Mataku terasa berat saat kami keluar dari mobil. Bahkan Gavin sampai harus memapah setengah jalan dan berakhir dengan menggendongku hingga ke kamar. Kepalaku menyandar dada bidangnya sekaligus mencari kehangatan dikarenakan udara malam yang berhembus dingin.
Aku sudah tidak peduli akan tidur dimana, bagiku bisa berada satu atap dengan Gavin saja sudah cukup.
Aahhh … lama-lama aku membeli parfum yang dia pakai dan menyebarkan di seluruh ruangan agar terus bisa merasakan kehadirannya di sisiku saat kami berjauhan.
“Apa kita akan tidur di kamar yang sama?” tanyaku sembari memainkan dasinya yang sudah tidak berbentuk.
Kudengar dia mendengus dan mengabaikan pertanyaanku, karena kurang dari lima menit kemudian pertanyaan tersebut terjawab.
Tidak, kami tidak tidur dalam satu kamar yang sama.
Ugh! Aku masih belum puas bersamanya!
“Krista, lepaskan lilitan di leherku, sesak,” ucapnya dengan wajah memerah, yang ku
Setelah menangis hingga mataku berubah menjadi bengkak, Gavin pun membawaku ke dapur dan kami makan es krim bersama. Eerrrr … lebih tepatnya hanya aku yang makan es krim, karena sejak tadi dia tidak menyentuh mangkuknya sedikit pun.Gavin hanya duduk diam di seberang meja sedangkan aku menikmati es krim rasa vanilla yang dia ambilkan dari kulkas. Dia bilang es krim itu dibeli oleh asisten rumah tangga yang selalu datangs etiap tiga kali seminggu. Katanya, dia perlu meluruskan agar aku tidak berpikir bahwa Gavin suka es krim.Padahal aku tidak peduli bila dia suka atau tidak, karena aku akan menghabiskan semua setiap kali berkunjung ke sini di masa depan nanti.Mmm … aku tidak tahu kalau es krim merek eskimo rasanya bisa seenak ini.Apa karena berasal dari kulkas Gavin jadi rasanya berbeda?Tanpa sadar aku juga menjilati lelehan es yang mengalir di jari, dan saat itulah aku mendengar suara menggeram yang asalnya dari pria di hadapan.
Aku terbangun ketika jam sudah menunjukan pukul Sepuluh pagi. Untuk sesaat aku terdiam dalam posisi duduk dan mendengarkan pergerakan seseorang dalam apartemen.Siapa lagi jika bukan Gavin.Dan setelah tidak terdengar suara sedikit pun, aku segera bangkit dari kasur.Dengan penampilan sehabis bangun tidur yang membuat rambutku acak-acakan ke segala arah serta tubuh hanya dibalut kemeja putih Gavin yang kujadikan piyama, aku pun turun ke lantai bawah. Tanpa peduli dengan kaki jenjang yang tidak dibalut celana, serta kemeja yang hanya sebatas paha, aku melenggang begitu saja ketika menuruni tangga.Untung saja suasana di apartemen terasa hangat, sehingga kaki telanjangku tidak kedinginan.Baru saja aku sampai di lantai bawah ketika indraku mencium aroma biji kopi panggang. Aroma wangi tersebut membawa langkahku hingga ke dapur, dan saat itulah aku menemukan Gavin sedang memunggungi, tampak sibuk dengan mesin di hadapan.Kepalanya menoleh sedik
Aku tidak menghiraukan tatapan tajam yang dilempar oleh si Jalang Nayla. Gesturku yang santai ketika menghadapinya membuat si Jalang semakin panas.Sengaja aku mengotak-atik rambut yang tergerai dan bersikap seolah-olah baru saja menghabiskan malam yang panas, walau pun aku tidak mengerti seperti apa malam panas itu. Nanti aku akan bertanya pada Om Jaxon, karena dia tampaknya jauh lebih paham urusan percintaan di atas ranjang.“Halo, selamat pagi,” sapaku dengan suara semanis madu. “Ada yang bisa kubantu?” tanyaku pura-pura lupa dengan wajahnya.Dia mendelik semakin tajam, sedang kedua lubang hidung tampak kembang kempis.Huh, apa dia pikir aku tidak bisa membalas? Lihat, siapa yang sekarang tidur di ranjang ... kamar tamu Gavin.Yeah, meski tidak di ranjang yang sama, setidaknya kami berada satu atap semalaman.Karena Jalang di depanku hanya diam dengan mata melotot merah, aku pun mencoba mencairkan suasana. Kasihan
