[Ziang Wu!] Bentakan Huo Yan dari seberang telepon berhasil membuat Ziang Wu tersadar. Ziang Wu menaruh kembali foto yang ia temukan ke dalam tas istrinya. “Ada denganku,” ucapnya saat melihat map merah yang berisi laporan milik Huo Yan terselip di antara berkas miliknya. Ziang Wu baru ingat jika di bandara Swiss, Huo Yan memintanya untuk memeriksa lagi apa yang sudah dikerjakan oleh pemuda itu. Helaan lega dari Huo Yan dapat Ziang Wu dengar dengan jelas. [Hampir saja. Seingatku terakhir kali membukanya waktu di Jenewa.] “Apakah ada hal lain?” tanya Ziang Wu lagi. Ia benar-benar tidak memiliki mood untuk meladeni Huo Yan. [Kau benar-benar tidak ingin menginap di rumahku?] Tanpa menjawab, Ziang Wu memutuskan panggilan itu sepihak. Ia yakin bahwa Huo Yan pasti sedang memakinya saat ini, tetapi ia tidak peduli. Sebenarnya ia masih terkejut dengan fakta yang baru saja ia temukan. Sebenarnya, Ziang Wu tidak masalah jika sang Ayah ingin mencari pasangan lagi. Karena ia pun sadar
“Jadi Tuan Ziang, bisa kau jelaskan padaku sekarang. mengapa kau ada di sini.” Su Li melipat kedua tangannya di depan dada sambil memandang Ziang Wu lurus. Saat ini keduanya sudah berada di kamar hotel yang Su Li tinggali. Kedatangan Ziang Wu benar-benar kejutan untuknya. Terlebih lagi, sang Suami bisa menemukan keberadaannya secara akurat. Walaupun Su Li yakin ada campur tangan sang Sekretaris, hanya saja ia ingin mendengar penuturan langsung dari sang Suami. “Aku bertanya pada Nona Lin. Seharusnya kau pulang kemarin. Jadi jangan salahkan aku jika menghubungi Nona Lin untuk menanyakan alasan mengapa kau belum sampai di Beijing kemarin.” Su Li akui mengunjungi Otaru adalah perjalanan di luar agenda yang sudah dirancang oleh Nona Lin. Ziang Wu berjalan mendekati sang Istri. “Aku merindukanmu. Sangat merindukanmu.” Menurunkan kedua lengan Su Li perlahan dan menariknya dalam pelukan. “Apakah hanya aku yang menderita di sini?” ucapnya lagi dengan suara memelas. Pelukan Ziang Wu berh
Sinar mentari yang mengintip malu-malu di balik tirai, mengusik tidur lelap Ziang Wu. Perlahan ia mengerjapkan mata berusaha untuk beradaptasi. Senyumnya tercipta kala melihat Su Li yang masih tertidur lelap. Wajah tenang yang sangat jarang terlihat itu tak pernah bosan ia pandangi. Jika kedua mata itu terbuka, tidak akan ada lagi sosok tenang yang tersisa. Fokus Ziang Wu turun ke bibir merah muda yang sedikit terbuka. Membuat pemuda itu mencuri satu kecupan. Pemuda itu tersentak kala Su Li bergerak dan tidak sengaja kaki wanita itu menyentuh area terlarang miliknya. Membuat Ziang Wu bergegas bangun menuju kamar mandi. Ia tidak mau mengusik tidur tenang sang Istri. Biarlah pagi ini ia menghabiskan waktu sedikit lebih lama di kamar mandi. Senyum lebar Ziang Wu terbit kala mendapati Su Li yang masih betah bergelung di bawah selimut ketika dirinya selesai membersihkan diri. Ternyata jika tidak sedang bekerja, Su Li memiliki kebiasaan yang sama dengan orang lain. Ziang Wu memilih unt
Su Li mengerjapkan matanya. Kali pertama yang ia lihat adalah wajah tertidur suaminya. Walau terpejam, Su Li dapat melihat begitu jelas mata Ziang Wu yang bengkak. Sampai pemuda itu tertidur dalam pelukannya, ia sama sekali tidak bersuara. Hanya isak tangis yang mengantarnya hingga terlelap.Su Li memainkan telunjuknya pada rambut sang Suami yang terlihat lebih panjang dari terakhir kali ia memperhatikan. Pucuk hidung Ziang Wu memerah. Su Li yakin, suaminya itu pasti akan pilek, karena Ziang Wu memiliki rhinitis yang membuatnya mudah sekali pilek ketika terjadi peradangan pada saluran pernapasannya. Setelah menangis selama berjam-jam, sudah pasti hidung dan juga tenggorokkan suaminya itu akan meradang.“Apa yang membuatmu sampai menangis tersedu seperti itu?” gumam Su Li. Setelah menyadari hampir waktu untuk berangkat kerja, Su Li beranjak dari tempat tidur dengan perlahan. Ia tidak mau mengusik tidur Ziang Wu.***“Apakah ada jadwal pertemuan selanjutnya?”Nona Lin menggeleng dan mem
