Keputusanku untuk memilih tinggal bersama orang tua bukan tanpa sebab. Aku hanya ingin melindungi mereka dari serangan yang tidak mungkin terduga untuk saat ini. Ya tanpa sadar saat ini aku sedang berhadapan bukan lagi dengan manusia yang punya hati, namun dengan seorang iblis. Tidak, tapi dua orang iblis yang menyatu untuk pembalasannya kepadaku.. Aku pun tidak tahu apa yang sedang mereka balaskan atau mereka cari dari kehidupanku. Cinta yang dulu begitu besar untuk Re sudah nyaris hancur tergantikan dengan amarah yang amat dalam. Rasa sayangku kepada Tika yang selama ini sudah ku anggap sebagai saudara sudah berganti dengan musuh. Bagaimana bisa waktu dengan cepat mengubah itu semua??Aku akan ikut dalam permainan mereka. Aku bukan pemeran pembantu yang bisa dengan mudah mereka singkirkan. Ku pastikan akulah pemain utama dalam skenario yang sudah mereka rencanakan. Aku tidak akan mudah nyerah untuk tahu semuanya, aku akan berjuang untuk membongkar apa yang mereka inginkan dariku."K
"Kita masuk sekarang aja?" Re bersiap mengenakan penutup wajah yang hanya terlihat mata dan mulutnya saja."Rehan lo awasi cctv disekitar rumah ini ya. Kalo ada yang datang langsung cepat kabarin kami..." Tika memperingatkan."Siap Bosss. Hati-hati ya.." Tika pun mengenakan pakaian tertutup agar wajah dan sidik jarinya tidak bisa dikenali apabila ada pemeriksaan polisi.Renald dan Tika keluar dari mobil dan berjalan pelan mendekati pekarangan rumahku yang benar saja tidak ada aktivitas dari dalam rumah ini."Bawa linggisnya kan?" Tika menegur pelan Re."Iya ini lo gak lihat?" Re menunjukkan genggaman tangannya yang tengah memegang sebuah tongkat besi dengan ukuran sedang dan diujungnya terdapat bidang runcing."Bobol sekarang!" Perintah Tika yang sudah menyentuh pintu utama."Jangan di pintu ini, masuk dari jendela samping aja bisa kan?" Re membuat suatu penawaran."Kenapa gak disini aja sih!" Tika kekeh dengan keinginannya."Gila aja ya lo, kalo ini kita langsung digebukin massa yan
"Kak, kenapaaa?" "Andrew Andrewww............" Aku meringis ketakutan kala melihat Andrew sudah tidak sadarkan diri."Kakak dimana? Ada suara sirine? Ada apa?" Pertanyaan bertubi-tubi ini menghantam fokusku."Kamu ke rumah sakit sekarang juga. Jangan sampai ada yang tahu..." Ucapku pelan.****"Kenapa Andrew bisa seperti ini?????" Tania sontak kaget melihat Andrew terbaring di kamar rumah sakit dengan balutan perban di lengannya."Gue gak apa-apa. Udah ah lo gak usah nangis La..." Senyuman manisnya mengarah kepadaku. Andrew ditengah kondisi sakitnya seperti ini masih bisa berkata baik-baik aja di depanku. Masih bisa ia tersenyum manis dihadapanku. Apakah itu tidak gila? "Jangan bilang gitu. Justru gue merasa sangat bersalah dengan lo Drew. Kenapa sih lo harus bela gue terus, kan lo jadi kayak gini....." Aku masih sesengukan menahan tangisku."Udah gak apa-apa. Yang penting kan sekarang gue sadar. Lo jelek tau kalo nangis gitu..." Lagi-lagi ia jail."Kak, kenapa?" Tania melemparkan
Setelah selesai urusan dengan ayah, aku langsung menghubungi ibu. Mengatakan semua hal yang terjadi, dan untungnya respon beliau tidak begitu panikan terlebih saat ini ia sedang berada di luar negeri. "Udah, kamu tenang aja. Ibu akan pulang sore ini. Lakukan apa yang bisa kamu lakukan..." Pinta ibu dari sambungan telepon. Aku langsung kembali ke luar menemui adik tiriku yang tidak bisa berkutik. "Tania, kamu mau disini atau pulang?" Memberikan penawaran seperti ini memang bukanlah solusi terbaik. Bagaimanapun ia adalah bagian dari keluarga ini. Adikku meski kami dari ibu yang berbeda. "Andrew gimana ya kak?" "Oh iya, nanti aku coba telefon dia bilang semua yang terjadi barusan. Kamu pulang dulu aja kali ya, supaya besok kita bisa sama-sama mikir langkah apa yang harus kita lakukan..." Tania menyetujui rencanaku. Ia pamit dan bergegaas pulang dengan panggilan taksinya. *** Jam terus berputar, sementara aku masih terus berpikir kejadian hari ini yang semuanya terasa sangat menyi
