"Sonya ... hai, Sonya."
Sonya yang sedang menyuapkan makanan ke mulutnya sontak menghentikan suapannya dan melihat ke sumber suara. Senyumannya langsung berkembang saat melihat Lidya berjalan ke arahnya dengan tergesa-gesa, entah hal apa yang membuat sahabatnya ini terburu-buru mendatanginya.
"Ada apa, Lid? Kok kamu kaya dikejar setan gitu?" tanya Sonya sembari menyimpan sendok di dalam mangkuk mie-nya.
Lidya dengan cepat duduk di hadapan Sonya dan melihat ke sekelilingnya, "Kamu beneran mau cerai sama Emir?"
"Tahu dari mana?"
"Jadi, bener?" tanya Lidya lagi sembari menatap Sonya tidak percaya karena gosip yang beredar ternyata benar.
"Bisa benar bisa nggak, Lid. Tergantung ...."
"Tergantung yang menggantung?" kelakar Lidya, sembari menyimpan nampan makanannya di meja.
"Ngaco ... tergantung jawaban yang kamu kasih ke
Sonya berjalan ke arah ruangan rawat Parwati, hari ini ia ingin bertemu dengan Parwati yang menurut dokter penanggung jawabnya keadaannya sudah mulai membaik.Saat berbelok ia mendapati Emir dan Miska yang sedang berdiri di depan pintu ruang rawat Parwati, dengan cepat ia menghentikan langkahnya dan bersembunyi di balik dinding yang mampu menutupi tubuhnya. Sayup-sayup Sonya bisa mendengar pembicaraan Emir dan Miska. Entah kenapa, Sonya ingin merekam pembicaraan mereka berdua dan ia melakukannya."Kamu udah telepon pengacara kamu belom, sih?" tanya Miska gemas karena tidak mendapatkan info apa pun dari Emir mengenai perceraiannya."Udah," jawab Emir singkat, ia benar-benar sedang malas berbicara dengan Miska yang sudah tiga hari ini merongrong dirinya untuk sesegera mungkin mendaftarkan gugatan cerainya. Andai ia memiliki tempat lain untuk tinggal mungkin Emir sudah meninggalkan apartemen Miska.Emir
"Ada jadwal operasi hari ini?" tanya Awan pada Ina, salah satu perawat yang berjaga di ruangan operasi."Eh ... Awan, makin cakep aja," jawab Ina sembari mengambil dua buah map dan menyerahkannya kepada Awan."Mbak Ina ini bisa aja," jawab Awan seadanya sembari mengambil map yang Ina serahkan pada dirinya. Dengan cepat ia membaca rekam medis pasien yang akan ia tangani bersama Sonya hari ini."Awan, kamu emang nggak ada cita-cita cari jodoh?" tanya Ina yang penasaran dengan sosok Awan yang selalu menjadi rebutan perawat jomblo dan beberapa koas yang ada di sana. Bagaimana tidak, Awan adalah satu-satunya tenaga kesehatan di rumah sakit itu yang memiliki ketampanan jauh di atas rata-rata tenaga kesehatan lainnya.Badan Awan yang tegap dan tinggi yang terbalut dengan baju operasi yang biasanya bila tenaga kesehatan lainnya kenakan tidak bisa mengeluarkan aura ketampanannya, tapi, saat Awan kenakan malah
"Wan ... kamu denger nggak yang tadi si Ina omongin?" tanya Eka sembari berjalan di samping Awan."Denger ...," jawab Awan pendek, ia sedang malas berbicara karena pikirannya sedang kacau balau. Dia baru sadar kalau perbuatannya dengan Sonya berdampak pada pekerjaan Sonya."Wan ... kalau sampai ketahuan kamu yang jadi selingkuhan Sonya, gawat, Wan ...." Eka mengingatkan Awan lagi. "Kasihan karier Dokter Sonya, dia benar-benar rintis dari bawah kalau aku dengar perjalanan kariernya."Awan menghentikan langkahnya dan berkacak pinggang, kepalanya tiba-tiba pusing karena memikirkan masalah Sonya. Kenapa percintaannya selalu ruwet dan memusingkan? Tidak bisa, kah, dirinya mendapatkan percintaan selicin jalan tol bebas hambatan?"Wan ... sadar, Wan ... kalau karier kamu di rumah sakit ini di cut ... kamu bisa pulang kampung dan kerja di tempat si Aki, nah ... kalau Dokter Sonya? Reputasinya tercoreng, Wan
"Mungkin nggak ... mungkin nggak buat Aki," jawab Awan sambil mengusap pahanya. "Buat kamu? Kamu mau nerima Sonya?" tanya Eka. "Nggak tahu, kamu pertanyaan suka ngadi-ngadi sumpah," ucap Awan kesal karena pertanyaan Eka tidak masuk akal, mana mungkin Sonya mandul. Dia punya anak bernama Janu, gimana caranya kalau wanita mandul bisa hamil. Awan bahkan melihat foto Sonya yang sedang melakukan pemotretan maternity di kamarnya dulu, Awan suka sekali melihat Sonya yang berperut buncit dan tersenyum manis di fotonya. Manis. "Ih ... kan seandainya, kamu mah, diajak berkhayal teh, meni susah (susah amat)," ucap Eka kesal karena Awan sama sekali tidak mau menjawab pertanyaannya. "Dahlah ... pusing aku sama kamu, udah intinya aku bakal tanggung jawab. Sumpah, yah. Kalau sampai Sonya cerai sama suami si ...." Awan menghentikan perkataannya dan mengambil uang lima puluh ribu dari sakunya kemudian memberi
