Akhirnya kesalahpahaman itu pun semakin berlanjut tanpa ada kejelasan apapun. Bahkan Keynan tidak tahu kejadian yang menimpa Vanesa setelah gagalnya hari pernikahan itu.
Di dalam hati, Keynan menyimpan rasa salah yang besar. Begitu pula dengan Vanesa, dia juga menyimpan kebencian yang teramat dalam dengan Keynan dan juga keluarga besarnya.Satu bulan berlalu, kondisi mental Vanesa semakin memburuk. Dia tidak mau berbicara bahkan napsu makannya pun menghilang. Kini tubuhnya sangat kurus sekali, yang dia lakukan hanya merenung dan melamun dalam kamarnya. Kalau saja tidak ada Zaskia yang selalu membantu, entah bagaimana nasib Vanesa sekarang."Nes, aku nggak tahu harus bagaimana lagi menghadapimu? Aku sudah berusaha untuk membantu tapi kamu seperti nggak ada semangat lagi. Nes, aku bingung harus bagaimana? Jawab aku, Nes," seru Zaskia di balik pintu.Di dalam kamar, Vanesa tengah duduk di atas ranjang dengan memeluk kedua kakinya. Air matanya mengalir mendengar ucapan Zaskia. Memang, satu bulan ini dia selalu mengabaikan kebaikan sahabatnya itu. Vanesa bersikap acuh bahkan tidak mendengarkan semua perkataannya."Nes, kalau kamu nggak keluar maka besok aku nggak akan kesini lagi. Aku peduli sama kamu, tapi kenapa kamu nggak menghargai usahaku. Nes, aku hanya ingin kamu bangkit dalam keterpurukan ini. Meski sulit tapi aku akan selalu membantumu. Nes, aku mohon keluarlah!" Zaskia terus berusaha untuk memohon pada Vanesa." Pulanglah Zas, nggak usah peduliin aku maaf jika aku selama ini selalu merepotkan mu," seru Vanesa dari dalam kamar. Suaranya sangat lirih.Zaskia menggeram kesal. "Baiklah jika kamu sudah tidak menganggap persahabatan kita, aku akan pergi. Jaga dirimu baik-baik, Nes. Kalau kamu berubah pikiran datanglah ke rumah, nanti sebisa mungkin aku akan membantumu kembali," sahut Zaskia. Akhirnya dia menyerah pada Vanesa.Tak ada lagi jawaban untuk ucapan Zaskia. Gadis itu pun langsung pergi meninggalkan Vanesa sendiri.Beberapa menit kemudian, terdengar teriakan warga dari luar. "Usir ... Usir pezina itu! Komplek ini harus aman dari pezina ...!" teriak sebagian orang yang sedang berkerumun di depan kontrakan Vanesa.Di dalam kamar, Vanesa terkejut mendengar teriakan dan gedoran pintu yang sangat keras."Vanesa keluar kamu, jangan bersembunyi. Lebih baik kamu keluar dan cepat pergi dari komplek sini," teriak salah satu warga.Vanesa memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Dia berjalan dengan berpegangan tembok karena tubuhnya terasa sangat lemas sekali. Vanesa langsung membuka pintu dan melihat apa yang terjadi."Maaf semuanya, ada apa ramai-ramai di sini?" tanya Vanesa bingung."Kamu harus pergi dari tempat ini sekarang. Dasar wanita murahan, komplek ini nggak butuh orang laknat sepertimu," teriak ibu-ibu komplek."Maaf, aku belum mengerti apa yang kalian maksud," seru Vanesa penuh kebingungan."Kamu sengaja berpura-pura 'kan. Atau kamu sedang berpura-pura bodoh.""Hei, Vanesa kamu sebaiknya pergi dari komplek ini. Kita semua nggak ingin terjadi sesuatu karena perbuatan dosamu," seru salah satu warga."Apa salah saya, Pak?" tanya Vanesa pagi.Lalu ada ibu-ibu yang menyerobot memarahi Vanesa. "Heh, Vanesa kamu jangan berpura-pura bego ya. Jelas- jelas kamu itu wanita nggak baik, mending secepatnya kamu minggat dari komplek ini. Ya nggak, bapak-bapak, ibu-ibu?""Ya benar, usir saja dia!""Maaf, bapak-bapak dan ibu-ibu semua. Aku masih bingung dengan yang kalian ucapkan," sanggah Vanesa."Kamu jangan terus membela diri deh, Nes. Kita semua sudah lihat video asusilamu dengan empat orang lelaki. Kamu menjual diri 'kan? Atau jangan-jangan ibumu meninggal karena perilaku anaknya yang buruk, " teriak orang itu.Vanesa terhenyak mendengar ucapan