Angin sejuk menyelinap masuk ke pori-pori kulit yang membawa hawa dingin. Membuat kedua gadis kecil mendekap tangannya di dada. Angin itu menghempaskan ombak di laut hingga mengenai tungkak telapak kaki, bibirnya tersenyum merekah seraya mencipratkan buih-buih air pada teman yang duduk di sampingnya.
“Ih Delia awas nanti ya?” Bentak Ayuna mencoba menepis serangan Delia karena membuat baju seragam yang di pakai basah. Damar hanya tertegun seraya mengernyitkan alis dengan tingkah kocak dua gadis kecil di hadapnnya. Ia mencoba melerai dengan duduk di antara ke duanya.
“Udah-udah! Baju ini kan besok masih di pakai? Ucap Damar lalu merentangkan kedua tangannya agar ada celah untuknya duduk.
“Apa sih Damar kan lagi asyik.” Balas Delia dengan raut wajah mengejek hal ini membuat Ayuna semakin kesal.
Di tepi Laut mereka duduk untuk beristirahat
Sehabis mandi Delia lantas merapihkan rambutnya yang menjuntai hingga ke pinggang. Dengan perlahan-lahan Delia menyisir rambut dari arah atas hingga ke bawah. Lalu ia mengepang rambut panjangnya itu dan di ikat dengan erat menggunakan ikat rambut pita berwarna merah. Delia tersenyum bibirnya merekah menatap wajahnya sendiri di depan cermin.“Delia makan dulu Nak?”Panggilan dari Ibunya membuat Delia sontak berlari menuju ke arah dapur, bau harum makanan tercium menyerbak hingga ke seluruh ruangan. Delia melihat berbagai macam hidangan lezat yang begitu menggugah selera di atas meja. Ia segera duduk di samping Ibunya yang lantas memberi sebuah piring.Namun Delia tak melihat keberadaan Ayahnya membuat ia bertanya pada sang Ibu. “Ayah mana Ibu?” Ucap Delia bertanya-tanya.“Ayah lagi nglembur buat ngerjain tugas di kampus jadi pulangnya telat, kenapa? Delia tumben tan
“Bruk!”Suara keras benda jatuh mengagetkan anak-anak yang berada di dalam kelas. Satu persatu dari mereka mengintip lewat celah kaca yang tertutup korden hijau."Eh ayo semua duduk kembali."Bu Guru yang mengajar pun ikut mengecek dengan segera membuka pintu, ternyata ada anak kelas sebelah yang terpleset karena membawa tumpukan buku yang berat."Loh kok bisa jatuh?" Ucap Bu Guru dengan lembut."Eh iya Bu, tadi gak hati-hati malah kepleset.Bu Guru ikut membantu menata buku dan anak itu mengatakan jikalau ia di perintah untuk memanggil Damar agar masuk ke ruangan guru."Eh maaf Bu. Tadi Saya di suruh panggil Damar buat ke ruang guru katanya. Sama makasih juga udah bantu." Ucap anak itu membungkuk seraya berterima kasih karena sudah mau membantunya."Iya..iya hati-hati ya!"Bu Guru ber
“Mak, Hendri pergi dulu ya?” Ucap Hendri terburu-buru pergi dengan membawa topi hitam dan jaket kulit di pundaknya.“Sarapannya udah di makan belum Hen?” Sahut Emaknya dari belakang rumah yang sedang sibuk mencuci baju-baju milik pelanggannya.“Udah Mak!”Emaknya lantas kembali fokus mencuci semua pakaian yang tampak menumpuk, segala jenis pakaian sudah pernah di cucinya. Emak Hendri menjadi buruh cuci sejak suaminya meninggal dunia, ia harus putar otak untuk mencari uang sebagai pengganti tulang punggung keluarganya. Apalagi kebutuhan hidup yang banyak di tambah hutang-hutangnya menggunung di warung membuat Emak Hendri harus lebih giat bekerja.Emak Hendri memeriksa satu persatu baju yang akan ia cuci, ia terheran-heran pada celana hendri seperti ada sesuatu yang mengganjal. Dengan cepat wanita itu merogoh celana dan terdapat sebuah ktp seorang wanita paruh
.“Mba Delia…!Mba!” Suara panggilan Bibi Susi menyadarkan Delia dari lamunannya dengan cepat ia usap air mata di pipi.“Iya Bi!”“Mba Delia di mana ya?”“Di sini Bi! Di gudang.”“Ealah kok bisa di sini Mba! Banyak debunya Mba takut batuk nanti.”Delia tersenyum lucu pada Bibi lalu bertanya ke mana saja tadi, “Bibi dari tadi ke mana aja sih? Delia bosen di Rumah sendirian.” Ketus Delia sebal karena di tinggal sendirian.“Maaf ya Mba tadi Bibi ke Kantor Polisi.”“Loh emang Bibi salah apa?” Ucap Delia terkejut mendengar pernyataan Bibi Susi yang baru saja dari Kantor Polisi.“Nggak Mba! Bibi gak salah apa-apa, jadi waktu itu Bibi sempet kecopet ktp Bibi ilang. Eh, alhamdulillahnya copetnya udah di tangkep B