Sonya terus mengetuk-ngetukkan kitten heel Dior miliknya ke lantai beton rooftop, entah sudah berapa lama dia berdiri di sana dan menatap langit yang berawan. Senyuman Sonya beberapa kali terlukis di wajahnya yang cantik setiap melihat awan. Ia menyadari kalau saat ini nama lelaki yang selalu bersama dengan dirinya dan menggodanya bernama sama dengan apa yang selalu ia liat di langit. Awan."Sonya, Nya ... Sonya, yuhuuu ... kamu di mana?"Suara Awan yang sudah Sonya hapal di luar kepala dengan cepat menggelitik kupingnya, "Di sini, Wan ... dan kenapa harus pake kata yuhuu segala, sih? Udah kaya film tahun delapan puluhan." Sonya memutar badannya dan mendapati Awan yang sedang berjalan mengenakan scrub berwana merah wine mendekatinya."Kayanya cuman kamu yang pakai scrub dan terlihat menarik, Wan." Sonya memicingkan matanya untuk melihat Awan yang berjalan ke arahnya sembari membawa dua gelas boba pesanannya. "Ada satu orang lagi yang te
Sonya membuka bibirnya lebih lebar agar Awan bisa menggelitik setiap inci bagian dalam bibirnya. Sayup-sayup terdengar suara kecupan yang ia lakukan dengan Awan, suara itu awalnya terdengar pelan dan lembut namun, seiring beriringnya waktu kecupan itu makin keras, dalam dan liar membuat Sonya kewalahan sendiri mengikuti ritme cumbuan Awan."Awan ...." Sonya menyetuh pipi Awan dengan kedua tangannya, mengusap jenggot Awan yang selalu tercukur sempurna yang membuat Sonya merasakan ledakkan gairah ketika jenggot itu menggesek bagian-bagian tubuh sensitif miliknya."Hmm ...," guman Awan yang asik menggesek-gesekkan permukaan bibirnya di bibir Sonya. "Kamu mau apa?" Songa kembali melontarkan pertanyaan bodoh."Hahaha ... aku mau apa?" tanya Awan sembari menarik pinggul Sonya dengan keras hingga menabrak pinggulnya. "Kamu sosoan nanya atau gimana?"Tubuh Sonya berguncang saat Awan menarik tubuhnya, senyum nakal terlihat di wajah Sonya. "Aku tau kamu mau apa, tapi ....""Kenapa? Ada yang sal
Sonya melangkahkan kakinya dengan kaki yang bergetar hebat, pikirannya masih berada di atas rooftop, ia tidak habis pikir kenapa Awan bisa tiba-tiba seliar itu dan memintanya bercinta di sana. Sebuah pengalaman yang belum pernah Sonya rasakan dan membuat ia tidak bisa berkata apa pun juga.Percintaannya dengan Awan berhenti saat Awan menerima telepon yang mengharuskan dirinya mengecek persediaan alat kesehatan dan dirinya harus bertemu dengan kelurga pasien yang akan ia operasi. Sonya berbelok dan kaget saat ia menabrak seseorang, "Maaf." Sonya spontan meminta maaf sambil mengusap hidungnya yang mengenai tubuh orang yang ia tabrak."Sonya ...."Refleks Sonya mengangkat kepalanya dan mendapati Emir yang sedang menatapnya. Wangi tubuh Emir yang selalu berbau tembakau dengan cepat bisa Sonya cium, dulu dia sangat suka dengan wangi tubuh Emir tapi, sekarang? Jangan salah, Sonya ingin dengan cepat melarikan diri dari sana."Oh ... hai, Emir," ucap Sonya pelan sambil m
Sonya menggeliat di atas ranjangnya, matanya berusaha untuk beradaptasi dengan cahaya kamarnya ... sebentar ini benar kamarnya atau kamar Awan? Sonya mencoba mengingat apa yang ia lakukan tadi malam, dia bekerja seperti biasa dan pulang ke rumahnya."Ternyata ini kamar aku," bisik Sonya yang melihat langit-langit kamarnya yang terpasang gantungan lampu berbentuk aesthetic berwarna broken white. Tangannya mengusap ranjang sampingnya yang dingin dan kosong, seketika itu juga ada perasaan rindu yang menyelusup di dadanya. Rindu akan tubuh Awan yang selalu ia rasakan mendekapnya disetiap malamnya beberapa hari yang lalu.Kring ... kring ... kring ....Sonya dengan cekatan mengambil ponselnya, "Iya halo ....""Pagi ...."Kesadaran Sonya dengan cepat pulih saat mendengar suara maskulin Awan, "Pagi, Wan ... kenapa aku pulang ke rumah, yah?""Hahaha ... yah, emang kamu mau pulang ke mana kalau nggak ke rumah, Sonya? Emang kamu mau pulang