mereka. Dia teringat kembali pada saat penculik itu memperkosanya. "Aku nggak melakukan apapun, kalian salah lihat. Itu bukan aku ... itu bukan aku ...!" teriak Vanesa dia mulai terguncang lagi."Kenapa, kenapa video itu ada handphone mereka? Siapa yang tega menyebarkannya? Atau jangan-jangan, dia yang sudah menyebarkan video itu," tanya Vanesa dalam hati.Semua orang masih terus berteriak dan meminta Vanesa pergi. "Ahh, sudah usir saja dia. Jangan sampai komplek kita yang terkena dampaknya.""Nggak jangan usir aku dari sini. Jangan usir aku dari sini," sahut Vanesa.Semua orang masuk ke dalam kontrakan Vanessa untuk membuang semua barang-barangnya."Jangan aku mohon, jangan usir aku! Aku sudah nggak mempunyai tempat tinggal lagi," seru Vanesa dengan tangis air mata."Sana pergi jauh, bawa semua barang-barang mu pergi dari sini. Dasar wanita pembawa sial," umpat pemilik kontrakan itu. Dia melempar barang dan mendorong Vanesa hingga terjungkal.Vanesa terjatuh di atas aspal. Dia memegang perutnya yang terasa nyeri. Setelah itu Vanesa mencoba bangkit. Dia berlutut sembari memasukkan baju dalam tas.Setelah memasukkan bajunya, Vanesa berjalan meninggalkan kontrakan yang ditempatinya bertahun-tahun. Dia menangis sesenggukan meratapi nasib buruknya.Semua orang menyorakinya dengan pandangan yang sangat hina. Vanesa berjalan sembari memeluk tasnya. Dia berjalan tertatih menahan nyeri di perutnya.Dari kejauhan terdengar suara Zaskia yang memanggil Vanessa untuk berhenti. "Nes, tunggu ...! Kamu mau kemana?"Langkah Vanesa pun berhenti dan menoleh ke sumber suara tersebut. Zaskia langsung memeluk sahabatnya itu dengan penuh rasa iba. "Nes, Jangan pergi, kamu mau ke mana tubuhmu masih sangat lemah sekali," ucap Zaskia." Maaf tapi aku harus pergi, Zas. Biarkan aku pergi. Terima kasih atas semua kebaikanmu padaku. Suatu hari nanti aku pasti akan membalasnya," jawab Vanesa." Nggak, aku nggak akan biarin kamu pergi, Nes. Tinggallah di rumahku ya, Nanti aku akan mohon sama ibu biar dia bisa menerima mu," ujar Zaskia.Vanesa mengendurkan pelukan itu, dia tersenyum getir. " Maaf Zas, aku ingin pergi. Aku sudah nggak di terima di komplek ini. Semoga suatu hari nanti kita bisa bertemu lagi," ucap Vanesa berpamitan.Zaskia pun melepaskan pelukan itu. Mau tidak mau dia harus merelakan keputusan yang Vanesa ambil. "Baiklah jika memang itu sudah menjadi keputusanmu, Nes. Jaga dirimu baik-baik ya, jangan sampai melakukan hal konyol lagi. Kamu harus janji akan menemui aku setelah kamu bangkit. Jangan lupakan aku!"Vanesa mengangguk sembari tersenyum. "Terima kasih atas jasa-jasamu, Zas. Tentu saja aku tidak akan melupakan semua kebaikanmu padaku. Aku pergi!"Vanesa melanjutkan langkahnya. Dia berjalan dan berusaha tegar. Air matanya terus mengalir deras. Lalu dia bersumpah dalam hati, "Aku nggak akan melupakan penghinaan ini. Suatu hari nanti, aku akan membalas kalian semua. Aku nggak akan membiarkan kalian hidup bahagia. Kalian harus merasakan sakit hati ini.""Keynan, tunggu aku! Keluargamu harus merasakan kepedihan yang telah aku alami ini. Aku sangat membencimu, sangat membencimu!" ucap Vanesa penuh amarah dan dendam.Vanesa terus berjalan menuju ke jalan raya. Dia tidak tahu harus pergi kemana lagi. Sesampainya di jalan, ada sebuah mobil yang mendekat. Vanesa menghentikan langkah untuk melihat siapa orang yang ada menuju ke arahnya."Hai gadis yang malang, sekarang kamu sudah menjadi gembel. Kamu tahu bagaimana perasaanku? Tentu saja sangat senang dan bahagia, entah kenapa itu terjadi aku pun nggak tahu," seru Mama Leni pada Vanesa.Vanesa diam tak menjawab hinaan itu. Air matanya terus menetes membasahi pipi.Mama Leni pun terus mengejeknya. "Kenapa diam? Apa kamu juga puas dengan semua yang terjadi? Atau kamu ingin berterima kasih padaku?" ejeknya dengan kasar."Kenapa Tante sekeji itu sama aku? Tante sudah mendapatkan semuanya, apakah masih belum puas sehingga anda terus menindas ku seperti ini?" teriak Vanesa begitu memilukan.Mama Leni menggeram kesal, dia membuka pintu mobil dengan sangat keras dan membuat Vanesa terjungkal ke atas trotoar."Awww ...." pekik Vanesa dengan terus memegangi per
