Pagi-pagi sekali Aya sudah bangun, setelah sholat subuh bersama Dafa. Perempuan itu tak tidur kembali, ia lebih memilih membersihkan apartemen suaminya.
Mungkin karena Dafa tinggal sendiri dan dia juga seorang pria makanya. Apartemen tersebut sedikit tidak terurus, ada debu di bagian-bagian barang.
Seperti rak buku, meja televisi, Dan juga guci-gucinya. Dafa sebenarnya tidak ingin Aya mengerjakannya, tapi karena paksaan dan ke keras kepalaan sang istri akhirnya Dafa mengizinkannya, namun dengan syarat jangan terlalu lelah.
Jika sudah capek Aya harus segera menghentikan aktivitasnya, biarkan nanti dia menyewa cleaning service.
Pukul setengah tujuh Aya baru saja selesai membuat sarapan, sementara Dafa masih berada di kamar sedang bersiap-siap karena akan pergi ke Cafenya.
Sudah hampir dua minggu dia tidak mengunjungi tempat usahanya itu, apalagi sebentar lagi dia harus pergi ke luar negeri.
Dia ingin sebelum pergi, Cafenya ada yang mengurus ag
Sore hari langit terlihat begitu cerah, secerah hati seorang pria yang sepanjang hari ini tak melunturkan senyumannya dari wajah tampannya, siapa lagi kalau pria itu bukan Dafa. Pria tersebut terlihat begitu bahagia, bahkan dia kerap kali mendapatkan ejekan dari para karyawannya, namun biasanya Dafa akan marah jika ada anak buahnya yang suka menggodanya. Lain kali ini, dia tampak salah tingkah dan terlihat semburat merah di pipinya. Sungguh seperti anak muda yang sedang jatuh cinta, tapi dia tak peduli karena memang saat ini Dafa sangat bahagia dan sedang di mabuk cinta.Dafa yang saat ini sedang berada di jalan menuju rumah, namun dia berniat untuk mampir membelikan hadiah kecil untuk istrinya.Dafa memarkirkan kendaraannya lalu menaruh helm di atas tangki motor, lalu masuk kedalam sebuah toko."Selamat datang di toko kami, ada yang bisa kami bantu." sambut seseorang di depan toko tersebut.Dafa hanya mengangguk sekali dan berjalan mengelilingi toko itu
Dafa bisa bernapas lega, sebab hingga saat ini dia berhasil membuat Aya dan Rama tidak bertemu, dan saat ini ia bersama Aya sudah berada di bandara untuk pergi ke negara inggris.Nanti setelah dari luar negeri pun dia berharap tidak akan bertemu, karena setelah dari Inggris Dafa mengajak Aya tinggal di rumah yang sudah di persiapkan oleh Tito seperti yang dia harapankan.Meskipun tidak terlalu besar dan mewah, paling tidak dia sudah berhasil membeli tempat tinggal dari hasil kerja kerasnya.Dafa menoleh memandang Aya yang hanya diam meremas tangannya, pria itu meraih tangan Aya lalu ia genggam memberi senyum terbaik untuk istrinya."Mas, perjalanan kita ke sana berapa lama?" tanya Aya menggerakkan satu tangannya."Sekitar lima belas atau enam belas jam," jawabnya, Aya tampak mendelik tidak menyangka selama itu.Dia tertunduk memandang kosong kearah lantai, selama itukah ia berada di atas awan. Selama itu pula rasa takutnya akan datang.
Tiba di Apartemen yang di sewa Tito, Ayana terpana dengan bentuk interiornya, Apartemen tersebut lebih besar dan lengkap di bandingkan apartemen milik Dafa yang ada di Jakarta."Kenapa?" tanya Dafa kala melihat sang istri diam di dekat pintu."Oh.. Tidak Mas, aku hanya kaget kenapa apartemennya mewah dan besar sekali?" Dafa mengulum senyum merangkul Aya dan di ajak duduk di sofa."Pemilik apartemen ini kebetulan teman dekatnya Tito, aku juga beberapa kali ketemu. Dia ngasih harga cukup murah, lagian semua sudah di tanggung karena aku datang kesini juga mewakili negara kita," jelas Dafa yang di angguki mengerti oleh Aya."Kira-kira Mas nanti akan membuat masakan apa?"Pria itu menaikkan bahunya. "Belum tau, soalnya tunggu instruksi dari mereka," Dafa merebahkan kepalanya di pundak Aya."Aku lelah, aku tidur sebentar ya?" Aya mengangguk membiarkan Dafa tertidur di pundaknya.Perempuan itu memperhatikan wajah damai Dafa yang sudah terlel
Sudah hampir dua minggu mereka tinggal di kota Inggris, dan dua minggu pula Aya selalu sendiri di apartemen, kadang ia berpikir. Jika tau dirinya sendiri di sini, lebih baik dia tetap tunggal di Jakartalelahnya, mengurus cafe atau restoran. Sungguh ia merasa kesepian dan bosan, Dafa selalu pulang larut malam, tidak sempat mengobrol ataupun membahas pekerjaan, ingin bertanya di pagi harinya. Aya tidak tega, sepertinya memang suaminya itu sedang sibuk. Terlihat dari raut wajah lelahnya. Tapi sampai kapan akan seperti ini, jika terus terusan seperti ini. Dia tidak betah. Malam ini Aya bertekad untuk menunggu suaminya untuk pulang, ia tak boleh ketiduran lagi. Dia sering sekali tertidur ketika menunggu Dafa pulang.Ayana berusaha terjaga ketika jam menujukan pukul sebelas malam, belum ada tanda tanda terdengar smartloockdoor nya berbunyi. Hampir saja Aya ketiduran, namun urung ketika mendengar pintu terbuka. Muncul Dafa yang terlihat melepas sepatunya. "Lho Aya, Kamu belum tidur? "
