“Baswara! Apa-apaan ini?! Kalian hanya membuang-buang waktu!”
Sena yang sudah kepalang kesal meluapkan amarahnya. Namun Baswara dan anak buahnya malah menertawakannya.
“Kita ini sedang di tengah ujian! Apa kau tidak sadar kalau Anugerah Dewa Kartikeya tengah menekan kita semua?! Nyawa kita semua terancam kalau kalian bertingkah seperti ini?!” sentak Sena lagi, berharap agar Baswara mau memahami kondisinya.
“Persetan dengan itu semua! Ujian ini bisa kulalui dengan mudah! Tapi tidak akan pernah aku rela melihat kalian lulus!” balas Baswara murka.
“Walaupun itu bisa membuatmu ikut gagal juga?! Dasar gila! Kalaupun kau ada masalah denganku atau Raksha, lebih baik kita selesaikan dengan jantan di luar ujian ini! Jangan disini, dungu!”
“Kau takut, Sena?! Kau takut, kan?! Hahahahahaha! Aku tahu kau takut! Rasakan! Itulah akibatnya karena kau melawanku! Jangan salahkan aku! Salahkan si gembel tua itu ya
“Sena, ayo!”Raksha menarik Sena yang masih kebingungan. Diantara gerombolan Baswara yang berlarian menuruni anak tangga, Raksha malah menarik paksa Sena untuk lanjut naik anak tangga menuju puncak kuil.“Raksha! Jangan! Ada siluman aneh itu! Dia sepertinya bukan siluman yang bisa diremehkan!”Sena menahan tarikan Raksha karena cemas. Dia menahan Raksha lebih kuat saat melihat Suja baru saja membanting dan menendang kuat pendekar muda yang berlarian menghindarinya satu persatu. Setiap pendekar muda yang habis dihajar olehnya langsung kehilangan kesadaran.“Ini kesempatan kita, Sena! Aku tahu ini berbahaya, tapi kita harus melaluinya!” tegas Raksha.Sena masih khawatir, tetapi dia tidak mau mengecewakan Raksha dengan rasa takutnya. Dia dan Raksha sudah berjanji untuk berhasil di ujian ini apapun tantangannya. Setelah dia menelan semua ketakutannya, dia pun ikut berlari Bersama Raksha menaiki anak tangga kuil.
“Dimana anakku?!” seru Gesang tidak sabar sembari beranjak keki. Para petinggi padepokan yang berada di selasar timur tampak gagap melihat kekesalan Gesang.Krisnobroto pun ikut beranjak karena sama paniknya. Harsa yang menyadari hal itu berderap lari meninggalkan pasukannya lalu segera melihat ke anak tangga untuk memastikan Baswara tengah berjalan ke puncak kuil, tetapi hasilnya nihil.Puluhan pendekar muda yang sudah berbaris rapi di tengah puncak kuil tampak keheranan dengan riuh di kalangan petinggi padepokan. Sena pun merasakan hal yang sama.“Kenapa ritual pelantikannya belum dimulai?” bisik Sena.“Mereka masih mencari orang yang paling penting di ujian ini.” balas Raksha.Sena terdiam sejenak lalu tersadar apa yang dimaksud Raksha. “Mereka menunggu Baswara? Aku ragu kalau dia bisa bertahan setelah diserang siluman kuat itu.”Raksha hanya mengangguk.“Apa kita perlu memberit
“Serang sesuai rencana, Asoka, Suja.”Perintah Raksha terdengar lugas di dalam kepala Asoka dan Suja. Perintah tuannya itu langsung menggerakan Asoka dan Suja berlari melesat ke arah pasukan Kanezka dan puluhan pendekar muda.“Lindungi Tuan Gesang dan Petinggi Padepokan!” seru salah satu prajurit Kanezka disana.Sena terdiam kaget melihat Asoka yang ternyata menerjang kerumunan pendekar muda. Lima pendekar muda yang ada sekitar 50 kaki didepannya itu terpental hanya dengan satu tendangan kuat Asoka. Tatapan Asoka menajam saat sadar kalau Sena tengah melihatnya.Sena reflek mengangkat kedua tangannya. Cahaya perak Kanuragan Khsatriyans yang memancar di lengan kanannya seketika membentuk perisai perak yang kokoh, tetapi tidak cukup kuat menahan tendangan lutut Asoka yang datang menghantam. Sena terpental sejauh 10 kaki dengan perisai perak yang penyok.Baru saja Sena hendak bangun, Asoka datang dengan cakar yang hendak mengoya
