Share

DELAPAN

“Apa yang bisa ditemukan oleh anak kecil itu? Dia hanya bisa menggertak.”

Wanita itu meluruskan tangan kanannya, merasakan bagaimana tangan pegawai spa itu memijatnya dengan piawai. “Kau tidak perlu khawatir. Kita sudah membuatnya serapi mungkin. Tidak akan ada celah.” Setelah mengatakan hal tersebut ia mengakhiri panggilan itu. Seorang pegawai kemudian mengambil ponsel itu dari tangannya.

“Su Li membuat onar?”

Wanita itu mengangguk. “Dia membuat keributan di kantor Direktur Lin. Meminta kekurangan dokumen atau apapun itu.”

“Seperti bukan dirinya saja. Bukankah selama ini dia hanya diam?”

“Ibu juga tidak mengerti. Mungkin dia hanya mencari cara untuk menghalau bosan,” ucap wanita itu sambil terpejam. Wangi aromaterapi yang berasal dari lilin di pojok ruangan dan juga pijatan pada punggungnya membuat semuanya terasa sempurna. “Kau tidak ada niat untuk masuk ke perusahaan, Wei Fang?”

Gadis muda di sebelahnya menggeleng. “Bukankah kita sudah sering membicarakan ini, Bu? Perusahaan teknologi tidak cocok untukku.”

Wu Xia terkekeh, “Baiklah, Ibu tidak akan membahasnya lagi.” Ia memilih untuk diam dan tidak memperpanjang pembahasan tersebut. Waktu berdua dengan sang Putri sangatlah berharga. Selain membahas Su Li, topik perusahaan juga adalah hal yang sangat dibenci oleh Wei Fang.

***

Jam makan siang salah satu alasan kafetaria di lobi Liang Tech terlihat ramai dan penuh. Tanpa terkecuali Su Li dan beberapa anggota divisinya termasuk dalam keramaian tersebut.

“Menu utama siang ini adalah ayam Kung Pao dan Siu Yuk. Untung saja rapat kita cepat selesai, jika tidak maka kita tidak akan kebagian tempat duduk.” Xiao Lu bergegas masuk ke dalam antrian.

Su Li memperhatikan sekitar, ini adalah kali pertamanya makan di kafetaria kantor. Biasanya ia masih berada di luar pada jam makan siang, atau sedang meeting dengan investor jadi sekalian makan di luar. Sama dengan tampilan lobi yang spektakuler, kafetaria perusahaan juga mengusung tema modern.

Dimana terdapat beberapa layar besar yang dijadikan tempat untuk memesan makanan. Tidak hanya makanan berat, berbagai cemilan, pastry, bahkan kopi juga tersedia. Semuanya hanya cukup dibayar menggunakan scan barcode yang terdapat di name tag yang dimiliki oleh masing-masing pegawai.

Su Li mengambil seporsi ayam Kung Pao dengan tambahan air mineral dan juga seporsi buah segar. Banyak berpikir membuat energinya terkuras. Su Li pernah membaca di majalah kesehatan, bahwa otak membutuhkan nutrisi dua kali lipat dari otot saat dipergunakan, dan ia membuktikannya saat ini.

Ketika mengedarkan pandangan, ia melihat Ziang Wu yang dikelilingi oleh para karyawati di salah satu meja. Manik keduanya tidak sengaja bertemu, Ziang Wu mengangkat tangan kanannya. Su Li yang mengerti dengan kode tersebut tersenyum tipis kemudian menghampiri meja itu bersama timnya.

“Maaf, tadi divisi kami sedang rapat. Kau sudah lama menunggu?” tanyanya setelah menyamankan diri di depan Ziang Wu.

Pemuda itu menggeleng, diam-diam ia merasa lega. Kehadiran Su Li membuat para karyawati yang mendekatinya jadi menjaga jarak. Su Li terkadang terheran-heran, bagaimana Ziang Wu bisa bertahan dengan gempuran perhatian dari wanita sekelilingnya dan tidak ada yang berhasil menjalin hubungan dengannya.

“Aku juga baru sampai,” jawabnya. Ziang Wu kemudian memindahkan es krim dari nampannya ke nampan Su Li. “Lain kali datang lebih cepat, supaya tidak kehabisan.”

Su Li terkekeh. Sepertinya Ziang Wu benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya. “Baiklah, besok aku akan lebih cepat turun. Kau juga, makanlah yang banyak.” Su Li memberikan beberapa potong ayamnya ke mangkuk nasi Ziang Wu. Aksi keduanya membuat semua karyawati yang tadi mendekati Ziang Wu kesal dan beranjak pergi.

“Ketua Tim, apakah kalian ... ?” Xiao Lu tidak berani melanjutkan pertanyaannya.

“Jangan berpikiran macam-macam. Kami hanya teman. Pemuda sopan ini hanya tidak tahu bagaimana caranya menolak,” ucap Su Li kemudian memulai sesi makan siangnya.

Ziang Wu hanya terkekeh, apa yang dikatakan gadis itu tidaklah salah. Karena menurutnya semua gadis adalah rekan ataupun sosok adik kecil baginya. Jadi ia segan untuk menolak perhatian lebih yang sering ia terima.

“Aku sudah selesai, jadi selesaikan makanmu.” Pemuda itu bermaksud beranjak ketika Su Li menghentikannya.

“Es krimmu ketinggalan.”

