Raden Jatmika dan dua pengawalnya berhenti. Sang putra Raja tampak tenang saja, sedangkan dua pengawalnya memilih waspada.Hawa sakti ini begitu kuat, menandakan si pemiliknya sudah memiliki tenaga dalam tinggi. Pancaka dan Bardasora dapat mengukur bahwa mereka bukan tandingannya, kecuali kalau bersatu mungkin bisa diatasi. Siapa orang ini?Ketiga orang berkuda ini menunggu beberapa saat sampai dari balik salah satu pohon di pinggir jalan muncul seseorang yang tubuhnya seperti memancarkan cahaya putih.Seorang lelaki tua berpakaian serba putih berbentuk selempang seperti seorang resi. Wajahnya cerah memancarkan kewibawaan dan sifat bijaksana.Pancaka dan Bardasora mengendurkan rasa tegangnya, mereka melihat orang ini tidak bermaksud jahat. Terbukti ketika Raden Jatmika langsung turun dan menjura di hadapan orang tua ini."Sampurasun, apakah saya bertemu dengan Eyang Wanabaya?" sapa Raden Jatmika. Dua pengawalnya juga langsung turun dan menghormat."Pandangan Ananda begitu tajam. Bukan
Pancaka ingat kata-kata Eyang Wanabaya bahwa pendekar golongan putih juga sudah bergerak mengatasi masalah ini.Ini menjadi kesempatan baginya untuk memburu si pemimpin yang masih berdiri di belakang sana sambil mengatur serangan.Pengawal pribadi Raden Jatmika ini segera meloncat tinggi-tinggi ke udara. Dari atas dia bisa melihat Bardasora dan beberapa pendekar sedang bertempur.Kemudian Pancaka bersalto satu kali agar mendapat tenaga dorongan yang digunakan untuk melesat ke arah si pemimpin.Wush!Sosok Pancaka menukik cepat memburu si pemimpin. Yang diincar tentu saja sudah menyadari adanya ancaman, dia angkat pedang panjangnya.Dengan percaya diri, si pemimpin menyambut serangan dengan meluruk ke depan menyongsong datangnya Pancaka. Pedangnya berputar mengecoh lawan.Si pemimpin yakin akan lebih cepat merobohkan lawan karena senjatanya yang lebih panjang dan bisa menjangkau lebih jauh.Namun, sudah dua kali sebenarnya Pancaka menghadapi lawan dengan senjata lebih besar dan panjang
Akan tetapi suara tawa melengking Nini Manjeti terbungkam ketika dari tubuh Eyang Wanabaya memancarkan energi kuat yang mampu mengimbangi kekuatan sihir wanita tersebut."Hah, apa itu!" seru Nini Manjeti.Pusaran angin yang mirip tong raksasa perlahan memudar. Hal ini memaksa Nini Manjeti untuk lebih fokus melawan Eyang Wanabaya. Pertarungan tak kasat mata tak bisa dihindari lagi.Namun, pada saat itu juga dari belakang Nini Manjeti berkelebat seseorang yang tidak lain adalah Amoksa. Murid Nini Manjeti ini langsung menyerang Raden Jatmika."Hahaha .... tidak perlu susah-susah ke kota raja, dendamku akan terbalas hari ini. Musuhku mengantarkan nyawanya sendiri, hahaha ...!"Raden Jatmika merasakan serangan tak kasat mata sejak Amoksa muncul, dia langsung melompat mundur turun dari pohon seraya mengerahkan seluruh kekuatannya.Beberapa saat dua sosok ini saling kejar di udara seperti burung. Raden Jatmika mundur semata-mata agar bisa lebih siap melawan musuhnya.Sampai akhirnya mereka j
"Lapor, Gusti. Tiga orang menerobos masuk ke istana. Mereka sedang mengacau di alun-alun. Kekuatan mereka tidak bisa dianggap enteng, hanya Gusti yang bisa menaklukkan mereka!""Hmmm .... Tenanglah, kau pergi saja, aku akan menyambut mereka!"Patih Janggala langsung berdiri dengan wajah angkuh. Dia mengambil senjata andalannya berupa tongkat bermata dua.Bagian atas bentuknya mata tombak dan bagian bawah berupa pedang pendek. Panjang keseluruhan senjata ini seukuran tinggi tubuhnya.Kemudian Patih Janggala melangkah menuju halaman depan. Dari dalam sudah terdengar suara pertarungan yang tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik, tapi juga disertai tenaga dalam.Sampai di teras pendopo, barulah terlihat dua orang berjibaku menerobos barisan pertahan penjaga istana kecil ini, sedangkan satu orang lagi tampak berdiri agak jauh di belakang sana."Sumawirat, dia masih hidup rupanya. Tidak apa, aku ingin menjajal kesaktian baruku untuk melawannya!"Setelah bergumam Patih Janggala langsung ber
Nini Manjeti lebih dulu bergerak maju sambil memutar Tongkat Memedi yang diakhiri gerakan menggebuk ketika berjarak dua tombak lagi dengan musuhnya.Wuukk!Serangkum angin padat dan tajam menyertai tongkat pusaka tersebut. Angin ini melesat mencari sasaran. Tidak tanggung-tanggung wanita ini kerahkan tenaga dalam besar.Eyang Wanabaya juga bertindak tiga langkah ke depan lalu dia kebutkan Selempang Kebajikan seperti melempar kail. Kain putih ini menjulur menghalau serangan angin dari lawan.Syutt! Desss!Selempang Kebajikan bisa memanjang dari ukuran sebelumnya. Ujungnya bagaikan pisau tajam membelah angin padat tersebut lalu terus meluncur sampai mengenai tengkorak merah di ujung tongkat Nini Manjeti.Braat! Tuarr!Letupan terjadi setelah kedua senjata tersebut bersentuhan. Letupan ini menghasilkan daya dorong yang menyurutkan kedua petarung beberapa langkah ke belakang.Nini Manjeti mendengkus keras sambil membanting ujung bawah tongkatnya ke tanah hingga menimbulkan getaran kecil.
