Setelah mengobrol hampir selama dua jam, Cologne ingin pamit untuk pulang ke rumahnya.
“Ah, benar-benar sangat menyenangkan setiap kali mengobrol dengan Anda. Rasanya sedikit beban di hatiku ini telah terangkat,” ucap Cologne dengan jujur.Tuan Ash tersenyum. “Kalau begitu sering-seringlah datang kemari. Aku juga sangat berterima kasih karena kau sudah mau datang kemari untuk mengunjungi orang tua yang kesepian ini,” kata Tuan Ash yang menyelipkan sedikit candaan di sana.“Akan aku usahakan.” Cologne bangkit berdiri dari sofa yang diikuti juga oleh Tuan Ash yang mengetahui bahwa pemuda itu sebentar lagi akan pulang. “Terima kasih, Tuan Ash untuk jamuannya. Aku akan pulang,” ucap Cologne sembari meraih jaketnya yang ia sampirkan di sofa milik Tuan Ash.Tuan Ash mengangguk dan mengantarkan pemuda tersebut sampai di depan pintu rumahnya. Namun sebelum melihat pemuda itu benar-benar pergi meninggalkan rumahnya, Tuan Ash sempat bertanya seperti ini pada pemuda tersebut, “Nak, tampaknya aku merasakan ada sesuatu yang buruk tengah mengikutimu, apa kau merasa baik-baik saja?” tanya Tuan Ash cemas. Pria tersebut bisa merasakan hawa jahat yang terus mengikuti keberadaan Cologne. Dia pikir pemuda tersebut baru saja mengalami ‘ketempelan roh jahat’ yang berbahaya.Cologne tersenyum kecut. “Sungguh, aku baik-baik saja. Tuan tidak perlu merasa cemas,” jawabnya sedikit gugup. Tampaknya Cologne merasa sedikit takut bahwa Tuan Ash bisa saja mengetahui sesuatu yang telah dengan sengaja ia sembunyikan dari pria tersebut.Tuan Ash merogoh saku celana kain hitamnya lalu mengeluarkan sebuah botol kecil berisikan air suci untuk diberikan pada Cologne. “Ambil ini. Aku harap benda ini dapat sedikit membantumu. Dan sering-seringlah berdoa agar kau selalu dilindungi Tuhan,” pinta Tuan Ash yang mencemaskan keadaan Cologne.Cologne mengambil botol kecil tersebut dengan sedikit ragu. Dia sebenarnya ingin menolak. Dia berpikir meskipun Tuan Ash mencoba ingin melindunginya pada akhirnya hanya akan berakhir menjadi sia-sia saja karena iblis semacam Berlin tentu saja tidak akan pernah mempan dengan menggunakan air suci dalam jumlah yang sangat sedikit.Tersenyum setelah menerima botol pemberian Tuan Ash, Cologne kemudian benar-benar pergi dari rumah tersebut dengan perasaan sedikit tidak nyaman di hatinya.***
“Hei …. ” panggil Berlin yang tiba-tiba saja muncul di samping tubuh Cologne dalam wujud asap.
“Apa?” tanya Cologne dengan suara yang terdengar sedikit ketus.“Aku pikir kau melewatkan sedikit bagian dari rencana perjalananmu,” kata Berlin tiba-tiba.“Jangan sok tahu!” balas Cologne acuh.Meskipun, Berlin tahu bahwa Cologne akan terus berusaha mengacuhkan dirinya atau mencoba untuk tidak berbicara lebih banyak. Dirinya tahu, bahwa Cologne tentu saja tidak akan bisa mengabaikan satu hal ini.“Kau sebenarnya berencana untuk pergi ke makam Jo bukan? Aku tahu hal itu karena aku bisa membaca pikiranmu. Kau tidak bisa berdalih. Dasar pengecut!” sindir Berlin.“Cih … jangan ikut campur!” Cologne mengacungkan jari tengahnya. Sekarang dia terlihat seperti orang gila yang berbicara seorang diri. Bersyukurlah jalanan saat ini terlihat sepi, jika tidak maka jelas ia akan dianggap sebagai orang aneh yang terus berbicara sendirian di sepanjang jalan.Berlin tertawa, “Hahaha … dasar bodoh. Kau tidak berani datang ke makam Jo karena kau masih terus merasa bersalah padanya bukan? Astaga di mana letak keberanianmu itu? Kau terlihat seperti kalkun tua yang menyedihkan,” ejek Berlin tidak ada habis-habisnya. Iblis nakal itu tidak akan pernah berhenti untuk mencoba mengganggu Cologne.
