"Eka, aku pulang duluan, yah," ucap Awan sembari melambaikan tangannya.
"Eh ... kamu udah selesai shift-nya?" tanya Eka yang tidak terima karena ditinggalkan oleh Awan, padahal seingatnya jadwal jaga mereka sama.
"Udahlah, kan, aku dari pagi, Eka. Lupa kamu?" sahut Awan sembari berjalan meninggalkan Eka,
"Wan ... woi, Awan, kalau kamu nggak ikut jaga aku bisa digempur pasien ini. Kamu lupa aku 'bau'?" tanya Eka panik.
"Itu problem kamu, Eka," jawab Awan yang tidak peduli dengan Eka yang akan dibanjiri pasien karena 'bau' miliknya.
Awan tahu kalau Eka yang berjaga malam pasti akan banyak pasien yang datang dan membuat semua nakes (teNAga KESehatan) kewalahan dan akhirnya Eka selalu disebut 'bau' oleh semua rekan sejawatnya. Berbeda dengan Awan yang di setiap waktu jaganya akan jarang datang pasien dan membuat rekan sejawatnya bisa sedikit bersantai hingga memanggil Awan dengan sebutan 'wangi'.
"Wan ... sumpah, Wan ... tolonglah, aduh ...." Ek
"Mau pulang sama aku?" tanya Awan."Kalau aku pulang sama kamu, kamu nggak bakal mikir aneh-aneh?" Sonya balik bertanya."Mikir aneh apa? Aku hanya nggak suka liat perempuan pulang sendirian di tengah malam. Yah, kecuali kamu ada yang anter, suami kamu mungkin," sahut Awan sembari menatap ujung sepatunya, entah kenapa Awan merasa berat mengatakan kata suami pada Sonya. Andai Sonya belum memiliki suami mungkin saat ini Awan akan mendekati Sonya dengan kecepatan cahaya."Suami?" Sonya ingin tertawa sekeras-kerasnya, suami sialannya itu sama sekali tidak akan memikirkannya lagi. Mungkin Emir akan langsung mengadakan acara pesta bila terjadi sesuatu dengan dirinya. Karena, bila Sonya mati Emir bisa menikahi lonte sialan itu dan mengambil semua harta kekayaan yang ia kumpulkan sedikit demi sedikit dari hasil keringatnya sendiri.
"Pelan-pelan, Awan," pekik Sonya saat Awan menjalankan motornya dengan kecepatan yang membuat jantung Sonya berdetak lebih cepat."Ini pelan, Sonya," teriak Awan mengimbangi suara deru angin."Ampun, Awan ... aku masih mau hidup, nggak mau aku ketemu sama malaikat pencabut nyawa sekarang!?" pekik Sonya sembari mengeratkan pelukannya lebih erat lagi di pinggang Awan."Malaikat pencabut nyawanya minder kalau ketemu kamu, Sonya," sahut Awan sembari tersenyum."Mana ada malaikat pencabut nyawa minder? Gimana caranya? Kamu kadang suka ngaco." Sonya mencubit perut Awan yang keras dengan susah payah.Sonya mengelus perut Awan, menikmati setiap inci perut Awan yang hangat di ujung jemarinya, kelopak mata Sonya menutup serapat mungkin untuk menikmati dan membuai fantasi sensualnya."Sonya, besok aku boleh ke rumah kamu?" tanya Awan membuyarkan lamunan Sonya.&n
"Udah pergi?" tanya Awan."Udah, akhirnya dia pergi juga," ucap Sonya sembari mengintip dari belakang tirai."Suami kamu kasar, yah, apa waktu kecilnya nggak diajarin sopan santun?" tanya Awan yang merinding saat mengingat perkataan Emir yang menghina Sonya dan dirinya tadi."Kayanya tadi kamu lebih kasar, deh, Wan." Sonya mengingatkan kalimat akhir Awan yang membuat Sonya kaget dan Emir terpaku."Yang mana? Yang aku nggak mau berantem sama binatang?" tanya Awan sembari mengambil barang-barangnya yang tadi dia letakkan di meja ruang tamu rumah Sonya."Iya, aku kaget loh, belum pernah ada yang ngomong gitu sama Emir." Sonya membantu Awan mengambil barang-barangnya."Wah ... pantes dia sampai kaget, perdana dikasih t
Sonya melemparkan ponsel ke arah ranjang miliknya, dia kesal dengan Awan yang bilang kalau siluman yang mengajarkannya mengintip."Nyebelin kamu Awan," bisik Sonya sembari berjalan ke arah ranjangnya dan membaringkan tubuhnya berusaha untuk tidur.Kring ... kring ....Sonya mengambil ponselnya dan mendapati nama Lidya di layarnya, untuk apa Lidya menelepon dirinya jam satu subuh? Apakah ada sesuatu yang penting? Operasi, kah?"Iya ... ada apa, Lid?" tanya Sonya."Sonya, kamu habis berantem sama Emir?" tanya Lidya dengan nada suara panik."Tahu dari mana kamu?" tanya Sonya kaget."Tahu dari mana kamu, tahu dari mana kamu, kamu tahu Emir telepon aku dan bombardir sama pertanyaan mengenai Awan?" hardik Lidya kesal karena tidurnya terganggu cerocosan Emir."Ngapain Emir tel