“Suja, Asoka, bersiaplah mundur sesuai rencana.” perintah Raksha dalam hati.“Siap, Yang Mulia.” balas Suja dan Asoka bersamaan terdengar didalam kepala Raksha.Raksha melihat Chandra masih berjuang menahan pukulan dan tendangan Suja yang kuat dengan perisai dan pedangnya. Di tengah aduan serangan yang intens itu, Chandra lengah karena luka yang tengah dia derita sehingga Suja berhasil mencekiknya kuat.Perisai Chandra lepas dari genggamannya, tetapi dia masih menggenggam pedang peraknya sekuat yang dia bisa. Krisnobroto dan Gesang yang ada di belakangnya tampak cemas dengan kondisi Chandra yang wajahnya perlahan membiru karena kekurangan napas.Di tengah keterdesakan itu, Raksha pun tiba. Dia meloncat tinggi lalu menusuk kedua pundak Suja dengan keris gandanya.Suja mendadak limbung. Dia terpaksa melepas Chandra yang langsung terbatuk keras, berusaha meraup sebanyak udara yang dia butuhkan.Raksha menyeret keris pera
“Raksha!”Sena buru-buru menghampiri lalu merangkul Raksha yang hampir terjatuh. Kecemasannya kian menjadi melihat lengan kanan Raksha yang terkilir.“Jangan bergerak, biar aku bantu sembuhkan.” Sena perlahan meraih lengan kanan Raksha. Cahaya perak Kanuragan Khsatriyans yang memancar dari telapak tangan kanannya itu memberikan sensasi dingin sehingga rasa perih yang terasa di tangannya lambat laun redam.Raksha belum berkomentar apapun. Dia melihat prajurit Kanezka tengah kelimpungan merawat sesama rekannya yang terluka, termasuk para petinggi padepokan. Tidak ada pendekar muda yang tewas, tetapi mereka mengalami luka serius.Di tengah kekacauan itu, Krisnobroto pun mengacungkan tangan kanannya tinggi ke arah patung Dewa Kartikeya. Dia memejamkan matanya agak lama untuk berkonsentrasi sampai akhirnya sepanjang lengan kanannya memancarkan cahaya perak terang.Cahaya perak Kanuragan Khsatriyans milik Krisnobroto membuat dua m
Terlepas dari kebenciannya terhadap Kanezka, Pancaka, dan Pendekar Pedang Cahaya yang zalim, Raksha tidak bisa berbohong kalau liontin perak di kalung yang tengah dia kenakan itu memancarkan cahaya perak kebiruan yang indah.Kalung perak dengan liontin berbentuk segi sembilan itu dipercaya sebagai ‘bagian’ dari Dewa Kartikeya, yang juga menjadi tanda simbolis bahwa orang yang mengenakan itu telah diberi amanah oleh Dewa Kartikeya untuk menjadi Pendekar Pedang Cahaya di Nusantara.Lucunya, Raksha tidak pernah menyangka kalau Dewa Kartikeya ‘rela’ memberikan sebagian anugerahnya pada dirinya yang sejatinya adalah pendekar dunia arwah. Entah apa yang dewa konyol itu pikirkan. Dia akan menyesal saat Pendekar Pedang Cahaya dan Kerajaan Kanezka runtuh dengan kekuatannya sendiri nanti, pikir Raksha.“Para dewa adil ketika mereka menganugerahkan kekuatannya pada para pendekar yang mereka percaya. Nusantara membutuhkan keadilan seperti ini,
“Tegakkan kepala kalian! Simpan teguh semangat suci ini di hati kalian! Pendekar Pedang Cahaya akan menyinari Nusantara dari kegelapan Pendekar Dunia Arwah yang terkutuk! Perjalanan kalian baru dimulai disini! Tunjukkan keloyalan kalian kepada Kanezka!”“Siap!”Seruan Krisnobroto yang menggaung hebat di padepokan Udayana langsung dibalas dengan seruan puluhan pendekar muda yang baru saja dilantik menjadi Pendekar Pedang Cahaya setelah melewati tiga ujian pokok selama pelatihan. Raksha, Sena, dan Baswara ada diantara barisan Pendekar Pedang Cahaya tersebut.Usai upacara pelatikan, para Pendekar Pedang Cahaya baru pun kembali ke keluarganya dengan senyum merekah dan penuh kebanggaan. Raksha melihat senyum para pendekar baru itu dan tangis haru keluarganya yang menyambutnya. Sepertinya menjadi Pendekar Pedang Cahaya adalah suatu kebanggaan terbesar di kalangan Kerajaan Kanezka.Namun bagi Raksha, julukan Pendekar Pedang Cahaya yang ki
“Aw…”Rasa perih yang menusuk di punggung Raksha kembali terasa. Raksha merasakan rasa sakit yang janggal ini semenjak di hari ketiga dalam perjalanannya menuju Kota Rasagama.Raksha tidak pernah terbentur, terbakar, ataupun terhantam di bagian punggung yang terasa perih itu sebelumnya. Rasa sakit ini muncul sekonyong-konyong. Untungnya dia bisa menekan semua keperihan itu dengan Kanuragan Ozora sehingga dia dapat menyembunyikan itu didepan Sena.“Titik nyerinya berasal dari bekas luka bakar yang terpatri di punggung anda, Yang Mulia.”Informasi Asoka kemarin itu membuat dia berpikir kalau luka bakar yang di punggungnya dulu berasal dari Prajurit Kanezka yang menempelkan besi panas berbentuk simbol segi sembilan di tiap penduduk desanya, termasuk dirinya. &nbs