Hari ini Dafa moodnya sedang bagus, sepanjang perjalanan menuju tempat pelatihan. Ia terus tersenyum, menyapa orang orang yang ada di sana. Hari ini dia yakin tidak akan gagal lagi, dia sudah banyak belajar masak masakan Indonesia dari Aya, Dafa bertekad untuk menyajikan makanan yang luar biasa. Dia juga tidak ingin mengecewakan Ayana, wanita itu sudah membantunya banyak, ada rasa sesal dari dirinya tak bercerita dengan Aya dari awal. Mungkin jika bercerita dengan istrinya, dia takkan akan kesulitan dan mendapatkan teguran terus menerus dari sang kepala Chef. "Selamat pagi," sapanya penuh riang. "Pagi," serempak orang orang yang di sana menjawab, namun dengan wajah bingung dan saling pandang."Kenapa dia? mukanya cerita gitu, kemarin masih di tekuk. Apalagi habis kena omelan Kepala Chef." bisik salah satu dari mereka. "Nggak tau, habis menang lotre kali," jawab asal lawan bicaranya lalu terkikik geli. "Ciee,, semangat banget, padahal kemarin dapet ceramah panjang dari kepala Ch
Setiap kerja keras, tidak akan pernah mengkhianati hasil, jika kita melakukannya dengan bersungguh sungguh dan penuh semangat. Apa yang di harapkan bisa tercapai, pun yang di alami Dafa, dari hasil kerja kerasnya membuat beraneka ragam makanan Indonesia, semua bisa berjalan begitu lancar. Meskipun mengerjakannya sendiri, tak membuatnya patah semangat, dan ketika mereka mulai merasakan makanannya. Semua terlihat begitu senang, mereka bilang. Masakan Dafa jauh berbeda dari hari sebelumnya, apalagi kepala Chef. "Hmm." beliau mengangguk anggukan kepala sangat menikmati makanan yang sedang dia coba."Masakan yang seperti ini, yang saya rasakan ketika mencoba masakanmu di Jakarta. pertahanan, hingga hari H nanti. Jangan sampai kamu mengecewakan perwakilan negara kita." kata kepala Chef, tangannya tak henti menyendokkan makanan ke mulutnya. "Alhamdulillah," syukur Dafa bernapas lega. "Saya janji Chef, saya akan mempertahankan cita rasa yang saya buat malam ini, dan Inshallah akan lebih
Tidak ada yang lebih membahagiakan, ketika bisa melihat senyuman dari orang yang kita cinta, apalagi senyum itu kita yehh buat. Itulah yang di rasakan Dafa, pria itu tak bisa melunturkan lengkungan dari bibirnya, saat melihat wajah berseri dan bahagia yang di perlihatkan oleh Ayana. Wanita itu bahagia, bisa di ajak keliling kota London, tempat pertama yang Dafa ajak adalah menara Big Ben, siapa yang tidak kenal dengan menara tersebut. Begitu pun Ayana, ia sampai berdecak kagum. Rasanya masih tidak percaya jika dirinya sekarang berada di tempat yang biasanya dia lihat di televisi ataupun sosial media. Sejarah, Big Ben adalah nama yang diberikan kepada lonceng besar yang berada di dalam menara jam yang berada di Istana Westminster, Kota London, Inggris. Namun masyarakat dunia banyak yang menamai menara jam ini sebagai Big Ben, padahal masyarakat Inggris sendiri menyebutnya sebagai “the clock tower” atau menara jam, saja.Di tahun 2012, menara jam ini mendapatkan nama resminya, yakni
Sebisa mungkin Dafa mengejar Aya dan meraih tangan wanita itu agar menghadap kepadanya, Ayana memberontak minta di lepaskan. "Lepas Mas! aku mau pergi, kalau Mas mau makan dengan teman-teman Mas. Silahkan, aku tidak ikut!" kata Aya menggunakan bahasa isyarat dengan gerakan satu tangannya. Sementara satu tangannya lagi masih di genggam oleh Dafa cukup kencang. "Please, sayang. Dengerin dulu penjelasan aku ya, kamu tenang." titah Dafa meraih kedua pundak Aya untuk memandang ke wajahnya. "Lihat aku," suruh Dafa, namun Aya tetap bergeming enggan menatap suaminya. "Ayana! tolong lihat aku." hardik Dafa yang kali ini sedikit meninggikan suaranya. Dengan terpaksa, Aya mengangkat wajahnya. membalas tatapan Dafa yang tadinya tajam. Kini berangsur melembut. "Mereka teman-teman aku di tempat latihan, mereka baik. Nggak seperti teman aku yang dulu,""Tapi tetap saja Mas, aku trauma dengan kejadian yang seperti dulu. Aku bukan mikir tentang diri aku, tapi aku mikirin tentang kamu Mas,"Dafa