Komplek River Villa.Tuan Prabujaya duduk bersandar di ruang tamu. Urat di wajahnya terlihat tegang.Asistennya, Daniel, duduk tak jauh darinya dengan suasana hati yang suram.Hari ini mereka hanya berdiam diri di rumah menanti kepulangan Erlangga.Berita tentang pertemuan para petinggi Prabujaya Industry yang akan berlangsung dalam beberapa hari lagi telah tersiar di seluruh kantor, membuat Daniel tak berhenti melayani panggilan telepon masuk. Termasuk panggilan dari Rangga.Daniel harus mencari alasan yang tepat untuk membuat Rangga bungkam dan berhenti bertanya padanya.Ini jelas-jelas bukan rencananya. Tetapi dia terpaksa harus menerima keluhan putus asa dari putra sulung Prabujaya itu.Bukan hanya Rangga, mantan istri Prabujaya juga ikut serta menyalahkan dirinya, meski mereka belum mengetahui dengan pasti tujuan dari pertemuan itu.Nyonya Helen dan kepala pelayan segera berlari menuju pintu depan saat sebuah mobil terdengar berhenti di depan pelataran rumah.Sementara Prabujaya
Erlangga mematung, berdiri tegak tanpa menoleh.Ingin rasanya menghiraukan wanita itu demi menjaga harga dirinya dan mendiang mamanya.Namun, sulit rasanya melupakan kenyataan bahwa merekalah yang telah membuatnya terpisah dari Mama Olivia.Wajah Er memerah. Entah karena marah atau karena menahan kesedihan di hatinya.Dia mengepal tangannya dengan kuat.Hatinya kembali bergemuruh saat perkataan tajam Liana kembali menggema di ruang tamu."Dasar anak haram! Kau tidak punya hak apapun di rumah ini. Semua harta Prabujaya adalah milik putraku. Pergi kau dari sini!" Liana berteriak lantang."Diam! Jaga mulutmu!"Suara Prabujaya langsung membuat Liana terkejut. Kedua mata lentiknya membelslak lebar. "Usir mereka keluar!"Liana berkedip tak percaya saat mendengar Prabujaya mengusir mereka dari rumah itu."Apa-apaan ini, Pa? Kenapa Papa malah mengusir kami? Secara hukum aku dan Mama berhak ada di rumah ini." Rsngga berteriak tidak terima saat Daniel maju untuk mengusir mereka.Prabujaya mend
"Ada apa? Apa telah terjadi sesuatu pada Nyonya Liana?"Jhon datang dari arah dapur dan langsung menyela keduanya tepat ketika Liana hendak meraih botol anggurnya kembali."Aku juga tidak mengerti. Mama tiba-tiba berubah setelah bertemu dengan Erlangga," keluh Rangga sambil membuang napasnya. "Entah apa yang dibisikkan hingga Mama seperti ini."Jhon langsung menegang. "Erlangga?" gumamnya pelan.Dia langsung berpaling pada Liana, tetapi wanita itu hanya menggeleng pelan.Mendengar ucapan putranya, Liana berusaha berkelit. Liana takut Rangga akan membencinya jika sampai rahasia mereka terbongkar."Dia tidak mengatakan apapun. Berhentilah mengadu seperti bayi. Jhon tidak ada hubungannya dengan semua ini." Wajah Liana berkerut masam."Jangan berbohong padaku karena aku bukan anak kecil lagi! Aku melihat semuanya dan aku bisa menilainya. Aku yakin Erlangga mengatakan sesuatu pada Mama tadi." Rangga meninggikan suaranya saat mereka kembali berdebat hingga membuat Liana terkejut.Selama i
"Menurut Papa? Apakah aku tidak pantas untuk marah padanya? Dia menghinaku di depan kalian dan kalian hanya diam saja. Lalu ... untuk apa bertanya padaku lagi?" Erlangga berkata dengan dingin. Prabujaya terpaku. Kata-kata Erlangga memberikan pukulan yang hebat untuknya."Papa minta maaf, Er. Papa tidak bisa menahannya.""Tentu saja! Itu karena aku memang bukan siapa-siapa buat Papa. Aku memang anak haram! Ya, aku ini anak haram! Aku sudah dengar itu sejak dulu." Erlangga tiba-tiba meledak. Dia tidak mampu untuk menahan rasa sakit di hatinya.Dulu dia tidak perduli dengan kalimat itu karena tidak memahami artinya.Kini, saat dirinya sudah mengetahui segalanya dengan jelas, kalimat itu adalah sebuah penghinaan baginya.Wajah jika dia marah!Hati Prabujaya teriris mendengar kata--katanya."Maafkan Papa, Er. Papa akan menebus semua kesalahan Papa padamu," ucap Prabujaya dengan tulus. "Katakan saja apa yang harus Papa lakukan untuk menebusnya."Erlangga memutar bola matanya sambil terseny
