"Berbohong? Berbohong apa maksudnya, Kang?
Cecep memalingkan wajahnya dari wajah Janeta dan kini ia melempar pandangan keluar jendela.“Neng!”“Sebenarnya ini bukanlah masalah Saya. Tapii... Cecep tidak melanjutkan kata-katanya. Dirinya terlihat dilema. Sedangkan Janeta menunggu kelanjutan kalimat lelaki itu. Namun hanya kesunyian yang kini datang menyusupi.“Bilang saja Kang. Maksudnya apa tadi?”“Tidak usah berpura-pura Neng. Saya sudah tahu kalau pemilik baju berdarah itu adalah milik Adik Neng.” Lembut tapi tajam, itulah intonasi perkataan Cecep.“Ternyata Kang Cecep sudah bertanya kepada Bu Bidan. Aku harus cerdas menanggapi semua ini agar kasus kematian Pak Warno cepat terungkap. Aku tidak bisa mengandalkan kesaksian dari si Hitam karena seekor hewan tidak dapat dijadikan saksi di pengadilan.”Cecep menoleh kepada Janeta yang terdiam. “Jujur sajalah Neng. SiapaSementara itu di cafe, sepeninggal Janeta dan Tuan Fidel, Tuan Morat segera menyelesaikan pembicaraannya dengan klien yang tadi ditunggunya.Setelah itu ia lalu bergegas menuju kantornya namun tak lama kemudian dirinya keluar kembali dan selanjutnya menuju kantor polisi tempat Nyonya Shania di tahan.“Harap Nyonya bersedia menandatangani kedua surat ini dan Saya akan pastikan Nyonya segera meninggalkan tempat buruk ini.” Tuan Morat berkata kepada Nyonya Shania begitu mereka bertemu di ruang khusus tempat bertemu tahanan dan tamunya.“Surat apa ini Tuan?” tanya Nyonya Shania sambil menerima dua amplop yang berisi surat yang diserahkan oleh Tuan Morat kepadanya. Tangannya lalu membuka satu persatu amplop“Memberhentikan Tuan Tunio sebagai kuasa hukum dan mengangkat Anda sebagai gantinya?”“Ya, benar sekali Nyonya.” sahut Tuan Morat sambil memperbaiki posisi duduknya yang berhadapan dengan Nyonya Shania.“Lalu... Berapa Saya harus membayar jasa Anda, Tuan?
Pagi harinya di rumah Nyonya Shania.Seperti biasa, pukul delapan pagi Janeta sudah tiba di rumah Nyonya Shania. Beberapa hari sebelumnya rumah itu terlihat kusut dan kotor bahkan tidak terlihat tanda-tanda kehidupan di sana.Namun hari ini suasana sungguh berbeda dari beberapa hari sebelumnya. Rumah Nyonya Shania kini terlihat bersih dan anggota keluarga lengkap berada di rumah.Kedatangan Janeta telah di sambut oleh Nyonya Shania yang terlihat berolah raga pagi dengan Ricana dan Arkhas. Bik Imah terlihat tengah menyapu bagian belakang halaman rumah dan pekerjaannya juga hampir selesai. Sedangkan Tuan Fidel tengah membersihkan dash board mobilnya dengan sehelai kain tisu.“Kok Nyonya Shania sudah bebas?” bertanya Janeta di dalam hatinya.“Pagi Nyonya! Nyonya terlihat sangat cerah.” sapa Janeta begitu mereka bertemu.“Terima kasih Janet, kamu pandai sekali membuat suasana menjadi lebih cerah.” sahut Nyonya Shania tersenyum. Semua beban yang ia tanggung beberapa har
“Buat apa lagi kamu datang ke sini, Abbas? Aku sudah tidak mau berurusan denganmu.” Salma menyambut kedatangan Abbas di ruang tamu rumahnya dengan wajah masam. Laki-laki itu dua hari yang lalu sudah bertindak sangat kasar kepadanya.“Aku datang untuk menagih janjimu Salma.” ucap Abbas tenang. Ia melipat kedua tangan didadanya dan berjalan perlahan mendekati Salma yang berdiri di tengah ruang tamu rumahnya.“Janji apa lagi yang akan kamu tuntut kepadaku hah..?? Setelah dengan seenaknya kamu berlaku kasar kepadaku.” sahut Salma sambil mengelus pipinya yang ternyata mendapat tamparan tangan Abbas setelah dirinya diseret paksa dari ruang Tuan Fidel dua hari yang lalu.“Aku tidak akan pernah kasar kepadamu Salma, jika kamu tidak membohongi dan mengkhianati aku.” Abbas berhenti dan menatap Salma dengan pandangan setajam pisau.Salma mendengus dan tersenyum miring. Ia duduk di sofa dan juga melipat kedua tangannya di