Cologne menutup kedua telinganya dan berteriak seolah-seolah ada objek yang benar-benar terlihat nyata di hadapannya saat ini, “BERISIK DIAM KAU SIALAN!” teriak Cologne murka.“Bah. Tampaknya kejiwaan bocah ini kembali kambuh,” sindir Berlin.***Di Rumah
“Kau ingin tidur?” tanya Berlin saat mendapati Cologne kini telah rapi dalam balutan piayama sederhana miliknya.Cologne menatap Berlin dengan wajah datar. “Tidak sekarang aku sedang mencoba simulasi kematian,” jawabnya asal.“Oh kalau begitu dengan sukarela aku akan membantumu,” kata Berlin kesenangan. Bayangan itu lalu menerbangkan pisau ke arah Cologne.Cologne mendecak kesal, “Ck berhentilah main-main! Aku ingin istirahat,” tukasnya dengan cepat. Pemuda itu membersihkan tempat tidurnya terlebih dahulu lalu naik ke atas sana dengan perasaan nyaman. Setelah nyaman berada di posisi tersebut tiba-tiba saja Cologne bertanya pada Berlin yang kini tengah melayang-layang di atas kepalanya, “Hei menurutmu apa sebaiknya aku berhenti saja dari pekerjaan yang kumiliki sekarang?”“Kau ingin jadi tunawisma?” cemooh Berlin.“Sialan kau.”“Kau yang sialan.”Meskipun tahu bahwa Berlin tidak akan pernah memberi jawaban yang menyenangkan, Cologne tetap saja masih bertanya pada sosok iblis tersebut."Hei," panggil Cologne."Apa?""Apa kau tahu alasan mengapa akhir-akhir ini aku sering bermimpi buruk?" tanya Cologne yang sejujurnya tengah mencurigai Berlin. Pemuda itu berpikir bahwa penyebab dari mimpi buruk yang akhir-akhir ini ia alami berasal dari gangguan sosok iblis yang tengah menumpang di rumahnya saat ini."Tidak tahu. Mungkin itu pertanda bahwa sebentar lagi kau akan dikirim ke neraka," jawab Berlin dengan asal."Aarrghh ... bisakah kau memberi jawaban yang sedikit masuk akal?! Kau itu iblis!" jerit Cologne frustasi. Dia merasa kesal karena semua pertanyaan yang ia ajukan untuk Berlin sama sekali tidak ada yang dijawab dengan benar.Berlin mendecak, "Ck. Kalau kau ingin mendapat jawaban yang benar, sana bertanyalah pada malaikat atau Tuhan! Kau itu bodoh atau apa? Mengharapkan jawaban yang benar dari sosok iblis?" balas Berlin tak kalah frustasinya dengan Cologne.Cologne langsung terdiam dan menutup wajahnya dengan selimut. Diam-diam dia merasa malu sekaligus bodoh karena perkataan Berlin memang tidaklah salah. Kalau dia ingin mengharapkan jawaban yang benar mengapa ia tidak bertanya saja pada Tuhan dalam doanya?***Berlin menghembuskan nafasnya secara kasar dan merasa sedikit frustasi karena sudah meladeni tingkah laku konyol dari Cologne. Iblis itu sejenak merasakan kepintaran yang ia miliki mendadak turun drastis setelah berbicara dengan manusia aneh seperti Cologne."Sialan mengapa aku harus terlibat dengan manusia aneh seperti dirinya?" keluhnya kesal."Dia memang sedikit aneh tapi dia adalah sosok yang cerdas yang pernah kutemui," ujar seseorang yang tiba-tiba saja muncul di hadapan Berlin.Berlin yang mendengarkan suara tersebut langsung mendongkak. Dan setelah berhasil melihat sosok tersebut lebih jelas, Berlin merasa semakin kesal. "Kenapa baru muncul sekarang?" tanyanya ketus.Sosok tersebut yang tak lain tak bukan adalah arwah dari Heilige Potsdam atau Jo yang merupakan sahabat Cologne yang telah tiada.Berlin yang mendengarkan suara tersebut langsung mendongkak. Dan setelah berhasil melihat sosok tersebut lebih jelas, Berlin merasa semakin kesal. "Kenapa baru muncul sekarang?" tanyanya ketus. Sosok tersebut yang tak lain tak bukan adalah arwah dari Heilige