"Siapa yang datang bersama Tuan Prabujaya itu? Apa kalian pernah melihat dia sebelumnya?""Aku pikir itu adalah putranya.""Apa itu mungkin? Apakah dia yang dikatakan putra kedua dari keluarga Pamungkas?""Aku pikir begitu. Jika tidak, bagaimana mungkin mereka bisa datang bersama. Lihatlah, anak itu terlihat lebih tampan dari Pak Rangga?""Yang anda katakan benar. Aku seperti pernah melihatnya di suatu tempat. Sayangnya aku tidak mengingatnya."Orang-orang itu saling menimpali. Mereka berdecak kagum, sekaligus mengatakan hal-hal yang tidak enak didengar."Apa kalian pikir mereka bersaudara? Mereka sama sekali tidak mirip.""Benar kah? Tapi dia sangat mirip dengan Tuan Prabujaya.""Aku pikir akan ada perebutan kekuasaan di perusahaan ini. Lihat saja Nyonya Liana, dia bahkan tidak memperdulikan mereka berdua.""Ya, aku pikir juga seperti itu."Suara-suara sumbang masih terus terdengar di ruang pertemuan.Daniel menghela napasnya panjang karena merasa terganggu. Dia ingin menghentikan me
"Apakah kau ingin pergi juga? Pergilah sekarang jika kau tidak ingin tetap berada di sini!" ucap Prabujaya dengan dingin pada Rangga.Alih-alih mengikuti Liana, Rangga memilih untuk tetap duduk di kursinya meski harus menahan malu.Dia mengatur napasnya dan berusaha untuk tetap tenang.Dia tidak ingin Prabujaya sampai mengusirnya keluar dan berakhir dengan tidak mendapatkan apa-apa."Aku tetap di sini," kata Rangga datar. "Karena aku masih memiliki tanggung jawab atas perusahaan ini." Dia melanjutkan.Prabujaya kemudian menjawab, "Baiklah, terserah padamu."Pria paruh baya itu memandang semua orang, kemudian kembali berbicara, "Mulai hari ini aku memerintahkan Rangga untuk membantu Erlangga. Dia akan mempelajari semuanya darimu, karena itu bekerja samalah dengan baik. Daniel akan ikut mengawasi untuk mengetahui sampai sejauh mana perkembangan Erlangga.""Oke, terserah Papa saja." Rangga menghela napas dengan pelan."Sementara itu, semua manager di perusahaan cabang akan tetap bekerja
"Dimana Erlangga? Apa kau melihatnya?" Prabujaya bertanya pada Daniel saat menyadari putranya belum terlihat sejak mereka meninggalkannya di depan pintu ruang pertemuan pagi tadi.Daniel menggeleng pelan sambil berkata, "Tidak. Mungkin Tuan Muda sedang bersama Tuan Rangga di ruangannya. Atau bisa saja dia sedang duduk di kantin untuk makan siang."Prabujaya meletakkan laporan itu di atas meja. Sambil menghela napas, dia menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya"Aku ingin kau mengawasi Erlangga secara langsung. Aku sangat berharap agar dia bisa segera mengelola perusahaan ini bersama Rangga. Aku sudah cukup berjuang membangun perusahaan ini dari nol, dan sekarang aku ingin beristirahat dan menikmati masa tuaku."Kening Daniel berkerut.Dia jelas-jelas mengenal seperti apa watak kedua putra Prabujaya. Dan dia pesimis bahwa mereka dapat bekerja sama."Saya pikir, ini terlalu terburu-buru. Tuan Rangga bahkan belum mampu menyelesaikan masalah gagal produksi dan gagal kirim tahun ini. Belum
Alex segera mengunci pintu kamar untuk mencegah siapa saja untuk masuk.Dia menarik kursi dan duduk di samping ranjang sesuai perintah Erlangga.Er bangun dan duduk bersandar di kepala tempat tidurnya."Apa kau sudah berhasil menemukan mobil itu?" Erlangga mulai bertanya dengan suara rendah.Alex mendekatkan tubuhnya sambil berkata, "Kami masih belum menemukannya. Tapi kami sudah dapatkan informasi pemilik dari plat nomor itu."Wajah Erlangga langsung berkerut. Ini bukan kabar baik untuknya karena petugas polisi itu juga pasti telah mengetahui hal itu sebelum mereka."Itu tidak ada artinya. Kau harus temukan dimana mereka menyimpannya. Itu akan jadi salah satu bukti kuat yang kita miliki," tegas Erlangga. "Karena kita tidak mungkin temukan benda yang mereka gunakan saat itu. Itu sudah lama sekali dan mereka pasti telah membuangnya entah dimana," sambung Erlangga lagi. Wajahnya terlihat murung."Jangan khawatir. Kami pasti akan bisa menemukannya. Saya sudah membuat rencana lain agar m