“Anggap saja bayaran untukmu hari ini,” ucapnya ringan kemudian berlalu. Su Li yang memang pencinta dessert menerimanya dengan senang hati.

***

“Xiao Lu.”

Mendengar panggilan Su Li, pemuda itu bergegas beranjak menghampiri meja yang berada di sebelah kanannya itu.

“Siapa penanggung jawab atas kerja sama ini?” Su Li memperlihatkan empat laporan yang ia maksud, sejenak Xiao Lu memeriksanya. “Semuanya adalah tanggung jawab Nyonya Liu selaku Ketua Tim sebelumnya. Saat itu saya mengerjakan proyek yang lain bersama Shan Yue.”

“Apa ada yang salah?” tanya pemuda itu kala mendapati dahi Su Li mengernyit dalam.

“Perusahaan ini berinvestasi sebanyak empat kali, tetapi selalu mengakhirinya dalam periode yang sama. hubungan kerja sama ini berulang dengan pola yang sama selama kurun waktu tiga tahun.”

Su Li berhenti pada sebuah halaman. “Kau lihat, bahkan di perjanjian yang ketiga mereka mengajukan pembatalan kerja sama karena perusahaan melakukan kesalahan. Kita harus membayar denda yang cukup besar. Pertanyaanku, mengapa perusahaan tetap menerima investasinya kembali?”

Xiao Lu setuju, seharusnya perusahaan tidak akan menerima hubungan kerja sama dalam bentuk apapun lagi dengan perusahaan yang sudah bermasalah. Apalagi ini sampai membayar denda yang tidak bisa dikatakan sedikit.

“Kau tahu hal apa yang paling mengejutkan?” Xiao Lu mengantisipasi kalimat apa yang akan Su Li ucapkan selanjutnya.

“Shen Juan adalah pegawai perusahaan ini. Awal tahun mereka mengumumkan kebangkrutan. Tepat dua bulan setelah hubungan kerjasama dengan perusahaan kita selesai,” lanjut Su Li. “Mengapa mereka bisa bangkrut? Sedangkan kemarin kau mengatakan bahwa net profit kita mengalami kenaikan. Seharusnya itu juga berdampak untuk perusahaan mana saja yang bekerja sama dengan kita.”

Pemuda berkacamata itu menelan ludahnya samar, ia sudah memiliki jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan oleh Su Li, hanya saja ia masih ragu. Tatapan menuntut Su Li membuatnya terpaksa menjawab, “Mereka telah menipu kita,” cicitnya.

Gadis itu menjentikan jarinya puas. “Ternyata daya analisismu, boleh juga.”

“Tetapi, Ketua Tim. Tadi anda mengatakan bahwa Shen Juan pegawai dari perusahan ini, jadi orang yang merekomendasikannya?”

Su Li mengangguk. Walaupun Xiao Lu tidak menyebutkan dengan jelas, tetapi gadis itu tahu apa yang dipikirkan oleh anggota timnya tersebut. “Tikus-tikus tidak tahu diri itu ingin menggerogoti kita dari dalam.”

Xiao Lu bergidik melihat tatapan dingin Su Li. Terlihat sekali dari manik monolid itu memancarkan amarah yang nyata. Gadis itu menyadari bahwa ternyata kasus kematian sang Ibu tidak sesederhana yang ia pikirkan.

Musuhnya tidak hanya satu dua orang, banyak hal yang harus ia siapkan. “Kau bisa kembali ke mejamu. Tetapi rahasiakan ini dari yang lain,” ucap Su Li kala melihat beberapa anggota timnya yang lain memasuki ruangan.

***

Su Li mengaduk ice americano-nya dalam diam. Oreo cheesecake yang ia pesan sebagai padanan kopinya pun ia anggurkan begitu saja. Dentingan piano yang memenuhi ruangan tidak bisa mengalahkan berisik yang terjadi di kepalanya. Beragam sisi pikirannya berebut meminta atensi. Suara-suara yang menyuarakan hipotesisnya berjubel memenuhi lobus frontal. Gadis itu sibuk menggigit ibu jari kanannya.

“Hentikan kebiasaan burukmu itu, ibu jarimu hampir berdarah.”

Su Li otomatis menghentikan gigitannya. “Ayah sudah katakan berkali-kali, hentikan itu. Umurmu sudah berapa masih suka menggigiti kuku?”

Bukannya menjawab, Su Li lebih memilih menyeruput es americano-nya. Su Liang bertanya-tanya apa yang membuat putrinya yang begitu cerewet bisa terdiam seribu bahasa seperti saat ini. “Jika tidak ada yang ingin kau katakan, Ayah akan pulang sekarang.”

Su Li menegakkan tubuhnya. “Ada hal yang ingin aku katakan pada, Ayah.”

Su Liang bersedekap sambil memandang Su Li lurus, sang Putri sangat jarang menyampaikan keinginannya. Jadi pria paruh baya itu mengantisipasi apa yang selanjutnya akan Su Li katakan.

Sebelum sang Ayah datang, Su Li sudah bisa merancang beragam skenario cara mengutarakan keinginannya. Bahan gadis itu sudah menyiapkan amunisi lebih takut-takut sang Ayah menolak. Namun, setelah berhadapan langsung, segala hal yang telah ia siapkan meleleh bersama es yang berada di dalam gelasnya.

Gadis itu mencoba menghirup napas panjang dan diembuskan perlahan. Mengumpulkan semua tekad dan juga keberanian yang ia punya.

“Aku ingin menjadi pemimpin perusahaan.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status