan mandinya bersamaan dengan pons
"Berhenti menangis!" Albert menatap Marsha yang menangis serta terduduk lemas pada lantai keramik di dalam kamar mandi.Percintaan mereka telah usai, dengan Albert yang menyemburkan air cintanya di dalam tubuh Marsha. Pria itu menghidupkan kembali air dari shower yang ia matikan sebelumnya. Aliran itu jatuh mengenai tubuhnya serta tubuh Marsha yang masih lemas terduduk di lantai.Wanita itu memalingkan wajahnya, pasalnya ia berhadapan langsung dengan milik Albert yang mulai melemas. Pria itu sama sekali tidak malu dengannya, dia bersikap cuek dengan membiarkan inti tubuhnya terlihat oleh Marsha."Bangun!" Perintah Albert.Marsha diam, ia tidak melakukan perintah Albert yang menyuruhnya untuk bangun . Mata tajam Albert menatap datar gadisnya. Haruskah dia berlaku kasar lagi? Ah, gadisnya ini selalu memancing amarahnya."Aku bilang bangun!" Tegas Albert pada Marsha.
Marsha terdiam mematung, tatapannya kosong menatap dinding kamar yang tidak ada menariknya sama sekali. Otaknya di penuhi segala pertanyaan tentang apa yang harus ia lakukan. Pergi dari Albert? Bagaimana caranya ?Haruskah dirinya meminta batuan Joe? Oh shit! Kepalanya terasa ingin meledak!Ia tidak mungkin menghubungi Arion hanya untuk meminjam uang. Lagi pula jika nanti ia kembali , bagaimana cara dia melunasi uang pinjaman itu jika dirinya saja belum mendapatkan pekerjaan. Hembusan napas kasar keluar dari bibirnya, ingin sekali dirinya menenggelamkan diri di laut. Tetapi itu bukanlah hal yang baik, bunuh diri bukanlah jalan elite untuk pergi menemui Tuhan.Ting Ponselnya berbunyi, ia sontak mengalihkan pandangannya ke arah ponsel yang berada di sampingnya. Marsha tersenyum lega, akhirnya Arion membalas pesannya. Sungguh, perbedaan waktu membuat dirinya susah untuk berkomunikasi.
"Ah, itu. Sebenarnya aku—""Kamu kenapa?" Tanya Joe menatap Marsha penasaran."Em, Joe — bisakah kamu membantuku untuk pulang?" Marsha menatap Joe dengan harapan pada matanya. Berharap agar pria tampan tersebut menjawab dengan satu kata yaitu Ya."Mengapa kamu ingin pulang?""Aku rasa, bekerja disini bukanlah tempat yang tepat untukku," ujar Marsha menunduk."Apa kamu merasa tidak nyaman berada disini?" Joe menegakkan tubuhnya, menatap Lamat pada gadis yang kini hanya menunduk dengan memainkan jari-jarinya."Tidak juga , eh iya. Benar aku merasa kurang nyaman. Bukan berarti aku tidak menyukai tinggal dan bekerja disini."Joe menghela napas dan menghembuskan nya melalui mulutnya, "aku bisa membantumu, hanya saja kamu harus berbicara terlebih dahulu dengan tuan Albert. Karena kamu harus mengajukan surat resign kepadanya."