Potsdam atau Jo yang merupakan sahabat Cologne yang telah tiada. "Hahaha ... kau terlihat sangat frustasi hanya karena berbicara dengannya." Jo tidak bisa menahan tawanya saat mendapati Berlin terlihat begitu frustasi hanya karena menghadapi sahabatnya tersebut. "Sialan kau!" maki Berlin. Jo menghentikan tawanya lalu menatap Berlin dengan tatapan sendu khas miliknya. "Kau, apakah kau bisa menyanggupi janjimu untuk menjaga Cologne?" tanyanya dengan suara yang kecil. Tentu saja dia tahu ini merupakan pilihan buruk ketika menitipkan sahabatmu pada sesosok iblis. Berlin mendengus,
Cologne ingin protes namun dirinya langsung sadar bahwa saat ini ia melihat banyak kerumunan orang seperti di kantor pada umumnya.Apa-apaan ini? jerit Cologne dalam hatinya. Pemuda itu takut kalau Berlin benar-benar sudah mengirimkan dirinya ke kantor saat ini juga.“Oh, Cologne kau datang cepat sekali. Apa kau baru saja menggunakan jasa terbang Superman? Hahaha … kawan aku tahu kau pasti sudah sangat merindukan pekerjaanmu,” ujar seseorang yang tiba-tiba muncul di samping pemuda tersebut.Cologne nyaris terkena serangan jantung. Saat menyadari bahwa dirinya benar-benar dikirimkan ke kantornya oleh Berlin. Pemuda itu langsung memukul-mukulkan kepalanya sendiri ke lantai.“Astaga Cologne, apa kau baik-baik saja?” tanya Eden yang merupakan senior Cologne di kantornya sekaligus orang yang menelepon dirinya sebelumnya.Tidak hanya Eden saja yang merasa heran sekaligus terkejut dengan aksi beringa
Tidak,” jawabnya dengan singkat.Eden mengerutkan keningnya. Apa dia tidak salah dengar? Cologne yang sebelumnya selalu sukses dalam menangani beberapa kasus sulit. Tiba-tiba saja menjadi berubah drastis seperti ini. Terlihat sama sekali tidak ada niat untuk bekerja.“Kau ini kenapa jadi seperti ini? Apa sekarang kau benar-benar berpikir untuk resign?” keluh Eden. Laki-laki itu merasa putus asa saat melihat kelakuan Cologne yang tampak ogah-ogahan dalam menangani kasus.“Ck. Sifat pesimismu itu selalu saja terlihat menyebalkan. Ambil ini!” Cologne melemparkan catatan ke arah Eden dengan wajah kesal. “Sekarang giliran timmu yang bekerja!” tandasnya.Eden mengambil catatan tersebut lalu membaca isinya. Laki-laki itu kemudian mencoba untuk menghubungi timnya dan meminta untuk melacak sebuah tempat yang sesuai dengan catatan diberikan oleh Cologne.Cologne melirik sinis ke arah Eden. “Kalau kau p
“PERSETAN AKU TIDAK PERCAYA DENGANMU!”Cologne yang sudah kehabisan rasa kesabarannya kemudian langsung melancarkan pukulan Oi-Zuki-Chudan yaitu pukulan yang mengarah ke perut atau ulu hati. Katakanlah saja bahwa pemuda itu memang berada di level pemula dalam bela diri taekwondo namun tidak berlaku dalam bela diri karate.Begitu mendapatkan serangan tersebut Tuan Margot langsung mengalami muntah-muntah selayaknya ibu hamil. Pria itu jatuh terkapar di atas lantai dan langsung membuat anak buahnya menjadi merasa ketakutan sekaligus panik.Filip yang merupakan salah satu anak buah Tuan Margot langsung mendatangi pria tersebut dan membantunya.Dengan wajah masam Cologne kembali bertanya pada pria tersebut, “Apa kau masih belum ingin memberikan informasinya padaku?” tanyanya dengan wajah seram.“Uhuk … uhuk … uhuk … baiklah aku akan memberitahukanmu. Sebenarnya ada seorang pria yang
