“Menjadi budak maupun jalangmu itu tak ada bedanya, dan jangan bermimpi aku akan menyenangkanmu, Shaka,” desisku kesal.“Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah melemparkan tubuhku secara sukarela padamu!”Arshaka tertawa, terlihat betapa ia meremehkan ucapanku. “Tak peduli seberapa kuat kau menentangnya, pada akhirnya kau akan merangkak memohon padaku, Alana.” Arshaka memasang kembali kacamata hitamnya dan berlalu turun dari kapal.Kenapa hidupku sial sekali harus berhubungan dengan seorang seperti dirinya.Dengan kesal aku mengikutinya dan turun dari kapal yang dibantu salah seorang pengawalnya.Dengan berjalan kaki kira-kira lima belas menit kami sampai di Villa yang lumayan besar. Dikelilingi hutan kecil di samping Villa dengan struktur bangunan terlihat kokoh dengan design dinding sebagian besar dipasang kaca tebal tembus pandang.Hal itu tentu saja membuat siapa saja akan merasa kerasan karena kita bisa melihat langsung pemandangan dari dalam tanpa harus ke luar rumah.Terlihat
Suara pintu kaca pecah terkena tembakan membuat Alana memekik ketakutan yang membuatnya refleks menutup telinganya. Ia tak mengerti apa yang tengah terjadi saat ini.Suara tembakan saling bersahutan dengan suara lolongan kesakitan membuat bulu kuduknya meremang membuat ketakutannya semakin bertambah.Arshaka menarik pergelangan Alana dan menyeretnya ke arah pintu belakang. Terlihat beberapa laki-laki berpakaian serba hitam menerobos masuk dan menembaki mereka.“Cepat Alana, atau kita akan mati di sini!” perintah Arshaka, ia mengeluarkan pistolnya dan mulai balas menembaki mereka sambil melindungi Alana.Mereka berlari setengah menunduk untuk menghindari peluru yang kapan saja bisa menembus kulit mereka.Rupanya musuh sudah mengepung seluruh Villa tanpa Arshaka sadari. Karena ketika keduanya tiba di belakang rumah, musuh sudah menghadangnya dengan tembakan yang bertubi-tubi.Arshaka balas menembak, meskipun saat ini situasinya sedang terdesak, namun pantang baginya menyerah begitu saja
“Alana... bangun... sadarlah!” pekik Arshaka putus asa sambil menekan-nekan dada Alana seraya memberikan nafas buatan padanya di atas deck kapal.“Sadar, Alana!” gumamnya lagi. Entah sudah berapa puluh kali ia mencoba melakukan pertolongan pertama pada Alana untuk membantunya sadar. Namun, sepertinya hal itu seakan sia-sia.Kuatnya deru ombak di bawah tebing tak ayal mengombang-ambingkan keduanya setelah nekat terjun bebas untuk menghindari musuh.Arshaka sekuat tenaga berenang dan berusaha menyelamatkan Alana yang nyaris tenggelam. Dalam kondisi normal, Alana cukup mahir berenang. Tapi, dengan riak ombak seganas itu ditambah kondisi fisiknya yang kelelahan sejak semalam juga tanpa makanan membuatnya lemah. Bahkan seorang atlet renang profesional sekalipun akan berpikir dua kali untuk melakukannya.Beruntung bagi keduanya, Alex datang secepat mungkin dengan membawa serta beberapa pengawal terlatih setelah mengetahui ada yang mengintai dan mencoba membunuh Arshaka.Sifat loyalnya tentu
“Apakah kau sudah tahu sebelumnya?” Alex bertanya kepada Arshaka dengan tatapan penuh arti.Arshaka mengangguk pelan. “Awalnya aku belum sadar, tapi kemarin saat aku sedang bersembunyi, aku mendengar salah satu dari mereka membahas orang itu!”“Kalau kau mau, kau bisa memerintahku untuk melenyapkan mereka segera!”“Tidak perlu! Biarkan saja untuk sementara waktu. Kau hanya perlu memantau pergerakan mereka,” titah Arshaka, seringainya terlihat begitu menakutkan dengan sorot mata bengis.“Mari kita lihat, sejauh mana mereka bermain-main dengan kita!”Alex mengaguk patuh. “Ada satu hal lagi yang ingin aku sampaikan. Tapi ... ” Alex berkata dengan ragu.Arahaka melirik ke arahnya lagi, ia merasa heran, tidak biasanya seorang Alex ragu-ragu. Karena, ia akan selalu menyampaikan sesuatu yang akurat dan tidak bertele-tele.“Katakan saja!”Alex tidak tahu, apakah keputusannya memberi tahu Arshaka itu hal yang baik atau tidak. Tapi, jika tidak, ia takut semuanya akan terlambat.Alex mendesah pel