Pagi Yang Menyebalkan Sonya mendesahkan nama Awan dan tanpa Sonya sadari tangannya melayang ke payudara miliknya, meraba bagian puncaknya yang sudah mengeras, sedangkan alat bantu miliknya bergerak liat di bagian luar ceruk kenikmatan miliknya. Sonya memejamkan matanya, menikmati setiap getaran yang dihasilkan alat bantu seksual miliknya yang sudah menyentuh bagian terkecil Sonya. Desahan demi desahan berloncatan dari mulutnya saat merasakan deburan kenikmatan yang diberikan alat bantu seksualnya dan menjalar ke seluruh tubuhnya, tanpa Sonya sadari pinggulnya terangkat seolah meminta lebih banyak lagi. Dalam pikirannya Sonya jemari tangan Sonya berubah menjadi jemari tangan Awan, jemari Awan yang panjang dan lembut bergerak meremas bagian payudara Sonya, ibu jari Awan seolah menggesek bagian puting Sonya memilinnya memberikan efek yang membuat Sonya mendesah. Tangan Awan yang lebar dengan lembut menangkup bagian pa
Ting ... Tong ....Sonya yang sedang menikmati teh hangat dan membaca novel terusik saat mendengar suara bel pintu rumahnya, dengan takut-takut Sonya berjalan ke arah pintu karena Bi Sun pembantunya sedang keluar untuk membeli keperluan pribadinya.“Siapa?” teriak Sonya sembari mengangkat novel karya Dan Brown yang lumayan tebal dan memiliki hard cover.Hening tidak ada suara sama sekali di balik pintu rumahnya, namun, sekali lagi Sonya mendengar suara bel pintu rumahnya berbunyi. “Siapa?”Sonya bersumpah bila yang membunyikan bel tidak menjawab pertanyaannya dia tidak akan membuka pintu rumahnya sama sekali, dia tidak mau ada rampok yang mendatangi rumahnya atau bahkan yang lebih parah lagi kalau Emir tiba-tiba berada di ambang pintu rumahnya, Sonya yakin ia akan muntah di tempat bila melihat sosok suaminya yang sudah membuat mood-nya hancur di pagi hari tadi.“Siapa?!” teriak Sonya keras.Ting ... Tong .
“Hah ... Ah, Awan,” bisik Sonya disela-sela napasnya yang memburu, kening dan seluruh tubuhnya sudah banjir peluh. Tubuhnya benar-benar sudah kelelahan dan membutuhnya istirahat namun, Awan sama sekali tidak peduli dan terus mencengkeram tangan Sonya memaksa Sonya untuk terus bergerak mengikuti ritme yang Awan buat.“Ayo Sonya, gerak,” bisik Awan sembari mengelus nadi Sonya yang ada di pergelangan tangannya dengan jempol.“Aku ... nggak ... hah ... aku, Ah ....”Bruk ....Kelelahan tubuh Sonya ambruk menimpa tubuh Awan, dadanya menekan punggung Awan yang lengket karena keringat yang timbul akibat apa yang mereka berdua lakukan.“Sonya ...,” bisik Awan yang kaget saat dirinya tertimpa badan Sonya hingga membuat dirinya tersungkur ke kanan.“Aku nggak kuat, Wan, aku ....” Sonya menggigit bagian bawah bibirnya sembari mengangkat tubuhnya yang menimpa Awan, dengan cepat Sonya duduk di s
Sonya menghempaskan bokongnya di atas ranjang yang ada di sana, dia mulai mencoba semua ranjang yang ada di sana bersama Awan. Mulai dari ranjang berukuran queen hingga ukuran king, namun, tidak ada satu pun yang Sonya sukai. “Ini kamu nggak suka?” tanya Awan sembari menghempaskan bokongnya di ujung ranjang lainnya. “Empuk, loh.” “Aku nggak suka, nggak enak,” ucap Sonya seraya berdiri dan menekan-nekan ranjang itu dengan kedua tangannya, membuat posisinya menghadap Awan. Awan sama sekali tidak berkedip saat melihat bagian dada Sonya yang mengenakan kaos olah raga yang longgar, hingga mau tidak mau suka dan tidak suka Awan bisa melihat belahan dada Sonya yang menawan. Bahkan entah bagaimana caranya Awan tiba-tiba bisa merasakan di kedua tangannya betapa padat dan lembutnya dada Sonya. “Nggak enak, ini kurang empuk. Aku bisa encok kalau pakai ranjang ini, Wan,” protes Sonya sembari terus menekan-nekan ranjang dengan lebih keras lagi. Detik itu j