Sebelum Gavin benar-benar keluar dari kamar, aku menarik celan boxernya, membuat langkah Gavin terhenti dan menoleh padaku dengan delikan tajam.Ya ampun, apa dia pikir aku akan menelanjanginya di sini? Aku juga tidak seagresif itu!Bila mau, bisa saja aku melakukannya saat berada di dalam kamarnya pagi tadi.“Ada apa lagi Krista?” tanya Gavin setelah menarik napas panjang dan menyisir rambut acak-acakan.Aku jadi ingin membantunya melakukan itu.“Krista?” panggil Gavin beberapa kali, karena aku terpaku dan menatap dengan pandangan ‘ingin’ ke arah rambut pirangnya yang mencuat ke segala arah.Setelah menata ekspresi, aku pun mengatakan apa yang tadi hendak kuminta.“Seharian aku tidak menghubungi Ayah, apa aku boleh memakai ponselmu? Karena punyaku ketinggalan dalam lemari,” jelasku sembari mengingat lagi benda pipih yang tidak sengaja terlepas di tangan ketika berlari ke dalam pelukan G
Ponsel Gavin berdering tanpa henti, membuatku kewalahan ketika melihat ada banyak notifikasi dari sebuah grup chat yang masuk. Alisku bertaut bingung saat membaca sebuah pesan dengan nama-nama aneh muncul di layar. Bahkan, nama grup itu mesum sekali; DickOnlyForVaginaLovers. Ya ampuuuuun, Gavin, kau sangat mesum! ‘Mr. CockTease: Hey, sejak kapan kau tidur sama anak-anak? Bukankah kau sendiri yang bilang gadis itu masih bau kencur?’ Darahku mendidih ketika membaca pertanyaan itu, karena secara tidak langsung dia mengataiku anak kecil. Tanpa sadar aku melirik ke bawah, pada bongkahan dada yang telah tumbuh sempurna. Apa ini saja tidak bisa jadi bukti bahwa aku salah satu dari golongan wanita dewasa? Apa perlu aku menambah ukurannya lebih besar lagi? Sekarang saja sudah menyaingi melon, apa dia mau aku mengupgrade ke semangka? Tapi bisa-bisa Ayah akan marah bila aku meminta yang aneh-aneh. Natural saja sudah cukup tanpa me
Begitu pagi tiba, aku bergegas keluar kamar dan berjalan sembari berjinjit dengan menajamkan telinga. Setelah memastikan tidak ada tanda-tanda bahwa Gavin bangun pagi itu, aku pun mempercepat jinjitan kaki hingga ke pintu depan.Rasanya lega sekali begitu sampai ke dalam lift yang membawaku turun ke lantai bawah.Sesampainya di lobby, aku pun mendekati salah satu petugas keamanan dan menatap pria itu dengan mata polosku yang menggemaskan.“Paman, apakah aku boleh meminjam ponselmu untuk menelepon seseorang?” tanyaku pada pria yang berjaga di balik meja.Dia menatapku cukup lama, mungkin mencari tahu siapa aku dalam kepala.Semoga saja dia tidak ingat kalau aku datang bersama Gavin, bisa-bisa dia menghubungi si hati freezer dan melaporkan aku berada di lobby.“Apa terjadi sesuatu?” tanya pria itu sembari memperhatikan baju kaus dan celana boxer yang melekat di tubuhku.Aku menggeleng pelan dan mengulas senyum ma
Lama aku terdiam di depan pintu apartemen yang Audrey tempati, namun pencahayaan yang menakutkan di lorong membuatku memberanikan diri untuk membunyikan bell.Sembari melirik sekitar, aku pun berdoa dalam hati Bibi Flo dan Tante Jewel memberiku izin masuk ke dalam.Pada percoban pertama, tidak ada tanda-tanda pintu akan dibuka, maka aku membunyikan bell untuk ke dua serta ke tiga, dan pada kali keempat barulah pintu di depanku terbuka … sedikit, karena hanya selebar penggaris dan Bibi Flo mengintip dari dalam.“Ada apa kau ke sini?” tanya Bibi dengan suara serak khas perokok berat.“Apakah Audrey ada, Bibi?” tanyaku sembari tersenyum lebar, walau dalam hati harap-harap cemas.Bibi Flo memperhatikanku dari kepala hingga kaki dan dia menggeleng dengan raut tidak suka.“Lihatlah anak orang kaya ini, dia pasti baru pulang dari rumah seorang laki-laki,” kata Bibi Flo pada diri sendiri yang seketika melun
“Ya, Oh shit,” desis Gavin sembari memerangkapku di pintu.Aku menelan saliva dan melirik ke arah Slaine dengan pandangan meminta tolong, namun tangan Gavin menahan daguku di tempat hingga sulit bergerak dan hanya bisa menatap lurus ke matanya saja.Seketika aku meringis saat merasakan cengkraman kuat kedua jarinya di pipi, namun tampaknya dia tidak sadar karena diliputi emosi.“Aku baru saja terpejam sebentar, dan kau menghilang dalam sekejab,” geram Gavin sembari menahan kedua bahuku dengan tatapan menunjukan kemarahan. “Apa yang sebenarnya kau pikirkan!”Suara Gavin yang tiba-tiba mengeras membuat tubuhku terlonjak.“Bagaimana bila ada orang jahat di luar sana berniat menculikmu? Membunuhmu? Memperkosamu? Atau bahkan melakukan semuanya bersamaan!”Mataku terpejam dan telingaku berdenging saat mendengar suara teriakan yang berasal dari dalam diafraghmanya.Genggaman Gavin terasa semaki