Teman-teman, maaf ini baru satu bab. satu babnya nyusul, ya.
“Kamu yakin Emily ke sini?” tanya Alaric saat menemui Fandy di depan gedung perusahaan milik Claudia bekerja.“Iya, Tuan. Tadi saya mengikuti Nona ke sini, lalu sampai detik ini belum ada tanda-tanda Nona keluar dari sana,” jawab Fandy sejak tadi berjaga di depan perusahaan Claudia.Alaric menatap gedung itu, lantas mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Claudia karena ingin memastikan apakah Emily benar di sana.Di ruangan Claudia. Wanita itu sudah memesan makanan dan minuman. Dia bahkan menyiapkan semuanya agar Emily bisa mulai makan.“Makan dulu, ya.” Claudia memberikan perhatian karena Emily terlihat masih sangat sedih.Emily masih diam, rasanya tak berselera sama sekali, apalagi kepalanya mendadak sangat pusing.”Kamu belum tahu apa benar hamil atau tidak. Juga belum tahu apakah foto itu benar atau tidak. Boleh kalau kamu mau menenangkan diri, tapi jangan sampai kamu tidak makan lalu membuatmu sakit,” ujar Claudia sambil memberikan sendok di tangan Emily.Emily menoleh Claudia, wa
Claudia menoleh ke Emily yang sejak tadi diam sambil menyandarkan kepala di pintu mobil. Dia kasihan ke Emily, tapi yang bisa menyelesaikan masalah Emily hanya sahabatnya itu sendiri.“Emi, maaf. Apa yang aku lakukan semata-mata untuk kebaikanmu,” gumam Claudia dalam hati.Claudia melirik spion, memperhatikan mobil yang berjalan di belakangnya, hingga dia akhirnya menepi membuat Emily terkejut.“Ada apa, Claud?” tanya Emily saat menyadari jika sahabatnya itu menepikan mobil.“Sepertinya ada kendala di mesinnya,” jawab Claudia berpura agar bisa berhenti lantas melaksanakan rencana yang sudah disepakatinya dengan Alaric.Emily hendak melepas seatbelt, tapi Claudia langsung mencegah.“Kondisi tubuhmu sedang ga fit, kamu tunggu di sini saja, aku hanya mau mengecek mesinnya saja,” ucap Claudia meyakinkan.Emily tak merasa curiga, dia terlalu lelah untuk mencurigai tindakan temannya itu. Emily pun memilih kembali menyandarkan kepala di tepi pintu.Claudia lega karena Emily tak curiga. Dia p
Di luar ruang inap. Claudia berdiri lesu karena merasa bersalah sudah membuat Emily seperti sekarang. “Dia pasti akan membenciku,” gumam Claudia takut. Billy yang juga ada di sana langsung menoleh Claudia, lantas melipat kedua tangan sambil bersandar di dinding. “Kamu melakukannya demi dia. Mungkin dia marah karena sedang emosi, tapi kalau sudah kembali berbaikan dengan Alaric, Emily pasti akan memahami tindakan yang kamu lakukan,” balas Billy. Claudia menoleh Billy saat mendengar ucapan pria itu, tapi tak bisa membalas ucapan pria itu membuat Claudia memilih diam. “Lagian, dokter sudah memeriksa dan menjelaskan kondisinya. Kamu tidak perlu cemas,” ucap Billy lagi. ** Di kamar inap. Alaric duduk di samping ranjang sambil menggenggam telapak tangan Emily. Dia sangat cemas saat Emily pingsan setelah muntah, membuatnya mengira jika Emily memang keracunan mie sejak dua hari lalu. Namun, saat Sashi memeriksa, ternyata hasilnya berbeda karena sang bibi sudah curiga sejak awal. Setela
Siang sebelumnya.Alaric menatap Anya yang terus memaksa ingin bicara. Dia tidak tahu lagi apa yang sebenarnya diinginkan wanita itu. Namun, jika Alaric tak mendengarkan, maka Anya akan terus menghantui hidupnya.“Lima menit, dimulai sekarang.” Alaric memberi kesempatan tapi tak mau jika diajak pergi ke tempat lain.Anya sangat terkejut mendengar ucapan Alaric, dia pun buru-buru menjelaskan.“Keluargaku saat itu hampir bangkrut, Al. Aku tidak tahu harus minta tolong siapa agar perusahaan Papa tidak koleps. Lalu bibimu datang, menawari bantuan dengan syarat agar aku meninggalkanmu. Aku ingin minta tolong kepadamu, tapi aku tahu saat itu kamu baru saja bekerja di perusahaan kakekmu, aku tidak punya pilihan selain menerima tawaran bibimu, karena itu aku pergi untuk menyelamatkan perusahaan Papa.”Alaric langsung tersenyum miring mendengar penjelasan Anya.“Kupikir setelah sekian tahun, aku masih bisa kembali kepadamu ketika semua membaik. Aku benar-benar menyesal.” Anya bicara sambil men
Alaric sangat terkejut mendengar pertanyaan Emily. Itu adalah pertanyaan random yang membuat pusing kepala.“Kenapa kamu tanya seperti itu?” tanya Alaric benar-benar harus bersabar menghadapi Emily.“Ya siapa tahu kamu berniat melakukannya. Aku sedang hamil, tidak bisa melayanimu, barangkali kamu terbujuk rayuan mantanmu!” sewot Emily karena moodnya yang berubah-ubah.Alaric ingin sekali menepuk jidat mendengar ucapan Emily, istrinya itu dapat pemikiran dari mana sampai curiga jika dia akan melakukan hal itu.“Kenapa kamu sampai berpikiran ke sana? Apa aku ini memiliki tampang selingkuh?” tanya Alaric benar-benar tak habis pikir.“Ada,” jawab Emily tegas tanpa berpikir.“Itu di film-film, saat istrinya hamil lalu melahirkan, suaminya malah asik selingkuh!” Emily bicara dengan nada emosi.Alaric menghela napas kasar, lantas meraih telapak tangan Emily dan menggenggamnya erat.