Setelah selesai urusan dengan ayah, aku langsung menghubungi ibu. Mengatakan semua hal yang terjadi, dan untungnya respon beliau tidak begitu panikan terlebih saat ini ia sedang berada di luar negeri. "Udah, kamu tenang aja. Ibu akan pulang sore ini. Lakukan apa yang bisa kamu lakukan..." Pinta ibu dari sambungan telepon. Aku langsung kembali ke luar menemui adik tiriku yang tidak bisa berkutik. "Tania, kamu mau disini atau pulang?" Memberikan penawaran seperti ini memang bukanlah solusi terbaik. Bagaimanapun ia adalah bagian dari keluarga ini. Adikku meski kami dari ibu yang berbeda. "Andrew gimana ya kak?" "Oh iya, nanti aku coba telefon dia bilang semua yang terjadi barusan. Kamu pulang dulu aja kali ya, supaya besok kita bisa sama-sama mikir langkah apa yang harus kita lakukan..." Tania menyetujui rencanaku. Ia pamit dan bergegaas pulang dengan panggilan taksinya. *** Jam terus berputar, sementara aku masih terus berpikir kejadian hari ini yang semuanya terasa sangat menyi
"Eh jangan dibuka dulu...." Aku langsung merebut jurnal itu kembali."Ya kalo gak boleh di buka ngapain lo bawa kesini kan?" Ia membela dirinya."Gue mau nanya dulu sih sebelum lo buka jurnal ini. Takutnya pas lo buka, lo kaget sendiri..." Jelasku."Apa yang mau lo tanyain?" Ia pun terlihat juga penasaran."Lo punya saudara lagi? Atau...." "Apa sih La, pertanyaan itu mah tanpa perlu jawaban dari gue juga kan lo udah tau gue anak tunggal, pewaris tunggal..." Ia masih belum paham arah obrolanku kemana."Iya sih gue kan cuma memastikan aja. Soalnya ini disini gue ngelihat foto bokap lo sama dua orang anak laki-laki....." "Foto apaan emangnya? Sini gue lihat..." Ia mengadahkan tangannya bersiap menyambut pemberian dariku."Sebentar gue buka dulu..." Aku membuka lembar buku ini satu per satu halaman."Ini..." Aku menyodorkan seutas foto yang telah ditempel di dalamnya."Hmmmm, ini fotoku kecil dan papa. Siapa dia?" Andrew pun bertanya tentang sosok pria yang ada disampingnya ini."Bukan
"Hmmmm gue jadi penasaran juga siapa ya sosok ini. Papa mama juga rasanya gak pernah cerita kalo gue punya teman kecil yang akrab banget selama di Indonesia....." Andrew memandangi ponselnya yang berisi foto ayah, dirinya dansatu sosok lain yang saa sekali ia tidak mengenalnya. "Kalo dari raut wajahnya rasanya agak familiar, tapi gak tau juga siapa....." Lagi, Andrew melakukan pembesaran gambar untuk melihat secara detail siapa sosok yang berada di sebelahnya itu.Ia menyentuh layar laptop yang ada dihadapannya, mencoba buka data-data perusahaan sang ayah untuk mencari identitas dari anak ini."Gue harus cari gimana ya?" Celetuknya sebab ya akan terasa sia-sia jika ia buka data perusahaan karena belum tentu identifikasi data pegawai sampai dengan data keluarga keseluruhan, kan....."Gue harus buka album foto lama!" Idenya kali ini jauh lebih menarik. Ya dia berharap bisa mencari tahu siapa anak kecil yang bersama dengannya dalam satu frame foto. Andrew yang lagi sendiri di rumah mew
"Kita bisa ketemu gak?" Terdengar suara pria yang seolah dalam kondisi mendesak."Ada masalah? Waktunya kurang?" Re menggenggam ponselnya erat-erat."Sayang ada apa?" Tika yang berada disampingnya pun kian cemas."Sssshhh....." Renald mengancungkan telunjuk tangan kirinya ke bibirnya dengan mata yang melirik tajam ke arah Tika."Iya. Pokoknya kita harus ketemu sekarang juga!" Pria tersebut mematikan panggilannya."Kita harus putar balik dulu. Gak bisa main golf hari ini..." Re mencari putaran mobil dna berharap masalah yang ada tidak sampai mmenggagalkan rencana besarnya."Ada apa sih?" Tika tidak kalah penasaran dengan sikap aneh sang pacar."Kamu diam aja bisa kan?" Re sedikit membentak.***"Sorry banget kalo gue dadakan ngabarin kalian..." "Udah gak usah basa-basi. Ada apa? Hal apa yang sampe buat kami datang kesini buat ketemu dengan lo?" Renald sudah tidak sabar mendengar hal yang dirasanya cukup ganjil ini."Hufttt... Dokumen yang kemarin kalian kasih ke aku itu semuanya imita