Justin, Nathan, dan Joseph sudah mendapatkan perawatan dari luka yang ada di tubuh mereka. Pun Sergio sudah mendapatkan perawatan. Peluru yang bersarang di punggung Sergio sudah tak lagi ada. Empat pria tampan itu sekarang berdiri di depan ruang rawat—di mana Hazel tengah diperiksa.“Semua karenamu. Saudara kembarku berada dalam bahaya karenamu,” ucap Joseph penuh emosi pada Sergio.Sergio mengalihkan pandangannya menatap Joseph. “Kenapa kau tidak salahkan ayahmu yang memiliki banyak musuh?”“Apa maksudmu menyalahkan ayah kami?” Justin dan Nathan bertanya kompak. Mereka memberikan tatapan dingin dan tegas pada Sergio—yang berani mengatakan kalimat gila.Sergio tersenyum samar. “Pria tua yang ingin membunuh Hazel adalah Trevor Engelson, musuh ayahmu. Dia memang sudah lama ingin membunuh Hazel, demi membuat ayahmu terpuruk.”Raut wajah Justin, Nathan, dan Joseph berubah mendengar apa yang dikatakan oleh Sergio.“Bagaimana kau bisa tahu?” Justin bertanya mewakili.Sergio menatap tiga kak
“Hazel?” Sergio semeringah bahagia di kala Hazel memanggil namanya. Hatinya menjadi sangat lega. Dia meraih tangan Hazel, mengecupi punggung tangan wanita itu. Dia bermaksud ingin menekan tombol darurat untuk memanggil petugas medis, tapi tindakan Sergio dihalangi oleh Hazel.“Aku baik-baik saja. Jangan panggilkan dokter,” ucap Hazel pelan dan lemah. Dia bermaksud ingin duduk—dan Sergio sigap membantu wanita itu untuk duduk seraya menyandarkan punggung di kepala ranjang.Hazel saat ini sudah mengingat semuanya. Kepingan memori bagaikan puzzle yang telah tersusun dengan rapi. Hazel ingat semua. Mulai dari penculikan, hingga dirinya mendengar fakta yang diungkapkan oleh pria tua itu.“Kau yakin tidak ingin aku panggilkan dokter?” tanya Sergio lembut seraya membelai pipi Hazel, tetapi sayangnya wajah Hazel melengos jauh seolah tak ingin disentuh oleh Sergio.Sergio mengembuskan napas panjang mendapatkan penolakan Hazel. Dia sudah menduga pastinya Hazel kecewa padanya. Pun dia yakin Trevo
Tubuh Hazel merinding mendengar cerita dari Sergio. Mata dan bibirnya menganga akibat keterkejutan nyata. Sebagai sesama wanita jelas saja Hazel merasakan iba akan kondisi yang dialami oleh adik kandung Sergio. Trauma yang dimiliki membuat adik kandung Sergio, begitu kuat hingga membuat adik Sergio masuk ke dalam rumah sakit jiwa.Hazel belum berkata apa pun mendengar tentang itu. Dia masih diam dengan wajah yang menunjukkan rasa simpatik dan pedulinya. Dia membiarkan Sergio menceritakan semuanya lebih dulu. Dia ingin tahu semua tentang pria yang dia cintai.Sergio mengembuskan napas bersalah. Menceritakan tentang semuanya pada Hazel, maka dia harus mengorek kembali masa lalunya yang buruk. Rasa penyesalan terus melingkupi diri Sergio jika mengingat tentang masa lalu.“Ayahku seorang pemabuk, penjudi, dan pemakai narkoba. Saat itu usiaku masih 15 tahun. Aku dan adikku hanya berbeda satu tahun saja. Ayahku kalah dalam judi. Hal tergila yang dilakukan adalah ayahku mempertaruhkan ibuku
New York, USA. Aura wajah Arthur berubah mendengar laporan tentang sosok Sergio Blanco yang ternyata kekasih dari putrinya. Kilat mata pria itu menajam penuh amarah yang membakarnya. Ya, saat ini dia mendengar semua laporan yang terjadi di Bern. Pria paruh baya itu mengirim orang kepercayaannya untuk mengawasi anak-anaknya di sana. Dia tak mungkin hanya diam saja di kala ada sebuah ancaman. Pun dia sudah tahu dalang di balik semua ini.Arthur tidak suka menjadi orang bodoh yang hanya diam saja. Awalnya, dia ingin memercayakan pada tiga anaknya, tapi detik terakhir akhirnya dia meminta orang kepercayaaannya untuk menyusul ke Bern. Dia ingin memastikan bahwa semua anaknya dalam keadaan selamat, tanpa terkecuali.Laporan sangat lengkap Arthur dapatkan. Bahkan pria paruh baya yang masih sangat tampan itu, sudah mendengar tentang siapa Sergio, dan masa lalu Sergio Blanco. Aura kemarahan menonjol semakin kuat di kala dia tahu sosok Sergio.Sergio tidak pantas untuk Hazel! Itu kalimat perta
