Wildan memijat kepalanya yang terasa begitu sakit.Sialnya, bukan hanya kepala namun seluruh tubuhnya pun ikutan sakit saat dia mencoba untuk menggerakkannya.Wildan pun mulai membuka mata. Dahi lelaki itu mengernyit saat sinar matahari yang menerobos masuk dari jendela kaca mengarah tepat ke wajahnya.Dan terdengar suara gorden yang ditutup.Menghalangi sang sinar matahari masuk sehingga Wildan bisa dengan leluasa membuka mata. Menatap ke arah sekeliling. Dan mendapati seorang wanita tengah berdiri di sisi ranjang tempat tidur yang dia tempati.Wanita itu...Vanilla?Pikir batin Wildan."Kamu sudah bangun? Ini, aku bawakan obat anti pengar, di minum dulu," ucap wanita itu seraya memberikan sebutir obat dan secangkir air bening pada Wildan.Wildan bangkit duduk di sisi ranjang. Menerima obat tersebut untuk kemudian meminumnya."Apa yang terjadi padaku?" Tanya Wildan saat dia sudah selesai dengan kegiatannya meminum obat.Wanita di sisinya tersenyum kecut. "Semalam kamu mabuk berat, la
"Ibu mengatakan, bahwa dia tidak ingin memiliki anak kembar. Itulah sebabnya dia harus membunuh salah satu di antara Aku dan Vanilla... Lalu..." Satu titik air mata Vanessa terjatuh. "Ibu mengatakan, dia akan membunuhku!"Dan Wildan pun tertegun."Setelah hari itu, lalu aku sakit. Pihak lapas mendatangkan dokter untuk memeriksaku. Dia adalah Dokter Aji, lelaki yang telah menyelamatkan nyawaku dari ketidak adilan Ibu," lanjut Vanessa dengan ceritanya. "Alasan yang membuat aku pada akhirnya memutuskan untuk memilih hidup bersama Papa Aji, karena aku takut pada Ibuku sendiri..." Air mata Vanessa semakin deras mengalir.Hati Wildan terenyuh mendengar cerita itu. Sejak dirinya mengenal sosok Vanessa, ini kali pertama Wildan melihat Vanessa menangis di hadapannya.Sejauh ini, sosok Vanessa dinilai Wildan sebagai sosok wanita yang kuat, tegar dan mandiri. Itulah sebabnya, Wildan cukup terkejut saat dirinya kini melihat sisi rapuh dari seorang Vanessa.Terlebih ketika kini Wildan pun tahu, ba
"Jangan pergi Tante, Vanilla mohon... Ibu sangat mencintai Papa, izinkan Ibu merasakan kebahagiaan hidup bersama Papa... Vanilla mohon... Bukankah tadi Tante sendiri yang mengatakan bahwa Tante tahu semua penderitaan hidup yang selama ini Ibu alami? Jadi, apa salahnya jika saat ini Tante memberi Ibu kesempatan untuk bahagi...""CUKUP VANILLA!"Dan suara teriakan Malik pun terdengar.Malik berjalan cepat dari arah teras belakang.Lelaki itu begitu terkejut mendengar apa yang dikatakan Vanilla pada sang istri.Melihat sosok Malik yang semakin mendekat, Isna tahu dari ekspresinya saat itu Malik terlihat marah. Itulah sebabnya, Isna langsung menarik tubuh Vanilla bangkit dari bawah kakinya. Berniat untuk melindungi."Sudah Mas, Vanilla tidak bersalah, jangan marahi dia," ucap Isna saat itu."Aku tidak akan memarahi dia, Isna. Aku hanya ingin Vanilla tahu bahwa selama ini di antara aku dan Kenari itu tidak pernah terjalin hubungan apapun. Semua yang terjadi di antara aku dan Kenari hanyala
Hari ini semua orang pergi.Vanilla pergi dengan Dokter Rulli untuk menemui Linggar.Malik pergi syuting.Sementara Aryan sudah pamit pulang sejak pagi-pagi buta bersama sang istri.Tinggallah Isna, Jhio dan Kenari di kediaman Malik.Saat itu, Kenari sedang membantu Asisten rumah tangga membenahi piring bekas sarapan di dapur. Sementara Isna sedang menemani Jhio bermain di halaman belakang."Bi, habis ini mau ngerjain apa? Biar saya saja yang mengerjakan," ucap Kenari pada Bi Murni."Eh, nggak usah Bu. Biar saya saja. Habis ini saya mau ke pasar sih, persediaan sayur habis buat besok," jawab Bi Murni."Oh gitu. Berapa lama biasanya kalau ke pasar?" Tanya Kenari saat itu.Bi Murni menoleh jam dinding yang menunjukkan pukul delapan pagi. "Kalau saya pergi setengah sembilan, palingan jam setengah sebelas atau jam sebelasan juga udah pulang, Bu," jawab Bi Murni apa adanya."Ke sana naik apa biasanya Bi?" Tanya Kenari lagi."Naik angkot, Bu,""Kenapa nggak minta antar Pak Jumar?" Saran Ken
