"Nenek kenapa jadi begini?" Gebby menarik tangan Ana menepi mendekati mobilnya."Apa Nenek nggak salah lihat, apa kamu benar-benar Gaby cucuku?" tanya Ana masih belum percaya. "Iya, Nek, aku Gebby. Walaupun sekian lama kita nggak ketemu tapi aku masih tetap bisa mengenali wajah Nenek. Letakkan sampah-sampah itu, dan ayo masuk ke dalam mobil, Nek!"Gebby membuka pintu mobilnya lalu memaksa wanita tua itu masuk. Ana yang sudah lemah dan renta terpaksa menurut, ia meletakkan karung berisi barang rongsok itu di luar mobil.Gebby pun masuk lalu menutup pintu bagian sopir. Ia menyalakan mobilnya lalu membawa sang nenek pergi dari tempat itu."Kita mau ke mana? barang-barang Nenek tertinggal di sana," ujar Ana sambil menoleh ke arah rongsokan yang teronggok dan semakin terlihat menjauh."Nggak usah lagi Nenek urusi sampah-sampah itu. Sekarang Nenek ikut aku pulang ke rumah!""Kamu masih mau mengakui nenekmu yang sudah tua dan miskin ini, Geb?""Nggak ada yang berubah dalam hubungan kita, Ne
"Sudah, kamu jangan menangisi masa lalu. Inilah kenyataan yang harus kamu tahu. Sejak dulu Luna yang selalu berambisi untuk selalu membuat Indah menderita. Luna berambisi pada harta dan juga apapun yang membuat Indah bahagia pasti akan selalu berusaha dirusak olehnya," ujar Ana sambil mengusap rambut Gebby."Tapi aku nggak mau lihat mama semenderita itu, Nek! Kasihan Mama.""Ya, Nenek paham pada kesedihan yang kamu rasakan. Jika kamu masih bisa menangis itu tandanya hatimu masih hidup, masih bisa menerima nasihat, maka janganlah sekali-sekali kamu berusaha untuk kembali mengusik kehidupan Indah dan keluarganya termasuk anak-anaknya.""Tapi aku nggak rela papa Reyhan memberikan sebagian aset perusahaan untuk mereka. Aku yang paling berhak untuk menguasai itu semua, Nek.""Nenek yakin tanpa diberi sepeser pun mereka tidak akan pernah menuntut apapun dari papa kamu. Tapi papamu melakukan itu semua pasti juga karena ia sudah memikirkannya secara matang. Ingat Gebby harta kita tidak akan b
Rashi kembali ke rumahnya dengan perasaan hati yang bahagia. Ia yakin mamanya sedang menunggu. Rashi sudah membeli kebutuhan bahan makanan untuk mengisi kulkas mereka. Kantong belanjaan itu ia tenteng sembari melangkah masuk ke dalam mobil.Meski lelah, namun Rashi tak mau menunjukkan itu semua di depan Maya. Ia ingin mamanya melihat dirinya dalam keadaan yang selalu ceria.Sesampainya di rumah ternyata mamanya sudah menyediakan makanan dan menunggunya di meja makan.“Loh mama udah masak? Ini aku juga baru aja belanja bahan makanan, Ma.”“Iya, Mama belanja di pedagang sayur yang lewat. Yuk, kamu mandi dulu, habis itu kita makan.”“Oke, Ma. Waah … harum sekali, Ma.”“Iya, Nak, mama masak makanan kesukaan kamu.”“Mama tau kalau aku suka sekali makan opor ayam?”“Tahu, mama tanya sama mama Indah.”“Makasih, ya, Ma!”Suasana baru di rumah itu membuat Rashi merasa sangat nyaman. Meskipun biasanya ia tinggal bersama keluarga Indah yang selalu ramai terutama riuhnya suara kecerewetan Nadira,
Gebby kali ini tak bisa berkutik saat akhirnya semua berkas yang ia simpan kini diambil kembali oleh Reyhan. Untung saja ada Ana yang bisa meredakan amarah Gebby. "Nak, papa ingin melihat kalian itu akur, tidak saling memarahi seperti ini," ucao Reyhan hampir menangis. Nadira pun terpaksa menahan emosinya pada Gebby demi menghargai sang Papa. Setelah berhasil mendapatkan semua dokumen itu Nadira Reyhan dan juga pengacaranya langsung pergi dari sana. Reyhan minta diantar ke apartemen pribadinya yang sudah kosong. Sebelumnya apartemen itu disewakan namun karena kontraknya sudah habis sekarang apartemen itu kosong."Nad, maafkan papa ya kata-kata Gebby tadi pasti membuat kamu sangat sakit hati.""Nadira ngerti kok, Pa. Mungkin Gebby memang masih dendam pada kami, sebab termakan pada ucapan mamanya dulu. Yang jelas Nadira dan Rashi sama sekali gak pernah ada niatan untuk merebut apa yang menjadi hak Gebby. Bagi Nadira bisa ketemu dan merawat papa sudah cukup membuat Nadira bahagia.""Se