“Apa yang ingin kau bicarakan padaku?” Pertanyaan lolos di bibir Sergio di kala dia dan Justin telah tiba di taman belakang rumah sakit. Dia menuruti keinginan Justin untuk bicara berdua dengannya.Justin menatap tegas Sergio yang berdiri di hadapannya. “Aku ingin bertanya sesuatu hal, tapi mungkin ini akan menyinggung dirimu.”Sergio tersenyum samar. “Aku bukan orang yang mudah tersinggung, Tuan Afford. Bahkan sekalipun kau mengatakan buruk tentangku, aku sama sekali tidak akan marah.”Justin berusaha mengatur emosinya. “Aku sangat yakin, kau tahu tentang keluargaku.”Sergio mengangguk merespon ucapan Justin. “Siapa yang tidak mengenal keluargamu? Well, Arthur Afford, ayahmu adalah seorang billionaire asal New York.”Justin mendekat, mengikis jarak di antaranya dan Sergio. “Jika kau sudah tahu, kenapa kau berani mendekati adikku?” tanyanya dengan sorot mata tajam.Sergio sudah menduga pertanyaan ini akan ditanyakan oleh keluarga Hazel. Namun bukan Sergio Blanco namanya, jika mudah mu
“Tuan, kondisi adik Anda menurun.” Benton kembali melaporkan pada Sergio tentang kondisi adiknya yang terbaru. Wajar saja, karena adiknya masih memiliki trauma hebat penculikan.Sergio mengumpat pelan. “Tua bangka itu berani sekali membawa-bawa adikku dalam masalah ini.”Benton menatap sopan dan serius Sergio. “Tuan, Trevor Engelson sangat dendam pada Anda. Beliau berpikir bahwa Anda telah mengkhianati beliau. Beliau mencari tahu detail tentang kehidupan Anda. Dan—”“Tapi tetap harusnya pria tua itu tidak melihatkan adikku, Benton! Lihat sekarang kondisi adikku drop!” seru Sergio berapi-api.Trevor Engelson sudah mati. Namun tetap saja Sergio penuh dendam dan emosi. Dia menyesali identitasnya harus terbongkar. Selama ini dia sangat menyembunyikan tentang adiknya yang berada di rumah sakit jiwa. Alasannya tentu demi keamanan adiknya, dan sialnya semua terungkap. Selama bertahun-tahun Sergio menempatkan adiknya di rumah sakit jiwa. Sebab, kondisi adiknya memang sangatlah buruk. Bahkan
Suara seruan keras serta menggema membuat semua orang yang ada di ruang rawat itu, mengalihkan pandangan mereka, menatap Arthur dan Bianca tiba. Tampak Hazel terkejut melihat kedua orang tuanya datang. Bukan hanya Hazel yang terkejut, tapi Justin, Nathan, dan Joseph tak mengira orang tua mereka datang.“Oh, Sayang. Anak Mommy.” Bianca berlari dan langsung memeluk Hazel. Wanita paruh baya itu memancarkan jelas kecemasan dan rasa takut yang mendera.Hazel sedikit terkesiap mendapatkan pelukan begitu erat dari ibunya. Jika sudah seperti ini maka apa yang telah terjadi padanya, telah terdengar di telinga ayah dan ibunya. Hal tersebut menandakan bahwa masalah baru akan tiba.Namun, apa pun masalahnya Hazel tidak akan pernah menyerah. Dia akan tetap memilih Sergio. Dia tidak peduli sekalipun mendapatkan larangan. Pun sebelumnya dia sudah yakin bahwa cepat atau lambat kedua orang tuanya akan tahu hubungannya dengan Sergio Blanco.Bianca mengurai pelukan itu, melihat setiap ujung rambut hingg
Hazel dibanting ke sofa sedikit kasar oleh Arthur. Wanita itu sampai merintih kesakitan akibat kekerasan yang dilakukan ayahnya. Belum pernah satu kali pun Hazel diperilakukan dengan kasar ataupun keras oleh ayahnya. Kemarahan sepertinya telah melingkupi diri Arthur Afford hingga tak terkendali.“Arthur! Jangan kasar pada Hazel!” Bianca langsung memeluk Hazel yang diperilakukan kasar oleh sang suami. Joseph yang berdiri di samping Arthur akhirnya pindah berdiri di depan ayahnya. “Dad, aku mengerti kemarahanmu, tapi ingat Hazel adalah anak perempuanmu satu-satunya. Kau tidak bisa bersikap kasar padanya!”Joseph memang tak setuju Hazel menjalin hubungan dengan seorang pembunuh bayaran. Bahkan meskipun Sergio sudah berhenti dari pekerjaannya, tetap saja Joseph tidak akan setuju. Namun, meski demikian Joseph tetap tak ingin sampai ayahnya bersikap kasar pada Hazel.Arthur berusaha mengatur emosi di dalam dirinya, yang nyaris ingin meledak. Dia mengabaikan ucapan Joseph. Bukan tak peduli