Satu jam berlalu, Aldo masih menunggu di depan ruang rawat Vanesa. Untung saja dia tidak mendapatkan tugas dari Mami Ayu, jadi Aldo tidak repot untuk bolak balik pergi. "Sampai kapan dia terus pingsan? Astaga, kenapa aku penasaran sekali? huh ...."Aldo terus berjalan mondar-mandir dengan terus menolehkan wajah ke arah jendela. Dia terus berjaga hanya untuk melihat Vanesa sadar. Akhirnya harapan Aldo terkabul, Vanesa sadar dari pingsannya."Ahh, dia sudah sadar. Aku harus segera masuk." Aldo segera masuk ke dalam ruangan itu untuk menghampiri Vanesa.Vanesa membuka mata, tubuhnya yang masih lemas dan tak bertenaga sehingga membuatnya sulit berbicara. Aldo langsung menyapa Vanesa. "Hai, apakah kamu sudah baikan? atau ada yang sakit, kamu bicaralah nanti biar aku panggilkan dokter," ucap Aldo pada Vanesa, akan tetapi dia hanya diam saja.Aldo pun melanjutkan pembicaraannya, "Ada satu berita yang harus kamu tahu. Kandunganmu tidak bisa diselamatkan."Vanesa hanya mengangguk sembari menit
Vanesa terkejut mendengar jawaban Aldo yang tak biasa. Dia tidak langsung membalas jawabnya itu. Melihat Vanesa yang bingung membuat Aldo menjelaskan apa maksudnya. "Begini, mami Ayu adalah mucikari di sebuah panti pijat dan juga bar. Dia sudah tertarik padamu, jadi mau nggak mau kamu harus mengikuti keinginannya," sambung Aldo untuk meyakinkan Vanesa.Tubuh Vanesa semakin lemas mendengar itu. Seumur hidupnya sama sekali tidak pernah memikirkan untuk menjadi seorang wanita malam."Maksudmu menjadi wanita malam, apakah dengan melayani pria hidung belang? Apa harus seperti itu? Kalau iya, alangkah baiknya kamu membiarkan aku mati saja. Apa gunanya hidup jika melakukan hal sehina itu. Aku menolak permintaanmu," jawab Vanesa dengan tegas.Aldo ikut bingung dengan jawaban Vanesa. Sebenarnya dia juga tidak tega menawarkan pekerjaan itu pada wanita yang ditolongnya itu. Aldo diam sembari memikirkan jalan keluar yang tepat."Sebelumnya aku minta maaf padamu. Waktu itu aku hanya ingin sekedar
Aldo keluar dari kamar mami Ayu. Dia sangat menurut dengan semua perintah wanita tersebut. Aldo sebenarnya anak dari keluarga berada. Tapi sudah 3 tahun dia tidak pernah kembali ke rumah.Hidup Aldo berubah saat kenal dengan mami Ayu. Dia mendapat pekerjaan sebagai gigolo untuk melayani para wanita kaya yang kesepian. Bahkan dia juga sudah menjadi kepercayaan bagi mami Ayu.Aldo berjalan menuju ke kamarnya. Dia ingin menenangkan diri sejenak, karena setelah bertemu dengan Vanesa hatinya menjadi sedikit kacau.Keesokkan harinya.Aldo sedang bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Hari ini dia akan menjemput Vanesa yang sudah berangsur membaik. Mami Ayu sendiri sudah pergi ke kota karena ada sesuatu yang terjadi di panti pijat miliknya.Awalnya mami Ayu ingin memaksa Vanesa untuk segera keluar dari rumah sakit. Akan tetapi, Aldo meminta sedikit waktu agar Vanesa bisa bersiap. Sepertinya Aldo sudah mulai penasaran pada Vanesa.Membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit untuk sampai di rumah s