Di Dalam Mobil PenculikCologne yang sebelumnya berada di mobilnya sendiri kini telah berpindah ke dalam mobil si pelaku penculikan anak.Berlin rupanya telah memindahkan Cologne ke dalam mobil Si Penculik. Iblis itu sebenarnya merasa gemas karena melihat Cologne terlalu lama untuk mengejar si pelaku penculikan karena itu ia berniat untuk membantunya sekaligus guna mendapat hiburan.“Hah? Siapa kau?!” jerit Si Penculik yang terkejut mendapati seorang pria asing masuk ke dalam mobilnya secara tiba-tiba.“Kau tidak perlu tahu itu!” seru Cologne sembari melancarkan serangan ke arah Si Penculik. Dengan cepat pemuda itu melumpuhkan Si Penculik dan membuatnya langsung tak sadarkan diri. Setelah melumpuhkan Si Penculik, Cologne langsung mengambil alih setir mobil yang ia rasa aneh.Berlin yang melihat aksi dari Cologne tersebut merasa tidak terlalu terpukau.“Kau benar-benar terlihat tidak keren
Cologne dengan langkah terburu-buru mencoba menghindari Eden dan pergi meninggalkan begitu saja. Dan sementara itu Eden yang masih berdiri di tempatnya merasa heran dengan sikap aneh yang ditunjukkan oleh juniornya tersebut.“Apa ini memang pertanda bahwa aku harus melakukan pembersihan (penyucian) di kantor?” gumam Eden pada dirinya sendiri. Laki-laki itu berpikir bisa saja kantornya akhir-akhir ini menjadi tempat perkumpulan dari berbagai arwah gentayangan sehingga membuat orang-orang yang bekerja di sana menjadi ‘ketempelan’.***Halte BisSetelah menyadari uangnya tidak cukup untuk membayar taksi. Mau tidak mau Cologne terpaksa menggunakan bis untuk pulang ke rumahnya.“Kalau kau menolak tawaran Eden. Kenapa kau juga masih menolak tawaranku? Kau hanya merepotkan dirimu sendiri bodoh. Aku bisa langsung memindahkanmu ke rumah,” omel Berlin yang kini berdiri tepat di samping tubuh Cologne.
Hujan saat ini turun dengan sangat deras. Cologne yang baru saja keluar dari kantornya langsung membuka payung miliknya. “Bukankah ini sangat menyebalkan, cih aku benci hujan,” keluh Cologne berbicara pada dirinya sendiri. Laki-laki itu kemudian berjalan melewati tetesan air hujan yang membasahi payungnya.***Sepanjang perjalanan menuju ke rumahnya. Cologne sama sekali tidak tertarik dengan keadaan sekitarnya. Pemuda itu hanya sibuk menatap lurus ke depan dan di kepalanya pun hanya terpikirkan rumah dan kasur yang hangat.Dan di tengah rasa ketidakpedulian pada sekitarannya itu. Cologne tiba-tiba saja berhenti berjalan. Pemuda itu menemukan seekor kucing kecil berwarna putih yang kebasahan.Apa peduliku soal ini? Toh kalau tidak ada yang memungutnya paling dia juga ujung-ujungnya akan mati, kata Cologne dalam hatinya.Dia benar-benar bersikap acuh dan sama sekali tidak peduli pada keberadaan makhluk malang yang ber
Pada mulanya Cologne ingin membiarkan saja kucing tersebut. Cologne melihat pria yang tengah membawa kucing itu memiliki tubuh yang sangat kekar. Namun di satu sisi hatinya terasa tidak enak jika dia membiarkan kucing tersebut begitu saja. Cologne menjadi selalu teringat akan Jo. Dan pada akhirnya pemuda tersebut memutuskan untuk tetap menyapa orang asing tesebut.“Permi .... “ Ketika Cologne ingin menyapa orang asing tersebut tiba-tiba saja dirinya mendapatkan serangan dari sosok tersebut. Cologn menyadari hidungnya telah mengeluarkan darah setelah mendapat tinjuan di wajahnya.“Sialan kau!” seru Cologne yang tidak terima mendapat tinjuan di wajahnya.DUAKTendangan itu berhasil mengenai tubuh pria kekar tersebut dan berhasil membuat kucing yang berada di tangannya meloncat turun ke bawah. Menyadari pria itu lengah dengan cepat Cologne mengambil kucing tersebut dan segera melarikan diri. Bisa mati aku, kalau sampai