“Jadi, ada apa Nyonya menghubungiku?”Su Li dan Nona Lin sedang berada di sebuah kafe yang tidak jauh dari Park Hyatt Tower. Ia sedang menunggu pesan dari Ziang Wu yang sedang bersama Ayah mertuanya. Tadi ia meminta Nona Lin untuk menjemputnya dan mengelabui semua orang. Seakan dirinya mempunyai pekerjaan yang mendesak. Selain karena rencananya dengan Ziang Wu, Su Li juga sampai di batas kesabaran untuk bersama dengan para pembunuh sang Ibu.Jika saja telepon masuk dari Nona Lin terlambat sedikit saja, bisa dipastikan rencana mereka malam ini gagal karena dirinya tersulut emosi.“Aku hanya perlu kau mengeluarkanku dari situasi yang mendesak. Terima kasih Nona Lin,” ucap Su Li kemudian menyesap ice Americano miliknya.“Sudah seharusnya menjadi tugas saya untuk selalu memenuhi panggilan anda, Nyonya.”Diam-diam Su Li meneliti ekspresi wajah dari gadis yang berada di hadapannya saat ini. Ia sedang menimbang apakah memutuskan untuk mempercayai Nona Lin atau tidak. Sejauh ini ia belum mene
Langit Beijing masih gelap dengan sedikit kabut tipis. Sebagian besar penghuni kompleks apartemen itu pun masih terlelap. Tidak ada pergerakan selain dua bayangan hitam yang terlihat mengendap-endap keluar dari salah satu gedung. Dua bayangan itu kemudian menyelinap memasuki sebuah mobil.“Untung saja mereka masih memiliki akal sehat untuk tidur di dalam kamar,” ucap Su Li setelah keduanya berhasil masuk ke dalam mobil. Napasnya naik turun, tak jauh berbeda dengan Ziang Wu.“Kenapa kita harus sembunyi-sembunyi?”Ziang Wu terkejut kala Su Li membangunkan dirinya, padahal ia baru saja terlelap. Terlebih lagi, sang Istri mengajaknya bergerak dengan mengendap-endap seperti pencuri.“Ayahmu tidak tahu kalau aku datang. Bukankah kau mengatakan bahwa kita bertengkar?”Pemuda itu mengangguk setuju dengan alasan masuk akal Su Li. “Apakah Wu Xia juga melakukan hal yang sama seperti yang kita lakukan?”Su Li mengangkat bahunya. Ia tidak mau ambil pusing, tujuannya hanyalah untuk mendapatkan bukt
Su Li sekali lagi memastikan semua hal yang ingin ia berikan pada sang Ayah sudah lengkap. “Tidak ada yang tertinggal, bukan?”Ziang Wu tersenyum tipis saat melihat tingkah sang Istri yang terlihat gugup. Beberapa kali, wanita itu menggumamkan kata yang sama. “Sayang, lihat aku.”Su Li kemudian menatap Ziang Wu yang sudah menggenggam kedua tangannya.“Tarik napasmu, kemudian embuskan. Jangan gugup, kita pasti akan bisa menyelesaikan ini.”Wanita itu menuruti apa yang dikatakan sang Suami dengan patuh. Saat ia memejamkan matanya, ia dapat merasakan bibir tipis Ziang Wu menyapa dahinya. Satu kecupan beberapa detik itu berhasil membuatnya sedikit tenang.“Apapun yang Ayah katakan, jangan lupa bahwa aku akan selalu bersamamu.”Su Li mengangguk, kemudian mengecup pipi Ziang Wu. “Terima kasih, Sayang.”Serangan tiba-tiba dari Su Li membuat Ziang Wu menahan pergerakan sang Istri yang ingin keluar dari mobil.“Aku juga perlu amunisi sebelum berperang,” ucapnya sebelum mempertemukan bibir mere
Ziang Chen menatap ponselnya dalam diam. Pria paruh baya itu sedang berpikir mencari alasan mengapa Su Liang hanya mengirimkan pesan dua kata untuknya. Ia kemudian menuju sedan hitamnya.Sesaat setelah ia menghidupkan mesin, ponselnya berdering. Nama Wu Xia muncul di layar. Dengan segera ia menggeser ikon berwarna hijau untuk menjawab panggilan itu.[Dimana kau sekarang?]“Aku sedang dalam perjalanan menuju rumah utama.” Ziang Chen menghubungkan panggilan itu melalui handsfree sehingga ia bisa melanjutkan perjalanan. “Su Liang memanggilku. Ada apa?” tanyanya lagi.[Lelaki tua itu juga menyuruhku pulang.]Ucapan Wu Xia membuat Ziang Chen terkejut hingga menginjak remnya tiba-tiba. Firasatnya mengatakan bahwa ini bukanlah sesuatu hal yang baik sejak ia menerima pesan singkat tersebut. “Apakah kita ketahuan?” tanyanya.Ziang Chen sudah memperhitungkan langkah-langkah yang akan dia ambil saat dirinya ketahuan oleh Su Liang, hanya saja ia tidak menyangka jika mereka akan ketahuan secepat i