Beberapa jam kemudian, Aldo dan Vanesa sudah sampai di kota. Perjalanan yang cukup jauh telah ditempuh. Vanesa masih memejamkan matanya karena tertidur lagi selama di jalan.Aldo membangunkan Vanesa yang tertidur. "Nes, sebentar lagi kita sampai," seru Aldo pelan.Vanesa menggeliat dan mengerjapkan matanya. Dia mengatur posisi duduk dan menegakkan kursinya lagi. Aldo melihat wajah Vanesa sangat kecapekan. Jadi dia menambah kecepatan mobil agar cepat sampai."Aldo aku lapar," ucap Vanesa lirih.Aldo kaget ketika Vanesa memanggil namanya. "Oke, setelah sampai nanti kita makan. Tadi aku mau bangunin kamu, tapi nggak tega," balas Aldo.Beberapa menit kemudian, mobil Aldo sampai juga di tempat pijat mami Ayu. Tempat tersebut terlihat seperti rumah mewah pada umumnya, yang membedakan hanya fungsinya yang serba guna.Mobil berhenti di halaman rumah. Aldo turun dan membukakan pintu untuk Vanesa. "Setelah masuk ke dalam, kamu biasa saja. Nggak usah pedulikan pandangan aneh orang lain ketika m
Vanesa menoleh dan mengangguk pelan. Dia merapikan rambut kemudian turun ke bawah menemui mami Ayu. Suasana rumah mulai ramai, karena baru pertama kali jadi Vanesa masih agak canggung.Sesampainya di bawah, Vanesa langsung menghampiri mami Ayu yang sedang duduk di sofa. "Apa Mami memanggilku?" tanyanya.Mami Ayu menoleh dan menjawab, "Ini ada delivery untukmu. Aldo yang membelikanmu.""Oh, ya kamu ambil juga paper bag itu. Sepertinya anak itu sangat memanjakanmu," sindir mami Ayu dengan lirikan yang sinis.Vanesa mengambil dua paper bag itu kemudian kembali ke kamarnya. Suasana rumah yang bising membuat dirinya sedikit tidak nyaman. Vanesa masuk ke dalam kamarnya, dia meletakkan paper bag itu dan segera mengambil nasi kotak tersebut. "Aku kira Aldo akan lupa untuk membelikan aku makanan. Perutku lapar sekali," gumamnya.Sambil mengunyah makanan, Vanesa membuka paper bag yang satunya. Ternyata, Aldo membelikannya sebuah handphone. "Dia juga membelikan aku barang mahal seperti ini," uc
Vanesa menghentikan tangan Demian yang meraba tubuhnya. Tentu saja hal itu membuat Demian heran. "Kenapa? Bukankah sudah tugasmu melayani kesenangan pelanggan? Atau ini baru pertama kalinya kamu disentuh oleh seorang lelaki?" tanya Demian penasaran. Vanesa mencoba untuk tenang dan santai. Dia bersikap refleks karena mengingat kejadian buruk yang menimpanya dulu. "Maaf, aku hanya sedikit kaget saja karena ini pertama kalinya aku bekerja di tempat seperti ini, " jawabnya. Demian menaikkan satu alisnya. "Apa kamu masih perawan?" tanyanya.Vanesa mengulas sebuah senyuman. "Kalau aku masih perawan, tentu saja nggak akan berada di tempat terkutuk ini, "jawab Vanesa dengan mendekatkan wajahnya.Demian semakin mengeratkan pelukannya. Dia kembali meraba Pinggang dan punggung Vanesa. "Reaksimu ini membuatku sangat menginginkanmu. Bagaimana kalau malam ini kamu yang melayaniku?"Vanesa memundurkan tubuhnya, dia membelai wajah Demian dengan lembut. "Tapi, tujuanku di sini nggak untuk menjual tu
"Emmmhh, Aldo kenapa rasanya kepalaku berputar-putar?" racau Vanesa sambil memeluk Aldo.Aldo terus menatap wajah cantik yang ada di bawahnya. Dia benar-benar sudah jatuh hati pada Vanesa. "Gadis nakal, beraninya kamu menggodaku seperti ini. Apa kamu nggak khawatir kalau aku melakukan sesuatu padamu? Hem?" ujar Aldo sambil tersenyum.Setelah itu, Aldo mengajak Vanesa untuk pulang ke rumahnya. Dia sengaja tidak membawanya pulang ke rumah mami Ayu karena ingin lebih dekat dengan Vanesa.Aldo menggendong Vanesa yang sudah tidak sadar menuju ke mobil. Kemudian, dia melajukan mobilnya menuju ke rumah yang jaraknya tidak terlalu jauh dari bar.Hanya dalam waktu lima belas menit Aldo sampai di rumah. Dia ke luar dan segera membawa Vanesa yang sudah terlelap dalam tidurnya untuk masuk ke dalam rumah.Aldo jalan menuju ke kamarnya. Dia meletakkan tubuh Vanessa di atas ranjang. Vanesa menggeliat dan menampakkan kemolekan tubuhnya."Vanesa, kenapa kamu terus menggodaku seperti ini? Aku ini lelaki