Siang itu Janeta telah berada di depan rumah Cecep. Setelah mendatangi rumah Fitri tapi gagal bertemu dengannya, akhirnya Janeta memutuskan untuk menyambangi rumah Cecep. Ia ingin mendengar hasil penyelidikan Cecep tentang desas-desus pelaku yang menghabisi nyawa Pak Warno.“Assalamualaikum!” Janeta memberi salam di depan rumah cecep yang pintunya terbuka.“Walaikumsalam...!” Bu Wati tergopoh-gopoh menyambut kedatangan Janeta.“Eh si Neng, mari masuk Neng!” sambut Bu Wati langsung mempersilahkan Janeta masuk ke rumahnya yang sederhana. Tidak lupa ia menghadiahkan senyum manis kepada Janeta yang sangat ia harap jadi menantunya itu.“Kang Cecep ada Bu?” tanya Janeta setelah duduk di atas tikar yang dibentangkan Bu Wati.“Cecep lagi pergi sama Darna temannya Neng.” sahut Bu Wati semakin girang hatinya.“Hm, sudah bisa dipastikan Neng ini juga suka sama Cecep. Buktinya ia datang lagi untuk me
“Kemana mereka? Hah.. kabuuur..??”“Ratiiiiih.... Fitriiiii......!”Salma bagaikan tersengat arus listrik ribuan watt begitu nenyadari kamar tempat ia mengurung Ratih dan Fitri ternyata telah kosong.“Bagaimana mereka bisa lolos sedangkan jendela dan pintu semuanya terkunci?”Salma segera memeriksa kamar yang biasanya ia jadikan gudang. Di sanalah ia menyembunyikan Ratih lalu disusul fitri lebih dari seminggu yang lalu.Salma bertambah heran ketika memeriksa bagian pintu dan jendela tidak satu pun yang rusak. Ventilasi kamar mandi juga aman-aman saja. Lalu ia menengadah ke atas untuk memeriksa plafon kamar itu, juga tidak ada yang rusak.“Lalu bagaimana mereka bisa keluar? Apakah hantu Lusy atau si Warno yang datang menjelma kemudian membebaskan mereka berdua? Ooh... Tak mungkin. Itu hanya ada dalam cerita novel horor.” Salma berbicara sendiri keheranan.Salma makin penasaran dan juga makin panik. Ia
Di saat yang sama ketika Salma akan berangkat ke rumah Fitri, saat itu pula di halaman rumah Bu Asih, Janeta masih berdiri mematung. Ia bimbang apakah harus segera meninggalkan rumah Bu Asih atau menunggu dan mendengar cerita Ratih. Naluri Janeta berkata bahwa gadis itu banyak mengerahui rahasia Salma jika memang dirinya telah diculik Salma selama ini. Tapi Salma yang mana? Janeta semakin penasaran dan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.Ratih yang ketakutan melihat kehadiran orang asing di rumahnya lari terbirit-birit menuju jalan raya. Ia terus berteriak histeris ‘pergiii... Pergiiii..!’.“Pergiiii...! Aku tidak mau diculik lagi... Pergiii...!” Ratih terus berlari membelah kebun kelapa milik Pak Warno yang cukup luas.“Ada apa Ratih...? Kamu kenapa..?” Ratih semakin berlari kencang ketika mendengar suara seorang lelaki bertanya kepadanya. Dirinya makin ketakutan karena menyangka ia sudah dikepung. Pengalaman pahit saat ia diculik anak buah Salma ketika akan pulang
“Kang Cecep sepertinya benar-benar mencurigai aku. Kira-kira Darna ngomong apa ya, ke Kang Cecep?” hati Janeta bertanya-tanya. Cecep tidak juga mengalihkan pandangan darinya. Namun Janeta pura-pura tidak melihat itu. Dirinya fokus kepada Ratih dan ingin menggali keterangan dari gadis manis itu.Janeta berjalan perlahan mendekati Ratih yang masih bersembunyi dibalik tubuh Bu Asih. Di lemparkannya senyuman manis kepada gadis itu.“Ratih, bisakah kamu menceritakan dengan tenang apa yang terjadi padamu? Katakan pada Kakak siapa Salma yang kamu maksud? Kakak janji akan mencari orang itu dan memberikan hukuman kepadanya.”Ratih menatap Janeta ragu lalu beralih kepada Bu Asih. Bu Asih menggelengkan kepalanya perlahan seakan memberi isyarat agar Ratih tidak menceritakan apa pun. Dan tindakan Bu Asih terlihat oleh Cecep.“Biarkan Ratih menceritakan Bi, sebenarnya ada apa dan siapa yang mengurung telah Ratih.” Cecep langsung menimp
“Sial, Aku terlambat!” Janeta memaki dirinya sendiri begitu ia mendapati rumah Fitri sudah kosong. Dari mantan tetangga Fitri, Janeta mendapat keterangan yang sama seperti Salma.“Tadi ada gadis yang mencari Fitri?”“Iya Neng, dia datang dengan mengendarai mobil warna putih.” Seorang mantan tetangga Fitri menjelaskan.“Orangnya cantik dan rambutnya segini?” Janeta memperagakan rambut panjang sampai di bawah bahu.‘Iya betul Neng.” sahut salah seorang mantan tetangga Fitri.“Oh, Salma sudah lebih dahulu bergerak dari pada aku. Jangan sampai gadis jahat itu menemukan Fitri. Apalagi Tuan Fidel mau pun Tuan Tunio.” desah hati Janeta gelisah.“Aduh Fitri, kemana Kakak harus mencarimu, Dik! Kalian dalam bahaya besar.”Janeta berusaha memutar otaknya berupaya mengingat siapa orang yang bisa memberinya petunjuk tentang keberadaan Fitri.“Aku yakin pakaian b