"Luna, aku datang untuk minta maaf sama kamu. Aku harap kamu sudahi saja semua rasa sakit hatimu selama ini. Gebby sangat ingin kamu sembuh dan dia juga ingin merawatmu," ucap Reyhan hari itu di hadapan Luna. Setelah sekian lama, Reyhan akhirnya bersedia menjenguk Luna lagi. Ia berharap Luna mengerti dengan maksud kedatangannnya itu."Kamu, kamu yang bawa pergi anakku, kan? Mana anakkuu?" jerit Luna dengan wajah memerah karena marah. "Maaf, Lun! Aku minta maaf. Kamu harus tahu kalau Gebby sudah dewasa sekarang. Dia bahkan sudah menjenguk kamu beberapa kali," jelas Reyhan. Reyhan sadar, berapa kalipun ia berusaha menjelaskan, Luna tak akan bisa langsung mengerti. Kondisi kejiwaannya sangat parah, sikapnya berubah drastis menjadi impulsif."Kamu! Kamu buat aku dipenjara! Jahat, kamu dan orang-orang jahat itu bersekongkol untuk menjatuhkan aku!" pekik Luna lagi. Reyhan pasrah, Luna memang benar-benar sulit untuk mengerti.Reyhan pun memilih pergi dari sana dibantu oleh Nadira yang sejak
Indah dan Edwan lagi-lagi dibuat terkejut akan kemunculan Danang. Mungkin ini semua memang sudah rencana Tuhan, Rashi dipertemukan kembali dengan kedua orang tuanya itu dengan cara yang tak terduga.Secara naluriah, manusia pastilah punya perasaan cinta kasih. Meski ketakutan di hatinya ada karena perasaan bersalah akibat tindakan di masa lalu, orang tua tetaplah ingin tahu bagaimana kabar anaknya. Ternyata selama beberapa waktu ini Danang memang rutin melintas area tempat usaha Rashi. Membaca nama butik itu membuat Danang teringat pada nama anaknya. Belum lagi secara tidak sengaja ia pernah melihat Indah di sana. Perasaannya mengatakan bahwa itu adalah tempat usaha yang dimiliki oleh anaknya yang selama ini diasuh oleh Indah.Danang mencoba mengintai untuk bisa melihat wajah putrinya yang sudah sangat lama ia tinggalkan, namun ia tak mau menunjukkan diri secara langsung. Kini malah ia yang kepergok oleh putrinya sendiri."Mas Danang, Rashi tidak mungkin membenci kamu. Kita sudah sama
Dua bulan telah berlalu, kini Gebby bisa tertawa lepas karena akhirnya Luna bisa ia bawa pulang. Roses panjang dan agak ribet itu akhirnya membuahkan hasil juga.Ana memeluk putrinya itu dengan tangis bahagia. Sekian lama putrinya terbelenggu dan harus menjalani hidup yang berat, akhirnya kini terlepas.Dokter dan pihak yayasan memberikan beberapa aturan dalam perawatan Luna di rumah, yang terpenting adalah jangan sampai nantinya Luna bertindak tak terkendali sampai mencelakai orang lain. Jika hal itu terjadi maka Gebby yang harus bertanggung jawab dan bukan lagi pihak yayasan. Gebby sudah menyetujui itu semua, yang terpenting baginya sekarang adalah ia bisa segera membawa mamanya itu pulang ke rumah. Setelah itu baru nanti akan dipikirkan tindakan selanjutnya.Gebby sudah mencari referensi rumah sakit yang terpercaya untuk membantu menangani kasus seperti yang dialami Luna, setelah mendapatkan informasi lengkapnya barulah nanti Gebby akan membawa mamanya itu.Hari itu, Gebby menitipk
Gebby kembali ke rumah dengan perasaan sangat bahagia. Akhirnya ia punya kesempatan besar untuk merebut Melvin dari Nadira.Perlahan ia akan mencuci otak Melvin agar lebih mempercayai dirinya dibandingkan Nadira."Ma ... Nek ... Aku pulang!" ucao Gebby sambil melangkah masuk ke dalam rumah. Ia tak menemukan kedua wanita itu di kamar depan, Gebby pun berusaha mencari sang mama dan neneknya itu ke dapur.Gebby hampir menjerit saat melihat sang mama yang sedang memegang pisau dan bersiap untuk menghujamkan pisau itu ke punggung Ana dari belakang sementara neneknya itu sedang sibuk memasak dan tidak sadar jika di belakangnya ada Luna yang siap menyerang."Mama, stop!" pekik Gebby sambil menerjang tangan mamanya itu, sontak pisau tajam itu terhempas ke lantai dan membuat Ana kaget bukan kepalang."Astaghfirullah ... Ada apa ini?" seru Ana yang terkejut. Sementara itu Luna menggeram marah karena aksinya telah digagalkan."Mama kenapa mau celakain nenek?" tanya Gebby pada Luna. Pisau itu tel