“Kamu sudah baik-baik saja?” tanya Claudia yang akhirnya masuk bersama Billy untuk melihat kondisi Emily.“Apa? Apa? Dasar pengkhianat!” amuk Emily lantas memanyunkan bibir.Claudia sampai meremas tali tasnya mendengar sahabatnya mengamuk.“Tapi terima kasih,” ucap Emily kemudian karena dirinya tak mungkin memarahi temannya itu.Claudia langsung menatap Emily yang tersenyum ke arahnya, membuatnya ingin menangis juga senang karena akhirnya temannya itu mau memaafkan dirinya.“Emi, kupikir kamu akan marah selamanya.” Claudia langsung memeluk Emily dengan erat.“Mana ada aku marah selamanya. Ga bisa aku melepas teman yang bisa diajak gila kayak kamu,” seloroh Emily.“Ish ... apaan diajak gila.” Claudia melepas pelukan, tanpa menatap Emily yang sudah terlihat lebih baik.Claudia melirik ke perut Emily yang masih datar, lantas menyentuhnya sambil mengusap lembut
“Aku mau makan semangka, Al.”Emily bicara sambil menatap penuh harap ke Alaric yang baru saja keluar dari kamar mandi.Emily sudah diperbolehkan pulang karena kondisinya yang stabil.“Semangka?” Alaric menengok ke jam dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam.“Iya.” Emily memandang Alaric dengan bola mata berkaca-kaca.“Coba aku lihat apa di dapur ada. Kamu di kamar saja,” ujar Alaric.Emily mengangguk-angguk sambil tersenyum lebar mendengar ucapan suaminya itu.Alaric pun pergi ke dapur, saat membuka lemari pendingin, tak melihat ada semangka.“Bagaimana ini?”Alaric bingung sendiri, jangan sampai Emily merajuk karena tak mendapat apa yang diinginkan.“Nyari apa, Tuan?”Suara pelayan rumah membuat Alaric terkejut. Pria itu pun menoleh dan melihat pelayan rumah mendekat.“Emi mau makan semangka, ternyata di kulkas tidak ada semangka,” jawab Alaric.“Oh ... ada kok, Tuan. Tapi belum dipotong, makanya masih disimpan di sana,” kata pelayan sambil menunjuk ke sebelah lemari p
Emily memandang Anya yang duduk berhadapan dengannya. Dia sebenarnya enggan berhadapan apalagi bicara dengan wanita itu. Namun, karena rasa penasarannya dengan munculnya Anya terus menerus di kehidupannya dan Alaric, membuat Emily akhirnya mau bicara berdua dengan wanita itu.“Apa yang ingin kamu bicaralan?” tanya Emily dengan nada ketus.Anya memulas senyum mendengar pertanyaan Emily, bersikap seolah dirinya itu tak ada rasa bersalah atau canggung karena menemui Emily.“Aku hanya ingin meluruskan kesalahpahaman yang terjadi,” ucap Anya.Emily mengerutkan dahi mendengar ucapan Anya. Apa maksud dari ingin meluruskan kesalahpahaman.“Maaf, kesalahpahaman apa?” Emily bicara dengan nada sindiran.Anya menatap Emily yang bersikap tak senang kepadanya, tapi meski begitu dia berusaha bersikap biasa saja.“Aku tahu kamu salah paham akan hubunganku dan Al. Kedatanganku hanya untuk menjelaskan alasan kenapa dulu aku pergi. Aku yakin Al mengerti dan memaafkan karena begitulah dia. Meski dia perna