Setelah melalui perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya mereka tiba di Mansion Arshaka.Setelah memastikan Alana aman dengan menambahkan sejumlah pengawal yang berjaga untuknya, Arshaka yang di dampingi Alex langsung bergegas meluncur ke Rumah Sakit.Arshaka terpekur diam tanpa ekspresi, memandangi papanya yang terbaring dengan banyak alat yang menempel di tubuhnya.Bahkan Alex juga tak mampu berkata-kata. Baru beberapa hari yang lalu, ia membahas tentang hal ini dan sekarang kejadian yang dikawatirkannya sudah terjadi.Arshaka yang begitu marah ketika Alex membahas hal pribadi dengannya kala itu, langsung berubah cemas ketika ia mendengar bahwa papanya tengah terbaring koma. Meskipun mimik wajahnya masih dingin dan datar, tapi bagi Alex yang selalu menemaninya bertahun-tahun tentu saja mengetahui perasaan Arshaka seperti apa.Suara langkah kaki mendekat, tanpa menoleh, mereka sudah bisa menebak siapa gerangan yang datang.“Wow, Anak Tiriku, Sayang. Bolehkah aku tidak terkejut aka
“Shaka, apa yang mau kau lakukan?” tanya Alana ketika tubuh Arshaka perlahan-lahan merangkak ke atas tubuh Alana. Matanya melotot dengan tubuh gemetar ketakutan.Bibit Arshaka menampilkan smirk andalannya. “Tentu saja meminta jatahku padamu malam ini,” ucapnya lirih ketika wajahnya tepat di atas wajah Alana.Hembusan nafas hangatnya menerpa wajah Alana membuatnya merinding. Jantungnya berdetak bertalu-talu, ia pun tak tahu apakah karena rasa takutnya atau karena hal lain.Yang jelas, ia tak bisa memikirkannya untuk saat ini ketika netra mereka beradu dan saling pandang dalam jarak yang begitu dekat.Alana seakan merasa devaju, manik mata itu rasanya ia pernah melihatnya sebelumnya. Tapi di mana? Kenapa terasa begitu hangat dan seakan ada kerinduan di dalamnya? Begitu pula dengan dirinya, manik mata Arshaka membuatnya tenggelam jauh, memberikan efek tenang seakan tak asing baginya.Arshaka menempelkan dahinya di atas dahi Alana sejenak, lalu beralih menghirup dalam aroma Alana di ceruk
Arshaka baru kembali dari perjalanan bisnisnya dan langsung meluncur pulang. Ia bergegas pulang, ia sudah tak sabar ingin bertemu Alana.Setelah turun dari Lamborgini merah miliknya, ia menuju ke kamar Alana dengan langkah lebar.Membuka gagang pintu dengan pelan agar ia tak di sangka merindukannya, meskipun hal itu benar adanya.“Alana ... kau di mana?” Arshaka setengah berteriak. Sepi dan dingin seakan-akan tak pernah ada yang menghuni kamar itu sebelumnya.Arshaka menelusuri setiap sudut kamar, bahkan kamar mandi sudah ia periksa. Namun nihil, Alana tidak ada di sana.Seketika Arshaka menjadi cemas, buru-buru keluar dengan setengah berlari menuruni tangga dengan gusar.“Alana! Kau ada di mana?” teriaknya, membuat para penjaga datang dengan tergopoh-gopoh.Arshaka melihat para pengawal dan pelayan datang dan berbaris rapi sambil menundukkan kepala, ia menatapnya dengan tatapan setajam burung elang.“Ada apa, Tuan?” Monic yang baru tiba bertanya pada Arshaka yang terlihat menahan ma
“Alex, apakah semua persiapan persenjataan kita sudah lengkap?” tanya Arshaka.Alex mengangguk. “Semua persenjataan juga anak buah kita sudah siap. Kau bisa memerintahkan mereka kapan saja!” ucapnya.“Juga, aku sudah menghubungi penguasa di daerah sana, mereka bersedia membantu kita semaksimal mungkin,” imbuhnya.“Kalau begitu, jangan buang-buang waktu lagi. mari kita berangkat segera!” titah Arshaka.Namun, belum sempat mereka beranjak, dering telepon Arshaka menginterupsi keduanya.Arshaka mengernyitkan dahinya melihat nomor pemanggil yang tak diketahui.Arshaka menoleh ke arah Alex, ia mengerti kode yang diberikan oleh Arshaka, seketika ia membuka laptopnya dan menyadap telepon Arshaka dan memindainya.Setelah siap Arshaka menekan slide tombol hijau dan tanpa basa basi si penelepon langsung menyebut namanya.“Hallo, Arshaka. Masih ingat dengan suaraku?”“Jimmy keparat! Beraninya kau bermain-main denganku!” geram Arshaka membuat Jimmy tertawa terbahak-bahak dari seberang telepon.“H