Kembali ke pertarungan hidup mati tiga saudara putra raja.Tubuh ketiganya kini sudah terangkat setinggi setengah tombak dari permukaan tanah, tapi tangan mereka masih saling berpegangan agar tidak terpisah dan tetap kuat.Sementara Amoksa terus tertawa mengejek sambil mempermainkan lawannya. Ilmu Naga Sangkala miliknya benar-benar tidak ada yang menandingi."Sepertinya kalian ingin mati bersama, baiklah aku tidak akan memisahkan kalian. Walaupun ditambah bantuan sepuluh orang lagi macam kalian, tetap saja tidak bisa mengungguli ilmuku. Hahaha ...."Keringat bercampur darah sudah tampak mengucur di beberapa bagian tubuh tiga saudara ini. Terutama di bagian dahi dan tangan."Aku harap kabar kematian kalian akan cepat sampai ke istana sehingga aku bisa membunuh ayah kalian dan akhirnya akulah penguasa negeri ini. Sunda, Galuh dan Kalingga akan tunduk di bawah kakiku. Huahaha ...."Sekarang Amoksa menggerak-gerakkan jarinya seperti sedang mempermainkan sekuntum bunga.Lalu yang terjadi k
Yang terlihat sekejap saat itu adalah, dua bayangan hitam melesat menjauhi Amoksa ke dua arah berbeda. Kemudian menukik kembali seperti hendak bertabrakan, tapi yang ditabrak adalah Amoksa.Yang terlihat oleh keempat orang ini, dua sinar hitam dari sisi kanan dan kiri menghantam tubuh Amoksa sampai hancur menjadi debu.Lenyap sudah kekuatan jahat terhebat saat ini. Semuanya menarik napas lega, tapi dua sosok hitam itu sudah melesat jauh meninggalkan tempat ini.Siapakah dua orang berpakaian serba hitam yang telah mengalahkan Amoksa Naga Sangkala itu? Berikut penjelasannya.Kita kembali ke cerita beberapa hari sebelumnya.Danurwenda terkejut setelah mengetahui bahwa ketika orang tuanya berhasil mengalahkan Naga Sangkala yaitu menggunakan jurus berpasangan.Di dalam kitab warisan orang tuanya itu terdapat serangkaian jurus berpasangan. Di mana jurus ini harus diperagakan bersama pasangan.Gambarnya memang sedikit, tapi teorinya sangat jelas. Masing-masing harus saling mengisi, baik gera
Apakah Danurwenda dan Setyawati akan menerima perjodohan itu, seperti dulu ayahnya juga dijodohkan dengan murid wanita Eyang Resi Sokandriya?Dari segi penampilan mereka cukup menarik. Danurwenda gagah, akibat tempaan dalam hidupnya, bentuk badannya jadi semakin bagus.Setyawati juga cantik walau kulitnya agak gelap dan tubuhnya tidak seindah Prabarini yang menjadi patokan bagi Danurwenda karena wanita itu yang pertama kali dia kenal dan dia rasakan kehangatan tubuhnya.Danurwenda mungkin tidak akan langsung memiliki perasaan terhadap Setyawati juga seperti ayahnya dulu. Sedangkan Setyawati tampaknya sudah ada benih-benih asmara kepada Danurwenda.Kita akan lewati dulu tentang perjodohan ini. Kita lanjut pada petualangan Danurwenda yang kali ini mendapat tugas dari gurunya.Pada tugas kali ini Danurwenda tidak dibolehkan menunjukkan seluruh kekuatan yang dia miliki. Dia harus berlaga seperti pendekar biasa seperti ketika awal-awal dia berkelana.Danurwenda juga tidak diperkenankan men