“Damar apa Kita bisa selalu bersama?” Ucap Delia ragu sembari menuntun sepedanya di jalanan tepi laut.Damar menoleh menatap wajah gadis kecil yang tampak menyimpan keraguan di hati. “Kenapa Kamu mengatakan itu?”Delia terdiam melangkahkan kaki, hatinya resah dan berkata.“Gak apa-apa sih! Aku cuma takut jika suatu saat nanti Kita berpisah Damar.”“Aku akan terus bersamamu. Delia!” Sahut Damar tegas lalu mencubit pipi sahabatnya yang memerah, tangan Damar langsung gemetar hatinya bergejolak menatap mata Delia yang indah.Ada sedikit lekungan di bibir mungil Delia yang tersenyum lega dengan pernyataan Damar, gadis kecil itu menaruh sepedanya di tepi jalan, kedua matanya menyorot laut biru yang nampak tenang. Delia menyuruh Damar untuk duduk di sampinya seraya menikmati suasana Laut yang begitu syahdu. Di saat-saat mentari mulai tenggelam meninggalka
Amarah tak tertahankan memuncak dengan segera Papa Damar menarik keras tangan istrinya yang membuatnya terkejut. Mulutnya mengaga tak bisa berkutik di pergoki sang suami ketika bersama kekasihnya.“Oh…Seperti ini kelakuan Kamu. Selama ini?” Bentak Papa Damar dengan menunjuk, suara keras mengglegar hingga membuat kerumunan orang-orang yang penasaran.“Kok Kamu bisa ke sini Mas?”“Memang kenapa? Aku ngikutin Kamu dari tadi, jadi teman Aku bener! Kalau Kamu selingkuh?”“Selingkuh? Kamu yang selingkuh Mas! Kamu aja mau ninggalin istri dan Anak-anak Kamu demi Aku.” Ketus istri mudanya dengan mudah berbicara tanpa merasa bersalah sedikit pun.“Terus seluruh hutang Kamu gimana? Kamu udah menghancurkan hidup Aku.”Istri mudanya menatap dengan tersenyum mengejek ia berkata.”Itu urusan Kamu Mas! K
“Papah, yeah… Papa udah pulang.” Ucap Gistara berlari kecil menemui Papanya yang langsung memberikan dekapan erat.“Aduh…Anak Papa! Papa belikan sesuatu buat Kamu.”Papanya segera mengeluarkan bungkusan cokelat berwarna-warni di sakunya, hal ini membuat Gistara tersenyum manis mendapatkan oleh-oleh makanan kesukaannya.“Aduh…! Gistara makannya jangan banyak-banyak Nak!”Mamanya khawatir jika gigi anaknya bermasalah karena terlalu banyak makan cokelat, apalagi umur Gistara yang masih kecil sangat rentan terkena sakit gigi. Namun gadis kecil itu sangat sulit untuk di beri tahu ia malah meledek Mamanya dengan eksperi yang lucu. Yang membuat Mamanya geleng-geleng kepala tersenyum gemas.“Gak apa-apa sekali-kali ya kan Gistara!” Ucap Papa Damar seraya memberikan rangkaian bunga mawar pada istrinya itu.
"Papa."Semua orang menoleh pada sosok anak laki-laki yang memanggilnya Papa, mereka membuka jalan agar anak itu bisa lebih dekat dengan Papanya. Matanya berkaca-kaca menatap polos sosok Papanya yang hilang arah ingin mengakhiri hidup. Hatinya ikut hancur mengapa Papa yang dia banggakan berakhir seperti ini. Kerumunan orang-orang sekitar menatap sendu ikut merasakan kesedihan yang anak itu alami. Namun bayang-bayang perlakuan papanya tiba-tiba terlintas membuat anak itu mengurungkan niat, perlahan-lahan dia mulai melangkah mundur meninggalkan tempat itu.“Damar…Kamu Nak.”Papanya menoleh lalu turun dari jembatan untuk mendekati sang putra yang menangis tersedu-sedu. Rasanya ingin sekali memeluk erat sang putra namun dengan cepat di tangkis, Damar belum bisa sepenuhnya menerima Papanya lagi. Setelah apa yang di lakukannya pada waktu itu, memberi luka batin yang teramat menyakitkan. Papanya terkejut tangannya gemetar