"Hallo, Ki? Aku tunggu kamu di Rooftop rumah sakit Sentosa sekarang. Dua jam kamu nggak datang, aku akan terjun dari atas sini,"Seorang cleaning servis yang sedang beristirahat di atas roftoop setelah dirinya lelah bekerja seharian, cukup terkejut mendengar suara orang bercakap di sana. Posisinya yang memang terhalang tumpukan barang tak terpakai dan cukup tersembunyi jelas tak terlihat oleh siapapun.Sang cleaning servis itu mengintip dari celah tumpukan barang-barang itu dan melihat seorang wanita hamil tengah melakukan sebuah percakapan di telepon.Hingga setelahnya, tak lama kemudian, datanglah dua orang manusia secara bersamaan.Satu wanita dan satu lelaki.Di mana si wanita memakai pakaian rumah sakit, dan pastinya dia adalah pasien di rumah sakit ini.Sang cleaning service itu masih terus mengamati kejadian tersebut, menjadi tertarik saat dia mengamati lebih jelas bahwa ternyata wajah dua wanita itu mirip, alias kembar. Hingga timbullah jiwa isengnya untuk mengabadikan percakap
"Sesaat setelah Kinara jatuh dari atas rofftop itu, dua orang anak buahku mendatangiku ke rofftop karena mereka khawatir terjadi sesuatu padaku. Salah satu dari mereka berhasil membekuk Kenari, sementara anak buahku yang lain aku minta untuk menghilangkan bukti-bukti di lokasi kejadian tersebut termasuk ceceran darah dari kakiku yang terluka agar tidak ada yang tahu akan keberadaanku di sana saat kejadian itu terjadi,""Saat itu aku membawa Kenari, menyekapnya selama beberapa hari dan mengancamnya agar dia bersedia memberikan keterangan palsu untuk menghancurkan Malik dengan mengatakan bahwa dia telah diperkosa oleh Malik! Dan rencanaku berhasil! Berhasil membuat Malik pada akhirnya membenci Kenari... Satu kali mendayung, dua tiga pulau terlampaui olehku, benarkan?" Linggar tertawa di akhir kalimatnya. Tawa yang terdengar hambar."Awalnya aku berpikir, dengan melihat hidup Kenari dan Malik menderita, maka aku bisa puas... Namun kenyataannya semua itu salah. Meski aku sudah membuat hid
"Wah, anak Mama sekarang makin pinter berenangnya, hebat," puji Isna ketika sedang mengeringkan tubuh mungil Jhio dengan handuk.Jhio baru saja memperlihatkan gaya berenang baru yang sudah dia kuasai dan pelajari selama dia berlibur dengan Aryan di Bandung. Aryan yang memang jago berenang banyak mengajarkan Jhio bermacam-macam gaya berenang."Masih mau berenang lagi? Atau udahan?" Tanya Isna saat itu."Ayo dong Mama ikut berenang juga," rengek Jhio dengan ekpresi manjanya."Kan Jhio tahu kalau Mama nggak bisa berenang, nanti kalau Mama tenggelam gimana?""Mama berenang di kolam yang cetek aja, jangan ke tengah," ujar sang bocah menyarankan."Hari ini Jhio dulu yang berenang, besok kalau ada Papa, Mama baru ikutan ya?""Mama nggak kuat ya bawa adik berenang?" Tanya Jhio yang selalu bertanya apakah Mama keberatan membawa adiknya di dalam perut karena semakin lama perut sang Mama semakin besar.Mendengar pertanyaan polos Jhio, Isna jadi tertawa. "Nggak kok, adikkan kecil, Mama nggak kebe
"MAMA... AWAS..." Teriak Jhio tiba-tiba membuat Isna terkejut bukan main, hingga tangannya reflek mematikan sambungan teleponnya dengan Vanilla saat itu.Isna menoleh, mendapati Kenari berdiri di belakangnya."Tadi Tante Kenari mau tusuk Mama!" Beritahu Jhio yang langsung berlari ke arah Isna. Menghalangi Kenari berbuat jahat terhadap Mamanya.Kenari tersenyum. "Hah? Kamu bilang apa Jhio?" Ucap Kenari dengan wajah santai tak bersalah.Saat itu, Isna memang melihat Kenari memegang sebuah pisau, hanya saja posisinya tidak seperti apa yang Jhio katakan."Aku ke sini mencarimu Isna, kebetulan aku sedang memotong ikan di dapur," ucap Kenari mematahkan perkataan Jhio."Nggak Ma, tadi Jhio lihat, Tante Kenari memang mau tusuk Mama!" Jhio tetap kekeuh dengan apa yang dilihatnya.Jujur saja, apa yang dikatakan Jhio jelas membuat Isna jadi takut, hanya saja Isna tidak ingin terjadi kesalahpahaman yang lebih jauh lagi jika apa yang dikatakan Jhio itu memang tidak benar.Sejauh ini, Isna masih be